Agar Tidak Paradoks

(Ilustrasi : KSU/Fachrul Rozi)

Dua permohonan paling utama di bulan Ramadan kepada Allah adalah rahmat (kasih sayang) dan maghfirah (ampunan). Dua hal tersebut menjadi yang paling utama. Kasih sayang menyemai cinta dan kedamaian. Pengampunan melahirkan harapan baru dan lembaran prestasi baru serta mengubur kesalahan dan khilaf.

Allah memberikan keduanya bagi hamba-hambaNya yang menunaikan puasa dengan sepenuh iman dan kepasrahan (imanan wahtisaban).

Namun, mari membayangkan jika orang-orang yang memohon rahmat dan maghfirah ini melakukan sebaliknya, maka akan terjadi paradoks. Seseorang memohon kasih sayang dan cinta kepada Allah, namun hatinya keras dan sulit menyayangi orang lain. Lantas bagaimana Allah akan kabulkan permintaannya? Seseorang memohon ampunan dan maghfirah kepada Allah, namun ia sangat sulit memaafkan saudaranya dan bahkan menyimpan dendam dan dengki. Lantas bagaimana Allah akan kabulkan permintaannya?

Maka untuk meraih rahmat dan maghfirah Allah, terlebih dahulu diri kita perlu melembutkan hati. Kelembutan tersebut bisa dilatih dengan sering berdzikir, membaca al-Quran dan mendoakan orang lain sebagai latihan internal. Kemudian ditambah dengan menyantuni yatim, fakir miskin dan berbuat baik kepada kerabat, sebagai tindakan eksternal. Kepekaan akan muncul dalam hati dan diiringi kelembutan, sehingga Allah akan mudahkan dalam berbuat ihsan (kebaikan) kepada orang tua dan para guru.

Jiwa-jiwa dan hati yang lembut akan mudah terketuk kebaikan. Karena itu ia sudah pasti akan menunaikan zakat, menyedekahkan sebagian hartanya. Bahkan, Allah menggunakan frasa pinjaman yang baik (qardhan hasanan) seperti dituturkan dalam Surah Al-Baqarah: 245, Al-Maidah: 12, Al-Hadid 11, 18, At-Taghabun: 17 dan Al-Muzammil: 20, untuk memancing hati-hati yang lembut ini agar tak bosan berkontribusi dalam berbagai macam kebaikan. Karena ia terlatih untuk berbagi dan berbagi lagi (to share and give more).

Hati yang lembut juga akan sangat mudah memaafkan. Yusuf mengajarkan bagaimana menjadi pemenang sejati dengan memaafkan. Saudara-saudaranya yang dulu membuangnya ke dalam sumur. Ia telah memaafkannya, saat mereka berdiri di hadapannya memohon bantuannya. Bahkan, mereka sama sekali tak menyadari dan tak mengenalnya. Ketika ia diangkat menjadi perdana menteri atau raja muda di Mesir, Allah menuturkan akhlaknya yang mulia.

”Wahai ayahku, inilah ta’bir mimpiku yang dulu. Sesungguhnya Tuhan telah menjadikannya kenyataan. Dan sesunggunya Tuhan telah berbuat baik padaku, ketika Dia membebaskanku dari penjara dan ketika membawa kalian dari gurun pasir setelah setan merusak hubungan antara aku dan saudara-saudaraku” (Surah Yusuf: 100)

Sungguh lembut hati dan perasaannya. Beliau tak mengatakan “idz akhrajani minal jubb” (ketika mengeluarkanku dari sumur) tapi yang beliau sebutkan adalah “idz akhrajani minassijni” (ketika membebaskanku dari penjara). Padahal kesalahan saudaranya sangatlah besar, tapi beliau tak sedikitpun menyimpan dendam, bahkan untuk sekedar menyebut perbuatan jahat itu sekali-kali beliau sangat menghindarinya.

Hati yang lembut terlatih untuk memaafkan, maka ia pun laik mendapatkan ampunan dan rahmat Allah serta menjadi pemenang yang sesungguhnya. Saat Ramadan usai, ia pun menjadi pribadi utama dan unggul dengan al-Quran, mendapatkan asupan cinta dan ampunan yang luar biasa dari Sang Maha Cinta. Ia dimuliakan Allah sebagaimana Allah memuliakan Lailatu Qadar. Kedamaian mengiringinya hingga terbit fajar. Hidupnya dipenuhi kontribusi untuk sesamanya di siang hari, dan di malam harinya ia bercengkrama dengan Tuhannya dengan membasahi lisannya melalui ayat-ayat al-Quran dan sujud panjangnya.

Jiwa-jiwa yang tenang dan lembut sambutlah kemenangan dengan cinta dan pengampunan.

pkv games
bandarqq
dominoqq
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/dominoqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/bandarqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/pkv-games/