Prof. Ma’mun: Ruh Tauhid Inti Keberhasilan Amal Usaha Muhammadiyah

Oleh :
Dinar Meidiana
Prof. Ma’mun: Ruh Tauhid Inti Keberhasilan Amal Usaha Muhammadiyah
Prof. Ma’mun Murod, M.Si., (tengah) menyampaikan materi dalam Baitul Arqam PDM Kota Bekasi, di Sukabumi, Jumat (01/12/2023). (Foto : Dok.Pribadi)

Salah satu pemahaman keagamaan Muhammadiyah ialah dalam menafsirkan ketauhidan. Menurut Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si (Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta), amal usaha yang mewarnai gerakan dakwah Muhammadiyah berhasil karena adanya ruh tauhid. Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber dalam Baitul Arqam yang diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Bekasi di Sukabumi, Jumat (01/12/2023).

Baca juga : Rektor UMJ Terpilih jadi Formatur dalam Musyda PDM Kab. Bekasi

“Tauhid dalam perspektif Muhammadiyah itu lebih implementatif, sehingga wajah Muhammadiyah itu berhasil dalam membangun rumah sakit, sekolah, panti asuhan, kampus. Itu karena ada ruh tauhid. Tauhid yang implementatif yang bersifat horizontal. Teologi Muhammadiyah adalah teologi yang membebaskan,” ungkapnya.

Itu merupakan salah satu perbedaan Muhammadiyah dengan kelompok Islam lainnya. Ma’mun menjelaskan bahwa sejak kelahirannya, Muhammadiyah tidak dimaksudkan untuk menambah firqoh atau mazhab, tapi melahirkan paham agama tersendiri. Namun secara prinsip keagamaan dalam hal akidah, ibadah, dan muamalah, semua hampir sama.

Perbedaannya terlihat ketika menggunakan pendekatan-pendekatan seperti ijma, qiyas, dan ijtihad. “Dalam praktiknya memahami Islam antara kelompok satu dengan lainnya tidak sama karena pendekatan-pendekatan itu,” kata Ma’mun.

Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Bekasi ini menegaskan bahwa Muhammadiyah sejak kelahirannya tidak dimaksudkan untuk menambah firqoh atau mazhab yang kemudian melahirkan paham agama tersendiri. Kemunculan firqoh dijelaskan Ma’mun berawal dari kecintaan sekelompok muslim pada Ali bin Abi Thalib yang kemudian lahir firqoh lainnya.

“Sejak kelahirannya memang Muhammadiyah tidak dimaksudkan untuk menambah firqoh atau mazhab. Tapi tidak bisa dihindari akhirnya melahirkan paham agama tersendiri. Dalam konteks pemahaman keagamaan Muhammadiyah memiliki posisi moderat atau tengahan,” ungkapnya.

Meskipun dalam hal prinsip, Muhammadiyah dengan kelompok Islam lain memiliki persamaan namun terdapat perbedaan dalam hal pemahaman keagamaan dan model pengamalannya. Menurutnya, perbedaan tersebut menjadi karakter khusus yang menjadikan umat Islam beragam kenyataan.

“Jadi satu Islam dengan beragam pandangan. Itu sesuatu yang normal sesungguhnya. Berbeda itu niscaya, yang penting dalam berbeda itu ada argumentasi tidak menjadi taklid yang buta,” tegas Ma’mun.

Dalam melihat pemahaman keagamaan Muhammadiyah, Ma’mun menjelaskan bahwa itu dapat dilihat dari manhaj yaitu seperangkat pokok pikiran dan gagasan yang tersistematisasi sebagai sistem keyakinan, pemikiran dan tindakan. “Jadi dalam keyakinan, pemikiran dan tindakan, ada manhajnya tersendiri yaitu manhaj Muhammadiyah yang berbeda dengan lainnya,” ujar Ma’mun.

Satu perbedaan paham keagamaan Muhammadiyah lainnya yaitu perihal mazhab. Muhammadiyah tidak bermazhab, melainkan mengambil yang paling rojih. Ma’mun menerangkan prinsip yang digunakan Muhammadiyah ialah mempertahankan yang lama (yang baik) dan mengambil yang baru (yang lebih baik).

“Itu menjadi pedoman Muhammadiyah. Muhammadiyah tidak merasa malu ketika merevisi pandangan keagamaannya. Misalnya tarjih yang baru membolehkan melafazkan basmalah dengan jahr saat salat,” pungkas Ma’mun.

Pada kesempata itu, Ma’mun mendorong peserta Baitul Arqam agar memahami Muhammadiyah. Hal ini dikarenakan adanya kekakuan dalam gerakan yaitu wajah organisatoris yang sangat kuat, menurutnya wajah kultural juga perlu dihadirkan.

Baitul Arqam yang diikuti oleh puluhan kader persyarikatan yang berasal dari Muhammadiyah, Aisyiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan Pemuda Muhammadiyah ini digelar selama tiga hari hingga 3 Desember 2023 mendatang.

Editor : Dian Fauzalia