Pendidikan Integral yang Membebaskan ala Muhammadiyah

Pendidikan ala Muhammadiyah
Sejarah menorehkan kisah tentang Ahmad Dahlan, seorang pemuda dari desa Kauman, Yogyakarta, yang sepak terjangnya telah melahirkan sebuah gerakan besar. Walau saat ini jasadnya tak lagi di bumi, tapi tapak tilas pemikiran, ilmu, dan dakwahnya masih tercetak jelas, pendidikan integral warisan beliau yang membebaskan disebut pendidikan ala Muhammadiyah.

KH. Ahmad Dahlan, lebih dari satu abad lalu memulai gerakannya melawan kondisi sosial keagamaan masyarakat di sekitarnya. Mental masyarakat yang fatalistik berujung pada perbuatan mistis dan supranatural dianggap Dahlan sebagai salah satu akibat dari kurangnya ilmu pengetahuan. Perilaku TBC atau ‘Takhayul, Bid’ah, dan Khurafat’ yang lekat dengan masyarakat saat itu cukup menggelisahkan Dahlan.

Kunci atas permasalahan saat itu adalah pendidikan. Masyarakat tidak memiliki ilmu pengetahuan yang cukup untuk menghadapi berbagai hal. Tidak hanya kehidupannya sebagai individu yang berdampingan dengan alam, tapi juga sebagai makhluk sosial yang berdampingan dengan manusia lainnya.

Manusia ditugaskan menjadi khalifah di muka bumi. Untuk menjalankan tugasnya dengan baik dan amanah, manusia memerlukan sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat penunjang yakni ilmu pengetahuan. Sebagai khalifah, manusia harus menguasai alam semesta dengan cara mengenali, mengetahui, dan memahami. Apabila tidak memiliki ilmu untuk menguasai, maka akan kalah dengan kondisi.

Masyarakat pada saat itu kalah atas lingkungan sekitar, atas kolonialisme dan atas kondisi alam. Karena mereka tidak memahami tentang lautan, maka jika terjadi ombak besar yang mereka lakukan adalah menghanyutkan setumpuk buah-buahan bahkan hewan ternak sebagai sesajen penolak bahaya. Perilaku sejenis terus terjadi dan akhirnya membudaya. Untuk mengubah semua ini perlu ada upaya mentransfer ilmu pengetahuan melalui pendidikan.

Ahmad Dahlan melakukan rekonstruksi terhadap perilaku masyarakat yang menyimpang tersebut. Tahun 1910 menandai kiprah awal Ahmad Dahlan dalam membangun lembaga pendidikan yang mengkombinasikan pengajaran ilmu agama dengan ilmu umum. Model pendidikan integral ini yang kemudian ditentang oleh masyarakat yang sangat membenci kolonialisme dan memiliki pemikiran keislaman yang konservatif.

Pendidikan yang diterapkan Ahmad Dahlan berupa pendidikan integral yang tidak hanya mencakup pendidikan agama tapi juga penguasaan pengetahuan umum. Segala bentuk yang datang dari Barat tidak serta-merta dianggap sebagai hal yang buruk. Justru Ahmad Dahlan melihat sisi lain dari kemajuan Barat yang diraih lewat ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan di Barat justru menjadi rujukan bagi Ahmad Dahlan untuk melakukan rekonstruksi kondisi sosial-keagamaan masyarakat pada saat itu.

Metode yang digunakan adalah metode pedidikan integral salah satunya belajar kontekstual. Hal tersebut sering diungkapkan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah dalaam berbagai kesempatan, yaitu tentang 3 prinsip yang diperlukan dalam mengamalkan ajaran agama Islam dan nilai-nilai Kemuhammadiyahan. Ketiga prinsip tersebut adalah bayani, irfani dan burhani, yang berarti selalu merujuk pada teks dan kontekstual. Dalam hal pendidikan, pembelajaran merujuk pada teori ilmu pengetahuan dengan kemampuan literasi dan sesuai konteks, sehingga pembelajar dapat dengan jelas mengetahui apa yang dipelajari. Kerap diceritakan Ahmad Dahlan menerapkan metode pendidikan kontekstual dengan mengajarkan muridnya mengamalkan makna Al-qur’an Surat Al-Ma’un.

