Politik Luar Negeri Pro Rakyat untuk Perlindungan WNI di Luar Negeri

Oleh :
Asep Setiawan

Politik Luar Negeri Indonesia Pro Rakyat yang menjadi visi dari Presiden Joko Widodo pada tahun 2014 diwujudkan untuk menghadirkan negara baik di dalam maupun luar negeri. Implementasi dari Politik Luar Negeri (Polugri) pro rakyat ini tampak dalam program untuk melindungi WNI di luar negeri termasuk para pekerja migran. Sejumlah perangkat untuk perlindungan WNI ini diperkuat dan pelayanannya ditingkatkan sejak di dalam negeri Indonesia.

Demikian sebagian pandangan dalam diskusi buku Politik Luar Negeri Indonesia Pro Rakyat era Joko Widodo karya Dr. Asep Setiawan, MA., Dr. Endang Sulastri dan Drs. Sumarno, M.Si pada Senin (27/6). Hadir dalam diskusi virtual ini Rektor Universitas Muhammadiyah Dr. Ma’mun Murod, M.Si., Dubes RI untuk Singapura, Suryo Pratomo, Kaprodi Ilmu Politik FISIP UMJ Dr. Usni dan moderator Ali Noer Zaman dari Prodi Ilmu Politik FISIP UMJ.

Asep Setiawan menjelaskan bahwa Politik Luar Negeri dengan mengambil fokus kepada isu kerakyatan merupakan salah satu refleksi dari Presiden Joko Widodo. Dengan visi misi yang diangkat menghadirkan negara dalam keadaan apapun di dalam dan luar negeri maka muncul perspektif kerakyatan dalam formulasi dan implementasi politik luar negeri.

Menurut Asep, ini menjadi prioritas politik luar negeri Indonesia untuk melayani dan melindungi seluruh WNI di luar negeri dengan cara pencegahan, deteksi dini dan perlindungan secara cepat dan tepat.

Sementara itu jumlah WNI di luar negeri yang diperkirakan sekitar tiga juta yang terdaftar, jumlahnya kemungkinan tiga kali lipat menjadi sekitar sembilan juta orang. Perlindungan WNI sebagai wujud Polugri RI yang pro rakyat juga dilakukan antara lain dalam repatriasi pekerja migran yang bermasalah, perjalanan haji umrah, perdagangan manusia dan juga penyanderaan awak kapal.

Rektor UMJ Dr. Mamun Murod, M.Si menanggapi buku ini dengan mengatakan buku merupakan hasil riset serius karena mendapatkan dana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Studi ini menarik karena yang dilakukan dalam penelitian ini turun ke lapangan sampai ke Johor dan Kuala Lumpur dimana Malaysia paling banyak menyerap tenaga kerja Indonesia. Namun dari temuan di Malaysia bahkan setingkat Universitas di Malaysia juga menggunakan pekerja ilegal asal Indonesia yang perlu diperhatikan pemerintah Indonesia.

Selain masalah perlindungan pekerja Indonesia, Dr. Ma’mun juga menyentuh kebijakan luar negeri Jokowi seperti keberanian datang ke Afghanistan yang merupakan daerah konflik. Kemudian yang baru adalah rencana Jokowi hadir di Ukraina kemudian ke Rusia yang juga merupakan daerah konflik. Ini tidak lepas dari politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif yang tidak terkungkung blok Barat dan Timur.

Sementara itu Duta Besar Indonesia untuk Singapura Suryo Pratomo dalam menanggapi buku ini menjelaskan, perlindungan WNI di luar negeri bagian perhatian Presiden Joko Widodo yang perlu dilakukan perwakilan di luar negeri. Arah kebijakan luar negeri pada masa Presiden Joko Widodo juga menekankan agar 80 persen dari kegiatan diarahkan kepada hal yang memberikan manfaat yang lebih besar bagi kegiatan ekonomi dalam bentuk investasi ke Indonesia dan ekspor.

Dalam tanggapannya, Dubes Suryo Pratomo juga menjelaskan bagaimana pelayanan Kedutaan Besar RI di Singapura. Kondisi pekerja migran di Singapura jumlahnya sekitar 250.000 orang. Dari angka ini 127.000 merupakan pembantu rumah tangga dan hampir 20 ribu orang pekerja profesional. Kasus pekerja migran di Singapura sebelum COVID-19 rata-rata sampai 1700 pertahun. Setelah COVID-19 mulai 2020 sampai sekarang rata-rata mencapai 700 kasus. Kasus yang mendapatkan perhatian mulai dari kasus umum seperti tempat tinggal sampai dengan hubungan kerja dan kasus hukum.

Sementara itu menanggapi mengenai perlindungan pekerja migran di luar negeri yang merupakan bagian dari tugas pemerintah Indonesia, Ketua Bidang Luar Negeri Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) dan Kepala Biro Kantor Berita Antara di New York 1993-1998, Aat Surya Safaat menyatakan perlindungan itu sudah bagus dari dulu dan lebih bagus karena sekarang dilakukan melalui ranah digital.

Menurut Aat, di beberapa negara yang tidak banyak kegiatan ekonominya para diplomat disebutnya seperti cuti panjang dibayar dengan dollar. Hal itu menimbulkan keprihatinan, katanya karena mereka aktif kalau ada Menteri atau anggota DPR datang. Oleh sebab itu perlu dibangkitkan oleh Kementerian Luar Negeri mengenai pentingnya diplomasi ekonomi bagi kalangan diplomat Indonesia di negara-negara tertentu.

Menanggapi buku Politik Luar Negeri Indonesia Pro Rakyat era Joko Widodo karya Asep Setiawan, Endang Sulastri dan Sumarno, dosen Universitas Gadjah Mada Siti Mutiah Setiawati tidak ada hal yang baru karena sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga telah diperhatikan. Bahkan Siti yang menyatakan menjadi anggota Satgas WNI yang terancam hukuman mati,  layanan perlindungan WNI sudah berjalan dengan baik sejak era SBY. (AS)

pkv games
bandarqq
dominoqq
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/dominoqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/bandarqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/pkv-games/