Bangsa Indonesia perlu merenungkan bagaimana cara mengaktualisasi nasionalisme dan memikirkan solusi bagi berbagai masalah ketatanegaraan. Untuk itu Muhammadiyah akan turut berperan mencari dan mengolah solusinya melalui Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Hasilnya berbentuk pemikiran besar Muhammadiyah dalam 5 tahun ke depan yang diharapkan bisa menjadi acuan dalam memecahkan berbagai masalah. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir, M.Si., dalam acara Media Gathering dengan Pimpinan Redaksi Media Cetak dan Elektronik di Kantor PP Muhammadiyah Jakarta, Kamis (22/06/2023). Acara ini dihadiri juga oleh Kepala Kantor Sekretariat Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Baca juga : PP Muhammadiyah Siap Dukung UMJ Menuju Unggul
“Belakangan ini nyaris setiap kebijakan, bahkan ada yang sudah menjadi undang-undang, selalu melibatkan pihak asing. Mulai dari investasi asing, tenaga kerja asing, bahkan dokter asing. Memang, di tengah globalisasi, kita tidak bisa lepas dari hal tersebut. Tapi apakah kebijakan-kebijakan strategis itu memiliki proses tertentu yang bisa tetap menjaga nasionalisme dan melindungi kedaulatan kita?” tanya Haedar dalam pemaparannya.
Ketum PP Muhammadiyah ini mengingatkan dalam membuat kebijakan jangan berlindung di bawah era globalisasi. Karena apapun itu, tugas para pemimpin kita adalah melindungi Tanah Air dan tumpah darah Indonesia.
Haedar menambahkan bahwa sejauh ini kita belum terbuka tentang penggunaan tenaga asing. Belum lagi dampak di baliknya, seperti proyek yang menggunakan tenaga asing tapi berlipat ganda kerugiannya.
“Kita ketuk hati setiap elit pemerintah dan juga seluruh warga yang sekarang ini bersuara tentang nasionalisme. Renungkanlah kembali bagaimana cara mengaktualisasi rasa nasionalisme kita,” himbaunya.
Selanjutnya Haedar berbicara tentang kontestasi politik ke depan. Menurut Beliau, mereka yang terpilih mewakili rakyat nanti akan bekerja 5 tahun ke depan dan punya kewajiban konstitusional, seperti melindungi Tanah Air dan tumpah darah Indonesia, menertibkan kehidupan umum, dan poin-poin konstitusional lainnya.
“Itu semua harus dijabarkan dalam visi misi mereka. Sehingga rakyat bisa melihat apakah mereka bisa meletakkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan,” tegas Haedar.
Menilik tentang peran Muhammadiyah, Ketum PP Muhammadiyah ini menegaskan bahwa, sebagai organisasi massa, Muhammadiyah tentu saja harus ikut berperan dalam menalankan kehidupan berbangsa dan bernegara kita
“Ada perjalanan kontestasi politik yang harus dijaga. Kalau tidak dikawal maka kita akan berkutat pada hal-hal yang belum tentu benar. Ini bagian dinamika politik di ranah praktis. Agat politik tidak hanya bernilai guna kita harus tetap berpijak pada nilai-nilai kebangsaan yang fundamental, seperti agama dan juga Pancasila,” papar Haedar.
Dalam acara Media Gathering Media Cetak dan Elektronik ini Haedar juga mengulas banyak tentang ketatanegaraan dan mengungkapkan beberapa kekhawatirannya.
“Dulu anggota MPR ada 920 orang yang merupakan gabungan dari sejumlah partai politik. Pada masa Orde Baru, kekuasaan MPR itu pernah disalahgunakan. Kalau sekarang, ada Mahkamah Konstitusi yang hanya diisi oleh 9 orang yang hampir satu warna dan berlatar belakang sama, namun memiliki kekuasaan sangat luar biasa. Jadi banyak masalah ketatanegaraan yang saat ini kita hadapi. Belum lagi masalah otonomi daerah yang nyaris seperti feodalisme,” papar Haedar panjang lebar.
Di akhir pemaparannya Haedar Nashir menyoroti tentang nilai, etika, dan merawat persatuan. Bagaimana kita tidak terus mengakumulasi isu-isu besar, seperti isu politik identitas, tapi tidak dimaknai.
“Menjelang Pemilu 2024 tidak hanya ada isu politik identitas, tapi ada juga isu lain seperti transaksi politik, politik uang, dan isu lainnya. Itu semua perlu kita dialogkan dan diskusikan, agar kita bisa tetap menjaga cita-cita luhur bangsa ini,” ucap Haedar di akhir pemaparannya.
Editor : Tria Patrianti