Figur Pendakwah Pilihan Milenial

Opini Muhammad Choirin - Dakwah Milenial
(Ilustrasi : KSU/ FIldzah Nur Fadhilah)

Berbagai persoalan kehidupan objek dakwah yang ada, baik segmen dakwah kota ataupun desa sangatlah beragam. Tidak persoalan orang dewasa, namun juga menimpa anak-anak, remaja yang menjadi penerus dan pemimpin masa depan.

Persentase Muslim di Indonesia sebesar 87,18%  dibandingkan keseluruhan penduduk atau lebih dari 207 juta jiwa. Jumlah tersebut  didominasi oleh generasi milenial yang terkoneksi digital. Hari ini, interaksi agama dan dunia siber (digital) praktis tak terhindarkan. Di era siber ini, Yasraf Amir Piliang (2011) menyebut terjadinya adanya perubahan ritual keagamaan. Menurutnya, cyberspace menawarkan cara baru dalam menampung fungsi, peran, dan aktivitas ritual keagamaan. Secara lebih jauh, Jeff Zaleski (1999) menyebut bahwa cyberspace menawarkan satu cara pandang sebagai suatu arena bebas dengan banyak corak, yang tidak selalu positif. Oleh karenanya, harus ada penyeimbang agar cyberspace tidak berwajah tunggal, wajah yang bengis. Kehadiran ajaran agama di dunia maya adalah satu usaha untuk menyeimbangkan cyberspace. Dalam konteks inilah, pendakwah harus hadir dengan membawa nilai dan ajaran keutamaan di dunia maya sebagai manifestasi dakwah.

Wajah Generasi Milenial Indonesia

We Are Social (2023) merilis data tentang sejauhmana interaksi masyarakat Indonesia terhadap dunia internet. Dilaporkan bahwa sebanyak 212 juta penduduk Indonesia mengakses internet, atau sekitar 70 % dari jumlah populasi dengan lama penggunaan selama 7.48 jam perhari. Secara lebih spesifik pada penggunaan media sosial sebanyak 167 juta (60.4 %) dengan durasi penggunaan selama 3.18 jam perhari. Yang lebih menarik bahwa alasan yang dikemukakan oleh pengguna internet adalah mereka menggunakan internet untuk mencari informasi, ide dan gagasan dan atau sekedar berinteraksi dengan teman atau keluarga. Secara lebih detail dapat dipaparkan pada gambar berikut ini:

William H. Frey dalam bukunya yang berjudul “Analysis of Census Bureau Population Estimates”, Generasi Millenial merupakan generasi yang lahir pada 1981 – 1996. Sedangkan Generasi Z merupakan generasi yang lahir pada 1997 – 2012. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020, penduduk Indonesia didominasi oleh Generasi Z yang jumlahnya mencapai 27.94% populasi Indonesia atau 75,49 juta jiwa. Diikuti oleh Generasi Milenial sebanyak 25.87% atau 69,90 juta jiwa.

Alvara Reseach Center (2022) merilis beberapa karakter dari kaum milenial; antara lain: a). kecanduan internet dimana dalam sehari rata-rata generasi millennial bisa menggunakan internet dengan durasi lebih dari tujuh jam. b). loyalitas rendah dimana saat ada sesuatu yang lebih baik dari apa yang ia tekuni, mereka dengan mudah akan berpaling pada hal yang baru tersebut. c). connected to the digital yang membuat mereka sangat merasa perlu untuk terkoneksi dengan lingkungan sekitar dan d). mereka lebih tertarik dengan digital marketing dan juga tayangan termasuk iklan yang berbasis video atau internet. Pada tahun 2021, Vice Coach merilis 5 (lima) kesalahanfahaman terhadap generasi milenial. Dalam penjelasannya selanjutnya, dijelaskan pula cara pandang yang betul untuk memahami generasi milenail. Secara lebih jeas dapat dlihat dalam paparan berikut:

Sebagai upaya untuk menghadirkan efektivitas dakwah, para pendakwah untuk memperbaiki cara pandang mereka terhadap generasi milenial dan menetapkan pola komunikasi yang efektif agar mereka dapat menerima nilai Islam dengan baik dan bahkan mengkomunikasikannya kepada dunia mereka yang tidak dapat diakses oleh para pendakwah.

