Hari Keadilan Internasional: Dosen FH UMJ Sampaikan Dinamika Penegakan Hukum dan Pengaruhnya terhadap Masyarakat

Hari Keadilan Internasional Dr. Sodikin, SH., MH., M.Si.,

Setiap tahunnya, 17 Juli jadi momentum penting dalam memperingati Hari Keadilan Internasional. Tanggal ini sekaligus menjadi markah terbentuknya Statuta Roma 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court).

Selama 26 tahun berdiri, dinamika keadilan internasional terus mewarnai di berbagai negara. Salah satu kasusnya, yakni upaya penangkapan Perdana Menteri (PM) Israel Benyamin Netanyahu oleh Jaksa International Criminal Court (ICC) karena melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap bangsa Palestina.

Dalam rangka memperingati Hari Keadilan Internasional dan menanggapi polemik tersebut, Tim Reporter Kantor Sekretariat Universitas (KSU) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) berkesempatan mewawancarai Dr. Sodikin, SH., MH., M.Si., Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum (FH) UMJ sekaligus Dosen Mata Kuliah Hukum Internasional melalui pesan singkat pada Rabu (10/07/2024).

Hari Keadilan Internasional Memberikan Inspirasi

Sodikin memandang bahwa peringatan Hari Keadilan Internasional masih memberikan inspirasi, bagi masyarakat internasional dan Warga Negara Indonesia karena kejahatan kemanusiaan masih kerap terjadi, baik di tingkat internasional maupun dalam negeri.

Menurutnya, hasil pembahasan 148 negara yang dituangkan dalam Statuta Roma dianggap mampu mempengaruhi setiap negara untuk memiliki komitmen, serta menjunjung prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) hingga menuntaskan kasus kejahatan kemanusiaan melalui Mahkamah Peradilan Internasional.

Hasil pembahasan itu berkaitan dengan bentuk-bentuk kejahatan internasional, seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi. Hari peringatan ini, kata Sodikin, setidaknya untuk mengurasi kejahatan kemanusiaan tersebut.

Lebih lanjut, ia menyarankan Pemerintah Indonesia untuk meratifikasi Statuta Roma sebagai salah satu upaya menjunjung prinsip-prinsip HAM.

“Ini juga harus didukung oleh semua komponen bangsa untuk menyuarakan pentingnya penegakan keadilan sebagai komitmen pemerintah atas upaya penegakan keadilan yang menyeluruh atau keadilan untuk semua,” tegasnya.

Kondisi Sistem Peradilan Internasional 

Ketua Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Hukum FH UMJ itu menilai, kondisi sistem peradilan internasional saat ini tetap eksis dan menjalankan tugas, serta fungsinya sesuai dengan Statuta Roma.

Hal tersebut karena secara global Mahkamah Pidana Internasional bertujuan untuk mengakhiri impunitas (keadaan tidak dapat dipidana) dan meminta pertanggungjawaban bagi mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan, serta membantu mencegah kejahatan tersebut terulang kembali.

Menurutnya, Mahkamah Pidana Internasional bukan menggantikan Pengadilan Nasional suatu negara, tetapi melakukan intervensi dalam kasus-kasus, ketika sebuah negara tidak mampu atau tidak mau memulai proses pidana terhadap para pelaku kejahatan internasional yang serius.

“Jadi, Mahkamah Pidana Internasional bertujuan untuk menghukum orang-orang yang tidak dihukum di negaranya agar mendapatkan keadilan bagi para korban, dan mencegah orang lain melakukan kejahatan lagi,” tutur Sodikin.

Selanjutnya, mengenai proses Mahkamah Pidana Internasional terkait investigasi dan kasus dari awal hingga akhir, yaitu apabila diduga terjadi kejahatan maka akan dilakukan pemeriksaan pendahuluan. Lalu, dilakukan penyelidikan-penyelidikan, dilanjutkan ke tahap pra-sidang, uji coba, banding sampai penegakan hukuman.

“Namun dalam praktiknya, kejahatan internasional seperti kejahatan kemanusiaan di Palestina, Myanmar, dan perang di Ukraina masih terjadi. Bahkan, pelakunya belum sepenuhnya dapat diadili di Mahkamah Pidana Internasional karena faktor kekuatan politik global,” ucap Sodikin.

Sikap Mahkamah Pidana Internasional Terkait Aksi Genosida Israel terhadap Bangsa Palestina

Dilansir dari Kompas.com, pada 20 Mei 2024, Jaksa Mahkamah Pidana Internasional Karim Khan, mengajukan permohonan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant dari Israel, serta Yahya Sinwar, Mohammed Al-Masri, dan Ismail Haniyeh dari Hamas. Kendati demikian, sampai saat ini hakim Pengadilan Pidana Internasional belum mengabulkan permohonan tersebut.

Melihat polemik tersebut, apabila tindakan yang dilakukan Mahkamah Pidana Internasional untuk menangkap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant adalah terkabulkan, Sodikin menganggap bahwa ada keberanian yang luar biasa dari ICC.

“Memang sudah seharusnya Mahkamah Pidana Internasional dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya sesuai dengan Statuta Roma,” imbuh Sodikin.

Ia meninjau dari unsur kejahatan yang telah memenuhi unsur-unsur pidana internasional, maka Benjamin Netanyahu dapat diduga melakukan kejahatan internasional yang dapat ditangkap dan diadili di Mahkamah Pidana Internasional tersebut.

Lebih lanjut, Sodikin juga mengungkapkan pengalaman yang sudah pernah terjadi ketika penangkapan dan diadilinya sampai eksekusi PM Serbia Slobodan Milosovic dan Presiden Irak Saddam Husein yang diduga melakukan kejahatan internasional.

“Sekarang Mahkamah Pidana Internasional belum mampu menangkap pelaku kejahatan internasional seperti apa yang harus dilakukan kepada Benjamin Netanyahu. Tekanan politik global menyebabkan mereka (ICC) tidak dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam Statuta Roma,” ujarnya.

Maksudnya, negara-negara Eropa dan Amerika Serikat masih mempunyai kepentingan terhadap keberadaan negara Israel di Timur Tengah. Di samping itu juga ada kepentingan negara-negara Arab tentang keberadaan negara Israel itu sendiri.

“Oleh karena itu, Mahkamah Pidana Internasional tidak dapat melakukan tindakan penegakan hukum terhadap PM Israel Benjamin Netanyahu sehingga keadilan untuk semua (justice for all) belum dapat ditegakkan,” ungkap Sodikin.

Memaknai Hari Keadilan Internasional

Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Periode 2015-2022 ini, menyampaikan beberapa hal yang harus dilakukan untuk memaknai Hari Keadilan Internasional.

Pertama, bersikap adil kepada diri sendiri dan orang lain. Kedua, Statuta Roma dapat menjadi hukum positif dengan cara meratifikasinya. Ketiga, mendukung penegakan HAM di Indonesia.

Menurut Sodikin, nilai keadilan harus ditegakkan dan ditanamkan di setiap diri manusia. Hal ini karena pada hakikatnya, setiap individu ingin menerima perlakuan yang sesuai dan adil dengan tanpa mengurangi kesadaran pelaksanaan pengadilan bagi mereka yang melakukan kejahatan.

“Dengan demikian, momen peringatan Hari Keadilan Internasional ini dapat dijadikan untuk terus menyuarakan pentingnya penegakan dengan komitmen pemerintah dalam upaya penegakan keadilan HAM secara menyeluruh di Indonesia,” pungkasnya.

Penulis : Qithfirul Fahmi

Editor: Dinar Meidiana

Kata Pakar Lainnya