Merespons indikasi adanya krisis etika hukum dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2024, sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dipimpin oleh para Guru Besar deklarasikan gugatan. Gugatan itu dilayangkan melalui pembacaan Maklumat Akademika UMJ Menggugat oleh Guru Besar Ilmu Hukum UMJ Prof. Dr. Ibnu Sina Chandranegara, MH., di Plaza UMJ, Senin (05/02/2024).
Baca juga : Rektor UMJ Himbau Elit Politik Kedepankan Etika
Dalam maklumat itu, sivitas akademika UMJ menyampaikan beberapa poin tuntutan dan seruan. Pertama, menuntut Presiden untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika demokrasi dan yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme serta perbuatan tercela lainnya.
Kedua, menuntut segala pejabat negara, aparatur sipil negara, aparatur penegak hukum (Polri, dan Kejaksaan), dan aparatur militer negara (TNI) untuk dibebaskan dari segala paksaan dan tidak memaksakan penyalahgunaan kuasa, sumber daya, dan pengaruh yang ada padanya untuk mencederai prinsip netralitas.
Ketiga, menuntut kepada penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP) dan Peserta Pemilu khususnya Partai Politik untuk melindungi hak pilih setiap warga negara dari berbagai tekanan yang mencederai prinsip dasar demokrasi.
Keempat, menyerukan warga Muhammadiyah dan masyarakat untuk turut serta melakukan pengawasan penyelenggaraan pemilu tahun 2024. Kelima, menyerukan seluruh civitas akademika di seluruh Indonesia untuk mampu saling mempromosikan nilai-nilai persatuan yang damai dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi.
Ibnu menerangkan bahwa maklumat ini merupakan sikap sivitas akademika yang timbul karena memiliki suasana kebatinan yang sama dengan guru besar dan sivitas akademika di perguruan tinggi lain.
Sivitas akademika UMJ memperhatikan bahwa selama proses penyelenggaraan Pemilu 2024 telah terjadi krisis etika hukum, defisit demokrasi substansial dan darurat kenegarawanan dalam penyelenggaraan pemerintah.
Pemilihan umum yang semestinya jadi sarana demokratis untuk mencapai harapan warga negara yang berdaulat, justru memperlihatkan demoralisasi. Hal itu ditunjukkan dengan adanya praktik-praktik ketidaknegarawanan dari berbagai penyelenggara negara yang tidak netral, keberpihakan, dan manipulatif.
“Maklumat ini murni merupakan fungsi cendekiawan yang tidak hanya berdiri di menara gading. Kami menyerukan pemerintah untuk bisa menjalankan tugas, mencegah perbuatan yang memaksa aparatur sipil, penegak hukum dan aparatur militer negara, TNI khususnya, agar tidak mendorong untuk memenangkan kelompok-kelompok tertentu,” ungkap Ibnu saat dimintai keterangan usai pembacaan maklumat.
Lebih lanjut, Ibnu menjelaskan bahwa sivitas akademika menghendaki Indonesia yang lebih baik dengan dijaminnya kebebasan berpendapat, kebebasan memilih tanpa ada tekanan dan tindakan manipulatif lainnya.
Maklumat ini diharapkan menjadi peringatan penting bagi pemerintah dan masyarakat karena hampir semua perguruan tinggi memiliki sikap yang sama.
“Ini adalah bentuk amar ma’ruf dalam mengawal proses pemilu. Kami berharap seluruh penyelenggara negara dan seluruh instrumen tidak dipaksakan, dan diberikan kebebasan hak pilih. Mari semua menjaga proses pemilu agar berjalan dengan baik. Harus dijaga dengan netralitas, tidak ada paksaan sehingga malah berjalan mundur kembali ke era diktator,” pungkasnya.
Pembacaan Maklumat Akademika UMJ Menggugat turut dihadiri oleh Rektor UMJ Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si., para Wakil Rektor, Guru Besar, Dekan, Wakil Dekan, dan segenap sivitas akademika UMJ.
Editor : Dian Fauzalia