Preferensi Kaum Milenial terhadap Pendakwah

Asep S. Muhtadi (2020), menyebut media digital adalah alternatif yang tidak dapat ditawar. Bahkan merupakan pilihan dominan generasi yang lahir di atas tahun 1990. Generasi ini menurut banyak pihak merupakan kelompok terbesar yang menempati populasi penduduk Indonesia. Selain karena jumlahnya sangat banyak, kelompok remaja merupakan generasi potensial yang akan mejadi pelopor, pelanjut dan penyempurna  risalah Islam.

Dalam makalah yang diterbutkan oleh Jurnal Afkaruna, Choirin menyebut 3 (tiga) perspektif generasi milenial Indonesia terhadap para pendakwah yang meliputi; pengetahuan, penyampaian dan penampilan. Choirin (2023). Ia menegaskan bahwa kesalehan, pengetahuan dan penampilan dai sangat berpengaruh pada penerimaan milenail terhadap dakwah. Secara lebih praktis, berikut disajikan beberapa peferensi generasi milenial terhadap figur dan sosok pendakwah:

  • Pendakwah Anti Hoaks

Generasi millennial lebih bijak dalam menggunakan media sosial, terutama dalam menghadapi hoax. (Indonesia millennial Report 2019) Dengan demikian, pendakwah perlu berhati-hati dalam menyampaikan dakwah. Sekali pendakwah keliru atau mis-informasi memberikan materi dakwah tentunya hal tersebut akan berdampak pada hilangnya kepercayaan millennial terhadap Pendakwah.

  • Tidak Berpolitik Praktis

Sifat cuek dengan politik dari generasi millennial harus disiasati oleh Pendakwah untuk tidak berdakwah dengan materi berkaitan dengan politik dan menunjukkan afiliasi politik tertentu dalam melakukan pendekatan awal ke millennial. Dakwah terkait politik Islam sebaiknya dilakukan saat jamaah telah loyal dengan pendakwah.

  • Pesan Dakwah yang Singkat, Padas dan Jelas.

Millennial memiliki sifat multitasking dan menyukai digital marketing. Artinya perilaku ini membuat millennial terbiasa melakukan dua hingga tiga pekerjaan sekaligus. Hal ini mengharuskan pendakwah harus memiliki penyampaian yang singkat, padat, dan jelas dalam pendekatan awal ke generasi millennial agar mampu menarik fokus dari generasi millennial.

  • Knowledge Basic

Tingkat Pendidikan millennial lebih baik dibandingkan dengan generasi sebelumnya (BPS). Hal ini mengharuskan dai mampu adaptif menghadapi generasi milenial yang terpelajar.. Materi dakwah selain berbasis Al-Quran dan Sunnah, juga harus dibawakan secara saintifik. Materi dakwah dapat disesuaikan dengan ilmu ekonomi, geografi, astronomi, psikologi, dan sebagainya.

  • Konsistensi

Millennial memiliki sifat loyal yang rendah, sehingga akan berpaling jika terdapat hal yang menurutnya lebih menarik. Oleh karena itu, pendakwah harus mampu secara konsisten menyampaikan materi dengan baik serta konsisten antara ucapan dan tindakan (walk the talk) Tindakan yang inkonsisten akan menyebabkan citra pendakwah akan buruk sehingga ucapan sebaik apapun akan sulit didengarkan oleh generasi millenial. Bahkan inkonsistensi dapat mengarah pada stigma buruk kepada seluruh pendakwah di Indonesia

Penggunaan media digital yang disukai oleh generasi millennial pada saat ini telah banyak digunakan, namun seorang pendakwah juga harus pandai memanfaatkan media penyampaian yang kekinian dan menarik, misalnya dengan motion graphic, tiktok atau komik. Kesamaan sudut pandang dan pengalaman dalam penyampaian dakwah membuat generasi millennial merasa empati. Dengan demikian materi yang disampaikan harus relevan dengan mengangkat contoh-contoh yang sedang menjadi trending topic dan mudah diterima logika membuat materi lebih disukai. Para pendakwah masa kini tidak mengikuti perkembangan zaman dan arus digital, maka berpotensi untuk ditinggalkan jamaahnya.

Di atas semua itu, pendakwah harus meyakini bahwa hidayah adalah prerogarif Allah yang akan diberikan kepada siapa yang Ia kehendaki. Dengan demikian, upaya memperbaiki persepsi, pendekatan dan pola komunikasi kepada generasi milenail, tidak menanggalkan aspek spiritual dan keyakinan yang kokoh kepada Allah SWT.

(Tulisan ini dimuat juga di Majalah Tabligh edisi 8-2023)

pkv games
bandarqq
dominoqq
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/dominoqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/bandarqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/pkv-games/