Untuk mengawali tulisan ini, kita perlu menilik sejarah seorang Pablo Escobar, satu nama yang tidak luput dari ingatan ketika membahas tentang persoalan narkoba. Ia merupakan gembong dan mafia narkoba paling berpengaruh di Kolombia. Dilansir dari tirto.id (dalam artikel: 5 Film Pablo Escobar, “Raja” Narkoba Kolombia, terbit 24 Mei 2022), pada puncak kariernya ia berhasil meraup pendapatan pribadi mencapai US $21,9 miliar dalam kurun waktu satu tahun. Hal itu ia dapatkan dari penyelundupan narkoba ke Amerika Serikat. Kehidupan sang gembong dan mafia narkoba itu diangkat ke layar televisi melalui serial “Narcos” yang ditayangkan via kanal Netflix. Serial tersebut memperlihatkan bahwa persoalan narkoba bukan hanya tentang obat-obatan terlarang saja. Narkoba menjelma dalam berbagai diskursus seperti politik, ekonomi, maupun kesehatan. Masyarakat Indonesia harus mengerti bagaimana dampak narkoba terhadap kehidupan sosial-masyarakat sebuah bangsa.
Minggu, 26 Juni menjadi hari peringatan anti narkoba internasional, penetapan tersebut dimulai pada 7 Desember 1987 oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). Sekitar tahun 1820, China lebih dulu merasakan dampak penggunaan narkoba yang membuat rakyatnya mengalami ketergantungan dan menghabiskan kekayaan negara. Hal itu mempertegas selain terhadap kesehatan, narkoba juga memiliki dampak kepada kehidupan sosial-masyarakat suatu bangsa. Peringatan hari anti narkoba internasional tahun ini mengusung tema “Mengatasi tantangan narkoba dalam krisis kesehatan dan kemanusiaan” (Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia).
Tema yang diusung kali ini sangat menarik, dilansir dari antaranews.com (dalam BNN: Prevalensi Pengguna Narkoba di 2021 meningkat jadi 3,66 Juta Jiwa, terbit 10 Februari 2022), jumlah pengguna narkoba di Indonesia meningkat 1,95% atau sekitar 3,66 juta jiwa. Sementara itu, 27% pengguna narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Narkoba menjadi momok yang menakutkan bagi sebuah bangsa dalam menghadapi tantangan krisis kesehatan dan kemanusiaan. Terlebih lagi, narkoba lebih banyak menyasar kepada kalangan anak muda. Anak muda di representatifkan sebagai usia produktif yang notabenenya sebagai generasi penerus bangsa. Jika di usia muda hanya berkutat dalam jeratan penggunaan narkoba, anak muda kehilangan potensinya menjadi generasi penerus bangsa. Kita semua sadar seberapa besar narkoba membumi hanguskan potensi anak muda untuk mengukir prestasi-prestasi.
Lingkungan pendidikan merupakan salah satu tempat pembentukan karakter dan pengembangan potensi diri. Maka dari itu, Institusi pendidikan harus menjadi garda terdepan untuk menghindari anak muda dari jeratan narkoba. Salah satu lingkungan pendidikan ialah kampus, yang dituntut untuk memberikan pembentukan dan penguatan karakter bagi mahasiswanya. Tidak hanya itu, pengembangan potensi mahasiswa harus ada di dalam Tri ataupun Catur Dharma Perguruan Tinggi. Kampus, mempunyai kesempatan untuk melahirkan generasi penerus bangsa yang berkarakter dengan potensi akademik dan non akademik. Nantinya, masyarakat tidak lagi menganggap narkoba hanya persoalan obat-obatan terlarang. Tetapi, narkoba juga dapat merusak generasi penerus bangsa.
Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) sebagai institusi pendidikan memiliki visi “Menjadi Universitas, Terkemuka, Modern, dan Islami”. UMJ tentunya mempunyai harapan mencetak mahasiswa-mahasiswa yang berkualitas secara akademik dan non-akademik tanpa narkoba. Harapan itu tentu dibarengi dengan usaha yang nyata, sebagai kampus Islami dengan menerapkan nilai-nilai keagamaan dalam kurikulum untuk memperkuat karakter mahasiswa. UMJ berupaya membentuk karakter mahasiswa melalui pendekatan keagamaan, pengejawantahan tersebut terlihat dalam proses pembelajarannya, UMJ mempunyai pendidikan Al-Islam Kemuhammadiyahan (AIK) sebagai pembentukan karakter mahasiswa.
