Perempuan Harus Melek Politik

Perempuan Harus Melek Politik Sa’diyah El Adawiyah,
(Ilustrasi : KSU/ FIldzah Nur Fadhilah)

Tidak ada alasan lagi bagi perempuan untuk tidak terjun ke dunia politik. Kebijakan affirmative action (Adawiyah, 2018) dengan sistem kuota pertama kali hanya ada dalam pemilu legislatif, di mana UU pemilu  dan UU partai memberikan peluang perempuan masuk di parlemen melalui kebijakan affirmative action 30 persen kuota perempuan di parlemen yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Walaupun hasil yang diperoleh belum maksimal, UU tersebut kembali dimaktubkan ke dalam Undang-Undang penggantinya, yaitu Undang-Undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD, dan DPD (Hubeis, 2016, p. 497). Pasal 53 UU No. 10 tahun 2008 tentang pemilu menyebutkan bahwa ”daftar bakal calon, sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.

Kebijakan afirmatif yang terbaru keluarnya PKPU 10 tahun 2023 pasal 8 ayat 1 huruf c, daftar bakal calon memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap dapil, setiap tiga orang paling sedikti satu orang bakal calon perempuan. Meskipun PKPU nomor 10 tahun 2023 masih menimbulkan masalah karena menghapus diskriminasi dalam mewujudkan kesetaraan perlakuan bagi perempuan. Terlebih keterwakilan perempuan dalam pemilu banyak diatur dalam berbagai produk legislasi.

Keterwakilan perempuan harus sejalan dengan amanat dari Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on The Eliminations of all Forms of Discrimination against Women (Konvensi CEDAW) PBB. Keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen adalah amanat Konstitusi, CEDAW dan juga UU Pemilu. Semua elemen negara, baik KPU maupun Partai Politik, mematuhi setiap upaya unutk mewujudkan keterwakilan perempuan di ranah politik melalui suatu proses pemilu.

Keterwakilan perempuan di parlemen dan partisipasi politik perempuan dalam Pemilu bukan hanya sekedar pelengkap semata. Melainkan keterwakilan perempuan dan partisipasi politik perempuan akan memastikan lahirnya kebijakan-kebijakan yang mendukung, memberdayakan dan berkontribusi dalam perubahan secara nyata dan dirasakan oleh  perempuan. Meskipun ada saja tantangan dan perempuan yang dihadapi perempuan dalam keterlibatan dalam politik yaitu :

1) diskriminasi dan inkonsistensi regulasi terkait pelibatan perempuan di politik;

2) factor social dan kultur masyarakat yang masih mendiskriminasikan perempuan,

3) biaya politik yang tinggi,

4) politik transaksional di pemilu,

5) politik afirmasi keterwakilan perempuan masih dianggap sebagai beban oleh partai politik. Sehingga minimnya kaderisasi, Pendidikan, dan penguatan kapasitas politik yang berkesinambungan,

6) perempuan dianggap kurang kompetitif dibanding caleg laki-laki, dan

7) perempuan masih kesulitan dalam memberikan suara secara sah.

Peran Perempuan

Pentingnya perempuan berada dalam ruang politik praktis yang akan memperjuangkan perempuan melalui komisi-komisi yang ada anggota legislated perempuan untuk menyelesaikan akar permasalahan seputar perempuan, yaitu ekonomi, lingkungan hidup, Pendidikan dan keamanan disamping masalah  lainnya. Peran perempuan dalam pemilu 2024 sangat penting melalui Pendidikan politk, kaderisasi dan rekrutmen dari partai politik untuk mendorong kuantitas dan kualitas representasi perempuan. Membangun tradisi literasi pada masyarakat terutama perempuan.

Tahapan ini perlu dilakukan baik jangka pendek maupun jangka Panjang. Adapun tahapan jangka pendek, melakukan sosialisasi secara masif dengan menambahkan materi substansi pentingnya keterwakilan perempuan di Lembaga legislative melalui seminar, bimbingan teknis, dan pelatihan kepada kelompok-kelompok yang ada di masyarakat, kader perempuan di partai hingga pemilih pemula perempuan.

Sedangkan jangka panjang, menyusun perubahan regulasi pendukung yang diperlukan seperti Undang-undang Partai Politik, Undang-Undang Pemilu, serta peraturan lainnya yang responsive gender. Mengubah budaya politik di kalangan perempuan agar mau terjun dan terlibat dalam proses proses politik seperti menjadi anggota legislative. 

