Amalan Bulan Rajab dan Sya’ban Dalam Perspektif Tarjih

Oleh :
Nadiva Rahma
Amalan Bulan Rajab dan Sya’ban Dalam Perspektif Tarjih
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PWM DKI Jakarta, Dr. Purwidanto, MA., (Kanan) Saat Memaparkan Tentang Amalan Bulan Rajab dan Sya’ban Jumat, (26/01/2024), di Masjid At-Taqwa UMJ. (Foto : Nadiva/KSU)

Karyawan dan tenaga pendidik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) mengikuti kajian rutin Halaqah Tarjih yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengkajian dan Penerapan Al Islam dan Kemuhammadiyahan (LPP AIK) UMJ di Masjid At-Taqwa UMJ, Jum’at, (26/01/2023). Pengkajian yang diawali dengan tadarus Q.S Ar-Rahman ayat 46-78 ini, membahas amalan-amalan sunnah di bulan Rajab dan Sya’ban dalam perspektif tarjih.

Baca juga : LPP AIK : Al-Quran Sebagai Pembelajaran Bagi Manusia

Menjelang bulan Ramadan, umumnya masyarakat mulai melaksanakan berbagai kegiatan sebagai bagian dari persiapan untuk menyambut bulan suci. Berbagai tradisi spiritual masyarakat dilaksanakan untuk mengisi bulan Rajab dan Sya’ban mulai dari ziarah makam leluhur, malam nisfu sya’ban, makan bersama, dan sebagainya.

Menyikapi budaya tersebut, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (MTT PWM) DKI Jakarta, Dr. Purwidianto, MA., menjelaskan tiga sikap Islam. Pertama, taqrir yakni mengakui adanya budaya yang diakomodasi oleh Islam.

Kedua, taghyr yakni memodifikasi amal yang tidak sesuai menjadi sesuai, dan ketiga taqbil yakni membatalkan atau menolak tradisi yang tidak bisa diakomodasi oleh Islam. Lebih lanjut Purwidanto menerangkan bahwa bulan Rajab adalah bulan haram atau bulan mulia, sementara bulan Sya’ban adalah persiapan menyambut Ramadhan.

Melihat amalan-amalan sunnah bulan Rajab dan Sya’ban, Purwidianto menegaskan bahwa tidak ada hadis-hadis yang kuat untuk melakukan amalan khusus terkait dengan bulan Rajab dan Sya’ban. Hal itu diperkuat Purwidianto melalui penjelasan hadis sahih dan tidak sahih mengenai amalan-amalan bulan Rajab dan Sya’ban.

Hadis sahih terkait dengan amalan sunnah bulan Sya’ban adalah melaksanakan ibadah puasa, tapi tidak didetailkan pada hari-hari tertentu. Hal itu diperkuat oleh dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UMJ Ustadz M. Reza Prima Matondang, ME., menyampaikan perspektif rajaban dalam tarjih.

Reza menerangkan bahwa pada bulan Rajab tidak ada ibadah khusus seperti puasa, sholat, dan sebagainya. “Bulan Rajab adalah bulan yang mulia, maka jika kita ingin memuliakan bulan ini tidak ada masalah. Selama ibadah memiliki dalil yang sahih dari Al-Qur’an dan hadist maka boleh dilakukan, yang dilarang adalah memberikan amalan khusus terhadap bulan Rajab dan Sya’ban,” pungkas Reza.

Editor : Dinar Meidiana