Prinsip Penanganan Kasus Kekerasan Seksual dan Perundungan

Prinsip Penanganan Kasus Kekerasan Seksual dan Perundungan

Prinsip Kebebasan, kesetaraan, dan keadilan bagi semua menjadi tema dalam peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional Ke-75 yang diperingati setiap tanggal 10 Desember.

Sejak dideklarasikan Universal Hak Asasi Manusia oleh majelis umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 1948 di Palais de Chaillot, Paris, Perancis, tanggal 10 Desember menjadi peringatan HAM Internasional.

Hingga kini pengakuan derajat dan martabat kemanusiaan secara universal dihormati dan dilindungi oleh negara-negara. Hak Asasi Manusia menjadi pilar utama dalam kehidupan bernegara.

Dalam peringatan HAM Internasional, Ketua Unit Laporan Kekerasan Seksual dan Perundungan Universitas Muhammadiyah Jakarta (ULKSP UMJ) Puan Dinaphia Yunan, S.H., M.H., mengajak kita untuk mengingat bahwa kasus kekerasan seksual dan perundungan masih menjadi perhatian serius.

Perlindungan terhadap hal itu menjadi bagian yang diatur bahwa kekerasan seksual dan perundungan merupakan salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Berkaitan dengan momentum HAM Internasional, Puan Dinaphiya menyampaikan bahwa upaya dalam memberikan perlindungan, pencegahan, serta penanganan kasus kekerasan dan perundungan, harus sesuai dengan semangat dan prinsip Hak Asasi Manusia.

Puan, sapaan akrabnya, menjelaskan tema HAM Internasional kali ini sesuai dengan prinsip yang dilakukan ULKSP UMJ. Keterlibatan ULKSP dalam proses perlindungan, pencegahan, serta penanganan kasus kekerasan seksual dan perundungan harus menekankan kepada tiga hal yaitu kepentingan korban, kesetaraan gender, serta kesetaraan dan aksebilitas penyandang disabilitas.

Kepentingan Terbaik Bagi Korban

Dalam memberikan pelayanan perlindungan, pencegahan, serta penanganan perlu menggunakan perspektif korban. Kepentingan utama dalam proses tersebut adalah pemenuhan terhadap hak-hak korban.

“Jika kita kaitkan kepada salah satu tema yaitu prinsip kebebasan, kepentingan utama dalam proses penanganan itu berpusat kepada korban. Korban memiliki kebebasan untuk memilih bagaimana upaya dalam menyelesaikan kasus kekerasan dan perundungan yang dialaminya,” ujar Puan.

Maka penanganan perlu didukung dengan memperhatikan kepentingan korban sesuai dengan prinsip kebebasan yang dilindungi dalam prinsip Hak Asasi Manusia.

Keadilan dan Kesetaran Gender

Kasus kekerasan seksual dan perundungan selalu diikuti munculnya isu relasi kuasa antara kelompok kuat dan rentan. Relasi ini diartikan sebagai ketimpangan atau ketidakseimbangan kuasa dalam sebuah hubungan.

Keadaan tersebut tidak terbatas antara hubungan gender laki-laki dan perempuan. Relasi kuasa bisa terjadi dalam hubungan struktural misalnya terjadi antara dosen dengan mahasiswa, orang tua dengan anak, dan lain sebagainya.

Biasanya, pelaku memiliki posisi tawar yang lebih kuat dan mampu mendominasi korban. Pelaku juga pandai memanipulasi dengan menggunakan kondisinya atau kondisi psikologis korban.

Walau kasus kekerasan seksual kebanyakan terjadi dengan perempuan sebagai korban, namun pada kenyataanya siapapun berpotensi menjadi pelaku baik itu laki-laki maupun perempuan.

Menurut Puan, untuk mengatasi hal itu untuk melakukan perlindungan, pencegahan, serta penanganan kasus perlu menggunakan prinsip keadilan dan kesetaraan gender.

“Kita harus membangun sistem perlindungan dan pencegahan yang mencerminkan keadilan dan kesetaraan gender bagi semua semua pihak, karena dalam isu relasi kuasa baik itu laki-laki ataupun perempuan semua bisa menjadi kelompok yang rentan, maka suasana itu harus dibangun sehingga semua orang bisa menyuarakannya tanpa pandang bulu,” imbuh Puan.

Kesetaraan Hak dan Aksebilitas Penyandang Disabilitas

Untuk memberikan pelayanan perlindungan perlu disediakan pedoman penanganan laporan kekerasan seksual yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat hingga penyandang disabilitas. Kasus kekerasan seksual bisa berpotensi terjadi kepada siapapun, tidak menutup kemungkinan penyandang disabilitas.

Puan menyampaikan bahwa pembuatan sistem perlindungan, penanganan, serta pencegahan perlu menyasar kepada semua lapisan tidak boleh dibedakan dalam segi agama, jenis kelamin, warna kulit, tingkat pendidikan, strata sosial, dan lain sebagainya.

Bagi Puan yang juga dikenal sebagai dosen Fakultas Ilmu Hukum (FH) UMJ kasus kekerasan dan perundungan dianalogikan sebagai fenomena gunung es.

Seringkali kasus kekerasan seksual yang sebenarnya terjadi lebih tinggi daripada kasus yang terlaporkan. “Kasus yang terlaporkan hanya segelintir saja, dimana kasus yang terjadi lebih tinggi daripada yang terlaporkan. Kita ULKSP harus bekerja keras dalam memberikan pelayanan perlindungan, pencegahan, penanganan,”ungkap Puan.

Dalam momentum peringatan Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional, Puan menegaskan bahwa dalam kasus perlindungan, pencegahan, serta penanganan kasus kekerasan seksual dan perundungan harus memperhatikan prinsip HAM sehingga para korban berani menyuarakan kasus yang menimpanya.

Penulis : Fazri Maulana
Editor : Tria Patrianti

Kata Pakar Lainnya

pkv games
bandarqq
dominoqq
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/dominoqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/bandarqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/pkv-games/