Metode kedua adalah metode amal ilmiah. Para pembelajar diajarkan untuk menggunakan ilmu ketika beramal atau melakukan suatu kebaikan. Metode ini juga bisa digunakan oleh pembelajar untuk memecahkan masalah yang dihadapi menggunakan teks yang dipelajari. Prinsip pendidikan yang kontekstual diwujudkan dengan metode amal ilmiah.
Metode ketiga adalah dialog. Ahmad Dahlan sebagai seorang guru tidak menjadi sosok yang dominan dalam proses belajar. Hal tersebut dilakukannya agar para pembelajar dapat mengasah kemampuan berpikir dan akan menumbuhkan daya kritis. Seringkali Ahmad Dahlan mengajak para murid pembelajarnya untuk mencari bahan belajar. 

Menurut Ahmad Dahlan landasan dari pendidikan adalah kesalehan, penguasaan keilmuan (alim), dan pengabdian (amal). Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dilandasi dengan kesalehan, dan ketika telah memperoleh penguasaan keilmuan maka ilmu harus diamalkan dengan bekerja atau pengabdian, sehingga manfaat dari ilmu yang diperoleh dapat dirasakan tidak hanya untuk diri sendiri tapi untuk umat.

Ahmad Dahlan meletakkan kesalehan sebagai landasan pendidikan karena pengetahuan keagamaan yang kuat, yang diimbangi dengan penguasaan ilmu pengetahuan, akan menjadi kombinasi luar biasa dalam kehidupan vertikal (habluminallah) dan horizontal (habluminannas). Banyak manusia yang ‘blunder’ dalam menyikapi kondisi kekinian. Hal tersebut disebabkan kurangnya kemampuan dalam membaca teks sesuai konteks.

Muhammadiyah berupaya mewujudkan pemikiran dan cita-cita Ahmad Dahlan. Melalui pendidikan, Muhammadiyah mencoba untuk menjalankan misi kenabian yang disebut Kuntowijoyo sebagai ilmu profetik.

Pertama, menyelenggarakan pembebasan. Muhammadiyah berupaya memerdekakan umat dari ketertindasan ekonomi, sosial dan politik melalui pendidikan. Bahkan upaya itu dilakukan dengan berjuang bersama dengan umat untuk merebut kemerdekaan dari kolonialisme.

Kedua, misi humanisasi yakni memanusiakan manusia. Pendidikan sejatinya adalah untuk menjadikan manusia sebagaimana manusia semestinya. Bukan sekadar kuantitas, Ahmad Dahlan melihat manusia sebagai insan yang memiliki nilai. Oleh karenanya metode pendidikan yang diterapkan bukan pendidikan yang malah menjadikan seorang pembelajar sebagai objek, melainkan  membuka ruang dialog dengan para murid pembelajar untuk sama-sama mengasah kemampuan berpikir. Selanjutnya melalui organisasi otonom, Muhammadiyah memberikan ruang bagi umat untuk berpikir, berkarya, dan berdaya sebagaimana mestinya manusia. Tidak berhenti sampai di situ, kelahiran Amal Usaha Muhammadiyah dalam bentuk rumah sakit, lembaga zakat, lembaga penanggulangan bencana, dan program pemberdayaan masyarakat semakin meluaskan jangkauan penyelenggaraan misi humanisasi.

Ketiga, transendensi kesadaran ketuhanan. Kesadaran ini yang melampaui kesadaran dunia mencapai ketuhanan. Kesadaran ini menghubungkan manusia dengan Tuhannya, sehingga manusia tidak akan berbuat semaunya karena sadar akan posisinya sebagai hamba Tuhan.

Akar pemikiran pendidikan Muhammadiyah yang kuat melahirkan banyak ulama berintelektual sesuai dengan apa yang dicita-citakan Ahmad Dahlan. Melalui pendidikan yang diterapkan, menghasilkan sosok-sosok ulama dan cendekiawan muslim pelopor persyarikatan yang sumbangsih pemikiran dan keringatnya dapat dirasakan tidak hanya oleh warga Muhammadiyah saja, tapi juga oleh bangsa Indonesia.

Dari sekolah pertama yang lahir di Yogyakarta, yang kini bernama Madrasah Muallimin Muhammadiyah, Ahmad Dahlan telah menghasilkan bibit-bibit baru yang tumbuh menjadi pohon besar di wilayah lain di Indonesia. Saat ini bibit-bibit itu telah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Dengan adanya misi internasionalisasi Muhammadiyah, Cabang Istimewa Muhammadiyah telah berdiri di 5 benua di dunia. Sebanyak 27 Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah mengisi pos-pos dakwah, membawa misi pembebasan sebagaimana Islam lahir di tanah Arab membebaskan manusia dari berbagai jenis ketertindasan.

