Memperingati Hari Puisi

Memperingati Hari Puisi UMJ

Puisi merupakan sarana komunikasi, tempat penyair meluapkan segala keresahannya dalam berbagai aspek. Selain memiliki sisi estetika, puisi juga bisa menjadi senjata kritik sosial dimana penyair dapat mengungkapkan perasaannya dengan bahasa puitis. Semua tersusun atas kumpulan diksi dan irama yang membangun kekuatan puisi.

Selain itu,  puisi adalah bagian dari warisan budaya kita yang berfungsi sebagai penguatan karakter bangsa. Tak heran jika kita memiliki tanggal khusus untuk memperingati Hari Puisi Nasional. Berikut beberapa fakta tentang sejarah lahirnya Hari Puisi Nasional tersebut.

 

Sejarah Hari Puisi

Penetapan tanggal Hari Puisi Nasional ternyata menyimpan kontroversi. Pasalnya, terdapat dua versi peringatan Hari Puisi di Indonesia.

Versi pertama adalah setiap tanggal 28 April, yang merujuk pada tanggal wafat sastrawan Chairil Anwar pada 28 April 1949. Ini digagas oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi yang bekerjasama dengan Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia.

Versi lainnya adalah setiap tanggal 26 Juli, yang merujuk pada tanggal lahir Chairil Anwar pada 26 Juli 1922. Hal ini pertama kali dideklarasikan pada tanggal 22 November 2012 oleh Sutardji Calzoum Bachri, selaku Presiden Sastrawan Indonesia, yang didampingi oleh 40 sastrawan se-Indonesia di Anjungan Idrus Tintin, Pekanbaru, Riau.

Walaupun terdapat dua versi,  keduanya sama-sama merujuk ketokohan Chairil Anwar sebagai sastrawan legendaris yang paling dihormati di Indonesia. Setiap tahun, dua tanggal tersebut menjadi momentum perayaan puisi bagi para penyair dan penikmat puisi dengan beragam kegiatan di seluruh Indonesia.

Jika Hari Puisi Nasional diperingati dengan tujuan untuk mengenang wafatnya sastrawan Indonesia Chairil Anwar, ada juga Hari Puisi Sedunia yang rutin dirayakan untuk memperingati puisi sebagai salah satu ekspresi dan identitas budaya.

Penetapan tanggal Hari Puisi Sedunia juga memiliki kontroversi serupa. UNESCO menetapkan Hari Puisi Sedunia jatuh pada tanggal 21 Maret. Tanggal itu tidak sama dengan tanggal yang ditetapkan kebanyakan negara-negara Eropa, yaitu tanggal 15 Oktober, berdasarkan tanggal lahir Publius Vergilius Maro atau yang biasa dikenal dengan Virgil, penulis puisi terbesar sastra Latin pada masa Romawi kuno yang lahir pada tanggal 15 Oktober 70 SM di Andes, dekat Mantua Italia.

Mengenang Sosok Chairil Anwar

Mengutip dari situs resmi Ensiklopedia Sastra Indonesia Kemendikbud, Chairil Anwar lahir tanggal tanggal 22 Juli 1922 di Medan, Sumatera Utara. Setelah menamatkan pendidikan dasarnya di HIS Medan, ia meneruskan sekolah tingkat MULO di Medan atau setingkat SLTP. Hanya sampai kelas satu, Chairil pindah ke MULO di Jakarta.

Sejak masih duduk di bangku sekolah MULO, Chairil Anwar merupakan anak yang senang membaca buku. Bahkan, buku-buku yang dibacanya adalah setingkat HBS. Sayangnya, saat sekolah di MULO Jakarta, Chairil Anwar hanya dapat duduk sampai bangku kelas dua.

Chairil Anwar tetap belajar sendiri (autodidak) dengan giat belajar bahasa Belanda, bahasa Inggris, dan bahasa Jerman. Sehingga bisa membaca dan mempelajari karya sastra yang ditulis dalam bahasa-bahasa asing tersebut,” tulisnya.

Melalui penuturan Hapsah, mantan istri Chairil, keseharian Chairil hanyalah membaca buku, mempelajari sajak penyair luar negeri, dan mengartikan sajak asing.

“Jika Chairil Anwar berada di rumah, tidak ada lain yang diperbuatnya kecuali membaca, sampai di meja makan pun ia membawa buku, menyuap nasi sambil membaca. Di tempat tidur juga begitu, ia selalu membaca sajak-sajak dan berusaha memberikan pengertian,” ungkap Hapsah.

