Tantangan Perempuan dalam Arus Politik Perempuan Indonesia

Politician concept. Idea of election and governement. Democratic governance
(Ilustrasi : KSU/Fachrul Rozi)

Dalam sebuah organisasi atau institusi publik, dominasi kaum laki-laki sebagai pemimpin memang masih begitu kuat. Padahal kenyataannya, perempuanpun mempunyai potensi yang tidak kalah dengan laki-laki dalam hal memimpin. Kepemimpinan tidak mungkin bisa terlepas dari individu yang berperan sebagai pemimpin itu sendiri. Banyak yang menghubungkan antara kemampuan individu dalam memimpin dengan aspek biologis yang melekat pada diri sang pemimpin tersebut, yaitu berdasarkan pada perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan.

Realita yang ada hingga hari ini menempatkan bahwa perempuan Indonesia mengalami ketimpangan sosial dan budaya. Di berbagai penjuru Nusantara, banyak perempuan yang buta atau bahkan justru dibutakan secara struktural akan potensi diri yang dimilikinya sehingga hanya menjalankan peran sekunder dalam masyarakat. Hal ini patut disayangkan, karena secara demografi jumlah perempuan di Indonesia tidak jauh berbeda. Dari total 273 juta jiwa penduduk, penduduk Laki-laki: 138.303.472 jiwa atau 50,5% dan penduduk perempuan: 135.576.278 jiwa atau 49,5% (Badan Pusat Statistik (BPS)). Padahal, jika perempuan mendapat kesempatan dan peran yang seimbang dengan laki-laki, maka potensi sumber daya manusia di Indonesia menjadi jauh lebih besar, dan hal tersebut akan menguntungkan dan memberi manfaat bagi pembangunan bangsa.

Dalam bidang politik sendiri, presentasi keterwakilan perempuan masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan presentasi laki-laki. Padahal, sebagaimana diketahui bahwa jumlah pemilih antara laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2019 sebanyak 187.781.884 orang. Rinciannya, 185.732.093 pemilih dalam negeri dan 2.049.791 pemilih di luar negeri. Jumlah pemilih perempuan lebih banyak sekitar 126  ribu dibanding pria. Komisioner KPU Viryan Azis memaparkan, jumlah pemilih laki-laki di dalam negeri mencapai 92.802.671. Sementara, jumlah pemilih perempuan di dalam negeri mencapai 92.929.422 (Katadata.co.id).

Untuk meningkatkan kapasitas keterwakilan perempuan di kursi parlemen, pemerintah beserta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menentukan bahwa untuk meningkatkan presentasi keterwakilan perempuan di parlemen ditetapkan sebesar 30%. Keterlibatan perempuan dalam berkiprah di dunia politik dari waktu ke waktu terus mengalami presentasi yang meningkat. Salah satu indikatornya adalah tren peningkatan keterwakilan perempuan di badan legislatif, terutama sejak pemilihan umum (Pemilu) pada 1999 hingga Pemilu terakhir pada tahun 2019.

Pada tahun 2019, jumlah Anggota DPR RI perempuan menghasilkan peningkatan presentasi dari periode sebelumnya, walaupun presentasi peningkatan ini belum juga mencapai kuota minimal keterwakilan 30% Perempuan. Presentasi keterwakilan Anggota Perempuan pada tahun 2019 mencapai 20,87%, meningkat dibandingkan dari tahun 2004, 2009, dan 2014 lalu.

Belum tercapainya presentasi 30% keterwakilan perempuan ini tentu disebabkan oleh berbagai macam faktor. Beberapa studi menunjukan kegagalan perempuan menjadi anggota legislatif dikarenakan adanya sistem budaya politik dan sistem rekrutmen oleh partai yang belum menunjukkan keberpihakan kepada calon anggota DPR RI perempuan, dan sistem pemilu proporsional terbuka yang melemahkan calon perempuan ketika akan berjuang mendulang suara (Syahputri, 2014, Purwanti, 2015, Ibrahim, Hasnani & Nanning, 1019).

Dalam negara yang menganut sistem nilai patriarki, seperti Indonesia, kesempatan perempuan untuk menjadi politisi relatif terbatasi karena persepsi masyarakat mengenai pembagian peran antara laki-laki dan perempuan, yang cenderung bias ke arah membatasi peran perempuan pada urusan rumah tangga.

Kurangnya representasi perempuan dalam bidang politik antara lain disebabkan oleh kondisi budaya patriaki yang tidak diimbangi kemudahan akses dalam bantuk tindakan afirmatif bagi perempuan, seperti pemberian kuota. GBHN, dan berbagai instrumen politik dan hukum tidak secara eksplisit menunjukkan diskriminasi terhadap perempuan namun tidak pula memberikan pembelaan dan kemudahan bagi perempuan dalam berbagai bidang, termasuk politik. Undang-Undang Dasar 1945, Bab X, Ayat 27 menyatakan bahwa “Semua warganegara adalah sama di hadapan hukum dan pemerintah,” sedangkan Ayat 28 menjamin “Kebebasan berkumpul dan berserikat, dan kebebasan menyatakan pendapat baik secara lisan maupun tertulis.” Sekalipun demikian, dalam kondisi yang patriaki, perempuan menghadapi beberapa kendala untuk mensejajarkan diri dengan laki-laki dalam berbagai bidang.

Selain itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola seleksi antara laki-laki dan perempuan sebagai anggota legislatif. Faktor pertama, berhubungan dengan konteks budaya yang ada di Indonesia masih sangat kental dengan asas budaya patriarkinya. Persepsi yang masih ada di nalar masyarakat adalah bahwa dunia politik adalah untuk laki-laki, dan tidaklah pantas bagi perempuan untuk terlibat menjadi anggota parlemen. Faktor kedua, berhubungan dengan proses seleksi yang ada dalam partai politik. Seleksi terhadap para kandidat biasanya dilakukan oleh sekelompok kecil pejabat atau pimpinan partai, yang hampir selalu laki-laki. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, di mana kesadaran mengenai kesetaraan gender dan keadilan masih rendah, pemimpin laki-laki dari partai-partai politik mempunyai pengaruh yang tidak proporsional terhadap politik partai, khususnya dalam hal gender. Perempuan tidak memperoleh banyak dukungan dari partai-partai politik karena struktur kepemimpinannya didominasi oleh kaum laki-laki. Ketiga, berhubungan dengan media massa yang berperan penting dalam membangun opini publik mengenai pentingnya representasi keterwakilan perempuan dalam parlemen.

Keempat, sumber daya finansial yang belum optimal. Dalam terjun kedunia politik, kemampuan secara intelektual yang dimiliki oleh para caleg perempuan saja tidak cukup. Karena dalam hal ini perempuan  lemah secara finansial. Sehingga ini perlu didukung oleh partai atau pemerintah. Karena, tidak bisa dipungkiri bahwasanya pemilu yang memiliki indikator berbiaya tinggi di Indonesia.

 

pkv games
bandarqq
dominoqq
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/dominoqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/bandarqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/pkv-games/