Sekilas, pemikiran Ahmad Dahlan mirip dengan Paulo Freire dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas. Kesamaannya terletak pada, pertama, konsep pendidikan kontekstual dan aplikatif yang melatih pembelajar untuk membaca teks agar dapat menjawab persoalan yang dihadapi. Kedua, proses belajar dua arah yang melibatkan partisipasi murid pembelajar untuk mengasah kemampuan berpikir. Ketiga, cita-cita pendidikan ditujukan bagi pembebasan manusia dari ketertindasan baik ekonomi, sosial dan politik. Perbedaannya ialah, Ahmad Dahlan memadukan pendidikan keagamaan dengan pengetahuan umum. Agama menjadi landasan kuat bagi pendidikan yang diterapkan Ahmad Dahlan. Hal tersebut dilakukan untuk menyempurnakan relasi antara manusia dengan Tuhannya, dan manusia dengan alam semesta. Ilmu pengetahuan menjadi penyeimbang antara relasi tersebut.

Pendidikan yang diterapkan Ahmad Dahlan telah memerdekakan umat dari perilaku menyimpang. Pendidikan juga telah memerdekakan umat dari kungkungan penjajah dan dari kebodohan. Pendidikan itulah yang menjadi benih atas rimbun dan rindangnya gerakan Muhammadiyah hingga saat ini.

Kini instansi pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah, dari Pendidikan Anak Usia Dini hingga Perguruan Tinggi, telah berjumlah ribuan. Sumbangsih Muhammadiyah sangat besar bagi perkembangan dan kemajuan bangsa Indonesia.
Muhammadiyah melalui akar pemikiran pendidikan integral yang kuat warisan Ahmad Dahlan telah menjadi pohon besar yang rimbun dan rindangnya memberikan manfaat untuk kehidupan. Muhammadiyah layaknya pohon besar yang terus menumbuhkan daun, tunas, bunga dan buah yang baru. Pembaruan-pembaruan yang dilakukan Muhammadiyah sesuai dengan apa yang disebut Ahmad Dahlan sebagai pendidikan kontekstual. Pendidikan yang memberikan ruang bagi pembelajar untuk menemukan solusi atas permasalahan yang ditemukan sesuai dengan kondisi terkini, bukan pendidikan konservatif yang kaku. Akar pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan eloknya menjadi landasan bagi kader Muhammadiyah untuk terus mengembangkan pendidikan yang baik, yakni pendidikan integral yang sejatinya memerdekakan umat.
Tantangan Muhammadiyah saat ini adalah selain harus terus mengikuti perkembangan kemajuan zaman dan teknologi, juga terkait dengan bagaimana mengelola instansi pendidikan di tengah kondisi politik liberal. Kondisi yang menyebabkan kebijakan-kebijakan terkait pendidikan juga ikut bergeser ke arah liberal. Rancangan UU Sisdiknas, program Merdeka Belajar Kampus Merdeka, harga pendidikan yang mahal, dan lain sebagainya yang kurang memerdekakan pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan, baik guru maupun murid.

Muhammadiyah melalui Majelis Diktilitbang dan Majelis Dikdasmen harus terus berupaya menjaga kualitas pendidikan dengan tetap memperhatikan nilai dan prinsip Muhammadiyah sesuai dengan cita-cita yakni menciptakan pendidikan integral. Pendidikan yang dapat menggiring murid pembelajar dan para kader Muhammadiyah untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi.
 
Di tengah kondisi politik, sosial dan ekonomi yang liberal, Muhammadiyah harus tetap bisa menerapkan pendidikan integral yang kontekstual bagi murid. Muhammadiyah harus tetap memberikan pendidikan yang memerdekakan manusia dari ketertindasan. Kondisi pada masa awal kelahiran Muhammadiyah dengan sekarang berbeda tapi memiliki kesamaan, yakni adanya pihak-pihak tertindas yang harus dimerdekakan. Pada masa awal kelahiran Muhammadiyah, masyarakat tertindas dari segi sosial, politik dan ekonomi karena penjajahan bentuk kolonialisme, sedangkan saat ini ketertindasan itu masih ada dengan pelaku yang berbeda. Oleh karenanya Muhammadiyah harus terus memunculkan taringnya dalam melawan penjajahan yang menyasar kaum lemah dan dilemahkan, salah satunya dengan pendidikan integral yang membebaskan.

pkv games
bandarqq
dominoqq
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/dominoqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/bandarqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/pkv-games/