Pengalaman menulis Chairil dimulai pada tahun 1942 melalui ciptaan puisi pertamanya berjudul “Nisan”. Dia menulis sampai dengan akhir hayatnya. Di mana pada tahun 1949, Chairil menghasilkan enam buah sajak.

Kiprah Chairil Anwar dalam mewarnai dunia Sastra juga menuliskan beberapa puisi terkenalnya. Misalnya Puisi bertema perjuangan berjudul, Aku, Karawang-Bekasi, dan Diponegoro.

Melalui karyanya tersebut, Chairil Anwar menggambarkan bagaimana perjuangan negara Indonesia untuk merdeka. Bukan hanya itu, Chairil Anwar juga menuliskan beberapa puisi dengann tema percintaan dan renungan. Beberapa yang terkenal diantaranya, Senja di Pelabuhan kecil, Doa, dan Selamat Tinggal.

Sejarah mencatat bahwa, Chairil Anwar merupakan tokoh penyair terkemuka Indonesia. Dia terkenal dengan gagasan puisinya yang mendobrak. Puisi “Aku”, yang ditulis tahun 1943, dimuat di majalah Timur pada 1945, dianggap sebagai puisi yang sangat besar pengaruhnya pada Angkatan 45.

“Sebagai orang yang pertama-tama merintis jalan dan membentuk aliran baru dalam kesusastraan Indonesia, ia dapat dikatakan orang yang terbesar pengaruhnya dari Angkatan 45,” tulis Artati Sudirdjo seperti dikutip H.B. Jassin dalam Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 (1956).

Dalam memperingati Hari Puisi Nasional biasanya para penyair ataupun penyiar baik dari generasi Millenial (Y) hingga generasi Zilenial (Z) di seluruh Indonesia memeriahkannya dengan menciptakan bait-bait puisi baru ataupun dijadikan sebagai musikalisasi Puisi.

Chairil Anwar merupakan pelopor sastra angkatan 45 dan penyair yang karya-karyanya beraliran eksistensialisme hingga dijuluki sebagai si ‘Binatang Jalang’. Ia sudah menciptakan 96 karya, dimana 70 di antaranya adalah puisi.

Chairil Anwar juga dikenal sebagai peletak dasar atau pembaharu dari puisi Indonesia modern, karena dedikasinya di bidang sastra, terutama puisi, peringatan hari wafatnya dijadikan sebagai Hari Puisi Nasional.

Siapa pun boleh mengenang kematian Chairil Anwar dengan cara menuliskan kutipan-kutipan puisinya. Siapapun sah-sah saja menjadi seorang penyair untuk merayakan Hari Puisi Nasional dimana pun, termasuk di jagat maya.


Persembahan di Hari Puisi

Dalam rangka merayakan Hari Puisi Nasional, mari ciptakan puisi bertajuk apa saja untuk mengenang sosok pelopor sastra Chairil Anwar.

Kali ini kita simak puisi berjudul “Belenggu Nestapa” karya Kholifatul Husna yang sengaja ditulisnya untuk memeriahkan semarak Hari Puisi Nasional dengan menuangkan rasa hati, pikiran, dan tenaga dalam alunan bait puisi.

 

Belenggu Nestapa

 

Hujan dan aku gemercik rindu sang ina adalah rintihanku

Sebuah imajinasi itu lah aku

Sang ina gemerlap melukiskan sama dengan nirwana

 

Langit mengeluh rindu pada sang empunya

Apalah arti nestapa ku?

Yang menafikkan diri pada nirmala kehidupanmu

 

Tak apa redam hati asal tidak dengan pikiran

Persistensi ku menyala indah serta tajam

Menembus cakrawala angin yang terpejam

 

Sekali lagi!

Tuhan ku dan Tuhan mu yang menerangi dunia kegelapan

Bahwa tak ada satu pun sampena yang nista di atas nirwana

 

Kau dan aku belenggu api rahasia sang pitarah dengan hantaman ego yang membara

Dan persetan apa lagi yang akan kau lakukan?

Bahwa terangnya matahari tidak akan pernah menyatu dengan terangnya bulan

 

Pada akhirnya, Hari Puisi Nasional menjadi milik siapa saja bangsa Indonesia. Terrmasuk juga bangsa-bangsa lain di dunia, baik penyair, pemerhati puisi, maupun penikmat puisi yang akan terus mempelajari, menulis, merawat, dan mengembangkan puisi. (*)

pkv games
bandarqq
dominoqq
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/dominoqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/bandarqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/pkv-games/