Keterwakilan perempuan di parlemen dan partisipasi politik perempuan merupakan hal penting dalam memastikan hadirnya kebijakan-kebijakan yang mendukung, memberdayakan dan memfasilitasi kebutuhan permpuan di berbagai bidang pembangunan. Berdasarkan data Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR RI Komisi Pemilihan Umum 34,6% calon anggota legislatif perempuan, mengalami peningkatan 37 persen pada Pemilu 2014 dan 40 persen pada pemilu2019.

Daftar Calon Tetap (DCT) anggota legislative yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum diikuti oleh 9.917 calon dengan rincian 6.241 laki-laki dan 3.676 (37.07%) perempuan yang berasal dari 18 partai tersebar di 84 daerah pemilihan  (Dapil) di Indonesia. Adapun daftar calon tetap (DCT) anggota DPR RI pemilu 2024.

Berdasarkan data KPU, yang memenuhi 100% (seratus persen) jumlah kursi ada 18 partai dengan jumlah calon perempuan yang paling banyak di tingkat DPR pada pemilu 2024 yaitu Partai Garuda 236 orang (41,4%)dari total 570 caleg, Partai Bulan Bintang (41,06%), Partai Umat (40,04%), Perindo (39,9%), PSI (38,79%), Hanura (38,56%), PKN (37,71%), PAN (37,24%), PPP (36,9%), PKS (36,72%), Gerindra (26,21%), Partai Buruh (36,21%), Partai Gelora (36,11%), PKB (35,17%), Demokrat (34,83%), Nasdem (34,48%), GOlkar (33,97%), dan PDIP (33,1%), Hampir semua partai sudah melampaui 30% kuota keterwakilan perempuan.

Namun masih ada beberapa partai yang belum memenuhi kuota 30% karena keterwakilan perempuan masih dianggap sebagai beban, dan caleg perempuan dalam masa kampanye tidak mendapatkan pendampingan dari partai sebagaimana pada caleg laki-laki. Hal ini berkaitan dengan budaya patriarki, disamping faktor lainnya.

​KPU mencatat ada 18 parpol yang terdaftar sebagai peserta pemilu serentak 2024. Namun dari 18 parpol peserta pemilu hanya ada 1 parpol yang memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan sesuai UU no 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS bisa memenuhi 30 persen kuota perempuan melalui proses pengkaderan yang tersisrematis dan baik di masyarakat.

Peran perempuan sebagai agent of change dalam pemilu 2024 memberikan pemahamanan masyarakat tentang caleg perempuan dan isu-isu yang berkaitan dengan perempuan, membuat kegiatan dalam Pendidikan politik, melakukan perubahan serta advokasi kebijakan di level makro serta melakukan kolaborasi Bersama pihak terkait.  Peran perempuan lainnya sebagai agent of change melakukan pemetaan calon-calon legislatif, calon presiden maupun wakil presiden dengan penuh kesadaran agar masyarakat dapat menentukan pilihannya dengan benar dan bijak bukan hanya karena kasihan, diberi imbalan atau karena tekanan.

Pentingnya perempuan melek politik. Perempuan jangan sembarang memberikan dukungan pada caleg perempuan. Namun berikan dukungan pada perempuan-perempuan yang potensial memiliki karakter terbuka/responsif dan memiliki gagasan perubahan yang berpihak pada kepentingan mendorong keadilan gender serta pengalaman praktis.

Di samping karakteristik ideal lainnya seperti kapasitas politik, kapasitas social dan kapasitas teknokrasi.  Hal tersebut dapat dicapai melalui pendidikan politik yang berjalan secara berkesinambungan dan kepedulian Lembaga pemerintah pusat, pemerintah daerah serta organisasi sipil dengan isu perempuan. Pada dasarnya perempuan memiliki modal yang sangat kuat dibanding laki-laki yaitu modal sosial ini yang akan menjadi modal politik. 

Modal politik yang memiliki peran ganda, pertama melakukan sosialisasi, menindak pelanggaran pemilu dan Pendidikan pemilih. Kedua, hadirnya perempuan dalam penyelenggaraan pemilu mendorong peningkatan partisipasi perempuan dan mengawal suara perempuan.

Ayo perempuan pilih wakilmu dengan bijak dan benar-benar menyuarakan kepentingan perempuan.

(Tulisan ini dimuat juga pada laman Republika.co.id)