Muktamar Muhammadiyah ke-48 : Visi Kemodernan dan Kebangsaan

Visi Kemodernan dan Kebangsaan

Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke- 48 di Surakarta berakhir lancar, damai dan produktif. Pasangan petahana Prof Dr. Haedar Nasir dan Prof Dr Abdul Mu’ti kembali mendapat kepercayaan melanjutkan kepemimpinan Muhammadiyah sebagai Ketua Umum Pimpiinan Pusat ( PP) Muhammadiyah dan Sekretaris Umum PP Muhammdiyah periode 2022- 2027. Sementar itu Dr. Salmah Orbayinah dan Dr Hastuti Nur Rochima sebagai Ketua Umum PP Sekretaris Umum baru PP , Aisyiyah , periode 2022-2027. Dengan terpilihnya Prof Haedar dan Prof Mu’ti artinya kepemimpinan kedua tokoh yang membawa biduk persyarikatan dengan anggota sekitar 60 juta jiwa selama periode 2015-2022 ini diterima oleh warga persyarikatan.


Visi Kemodernan

Terpilihnya kembali Prof Haedar dan Prof. Mu’ti akan melanjutkan implementasi program-program yang telah berhasil dijalankan pada periode sebelumnya (2015-2022),yaitu Islam berkemajuan. Prof Haedar mengatakan bahwa ia didampingi Prof Mu’ti sebagai sekum akan melanjutkan program untuk menyebarluaskan pandangan Islam yang berkemajuan. Program ini sesuai dengan tema Muktamar “ Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta”. Sementara itu Aisyah mengusung tema “ Perempuan Berkemajuan Mencerahkan Peradaban Bangsa”. Dua tema ini menunjukkan komitmen persyarikatan kepada visi kemajuan dan kebangsaan. Visi ini sejalan dengan karakteristik persyarikatan sebagai organisasi modern dan dukungan kepada penguatan kebangsaan. Sebagai organisasi yang berumur lebih dari seabad, persyarikatan Muhammadiyah terus berkembang dengan visi keislaman, keberpihakan dan kebangsaan.

Baca juga : Diaspora Politik Muhammadiyah

Visi Keislaman Muhammadiyah termanifestasi dalam prinsip amar ma’ruf nahi munkar dalam pengertian yang luas. Visi Keislaman Muhammadiyah dalam keberpihakan dibingkai oleh etos Al Ma’un yang dimanifestasi dalam bidang pemberdayaan di pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan anak yatim. Penguatan di bidang pendidikan ini secara konsisten terus dilakukan oleh Muhammadiyah yang terus mendirikan lembaga Pendidikan. Muhammadiyah mengelola3334 lembaga Pendidikan dari SD hingga SMA dan 162 Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) yang terdiri dari Universitas, Sekolah Tinggi, Akademi, Institut dan Politeknk. Dalam bidang kesehatan, Muhammadiyah telah membangun 119 Rumah Sakit dan di bidang sosial ribuan panti Yatim Piatu Muhammadiyah berdiri.

Visi kemoderanan persyarikatan ini termanifestasi dalam agenda Muktamar ke 48 yaitu Penguatan dan penyebarluasan pandangan Islam berkemajuan, mengembangkan amal usaha Muhammadiyah unggulan dan kekuatan ekonomi, berdakwah bagi milenial, Generasi Z dan Generasi Alpha, reformasi kaderisasi dan diaspora kader ke berbagai lingkungan dan bidang kehidupan, digitalisasi dan intensitas internasionalisasi Muhammadiyah. Visi ini sebenarnya melanjutkan visi Muhammadiyah yang telah berhasil diwujudkan dalam kepemimpinan Prof Haedar dan Prof Mu’ti pada periode 2015-2022. Melanjutkan visi berkemajuan sangatlah siginifikan dan sejalan dengan visi bangsa Indonesia yang diprediksi menjadi kekuatan ekonomi dunia ke 7 dan akan menerima bonus demografi dalam bentuk ledakan penduduk usia produktif pada 2035 nanti. Muhammadiyah yang mengelola ribuan lembaga pendidikan dasar, menengah atas dan 162 Perguruan Tinggi merupakan institusi yang menggodok sumber daya manusia Indonesia dengan visi kemoderanan dan melek teknologi serta mendukung misi bangsa dalam menyambut peluang ekonomi dan potensi demografi.


Visi Kebangsaan

Di berbagai WA grup penulis, banyak pihak menyampaikan perasaan leganya dengan terpilihnya kembali duo-pasangan kompak patahana Prof Haedar dan Prof Mu’ti. Beberapa komentar mengatakan bahwa terpilihnya Prof Haedar dan Prof Muk’ti arah perjalanan Muhammadiyah seakan-akan sudah jelas. Bahkan ada yang berkomentar bahwa kepemimpinan kedua tokoh itu menjadikan persyarikatan Muhammadiyah tidak “menakutkan’ atau menghawatirkan. Komentar yang mengekspresikan ketakutan dan kehawatiran itu tidak bisa disalahkan, walaupun juga terkesan berlebihan Hal ini barangkali karena penampilan publik beberapa tokoh Muhammadiyah yang menyampaikan aspirasi-aspirasi kritis kepada pemerintah dan juga berapa gelintir warga atau yang dianggap warga Muhammadiyah yang terjerat hukum misalnya karena terorisme.

Kenapa saya katakan berlebihan?. Karena komitemen Muhammadiyah pada kebangsaan tercermin sejak lahirnya persyarikatan ini hingga kini sehingga tak perlu diragukan apalagi dikhwatirkan. Prof Haedar Nashir, Ketua Umum Muhammadiyah mengatakan” Muhammadiyah merupakan bagian tidak terpisahkan dari kekuatan nasional yang sejak berdirinya tahun 1912 terlibat aktif dalam perjuangan politik kebangsaan serta membangun bangsa melalui gerakan dakwah yang berorientasi pada pembaruan serta mencerdaskan dan memajukan kehidupan bangsa Indonesia.” seperti dikutip dari Suara Muhammadiyah. Banyak orang tidak mengetahui bahwa tokoh-tokoh yang selama ini dikenal sebagai tokoh nasionalis dan pejuang kemerdekaan seperti Bung Tomo, Bung Karno, Ibu negara Fatmawati, Menteri Luar Negeri yang tersohor Adam Malik, Panglima Besar Jenderal Sudirman adalah kader-kader Muhammadiyah.

Namun juga perlu disadari bahwa Muhmmadiyah adalah perahu gerakan Islam dengan anggota 60 juta orang terdiri dari individu-individu yang plural dari segi kepentingan dan pandangan politik, budaya dan pemikiran keagamaan. Muhammadiyah sebagai persyarikatan Islam modernis yang mendukung demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Salah satu varibel pentingnya adalah kebebasan berpendapat dan berkespresi. Konsisten dengan prinsip demokrasi dan HAM ini, Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada warganya untuk terlibat berpartisipasi politik misalnya menjadi pendiri –tokoh , aktivis politik di berbagai partai politik dan kekuatan politik. Sulit untuk menghitung jumlah kader Muhammadiyah yang berkiprah menjadi anggota legislatif, anggota Aparat Sipil Nasional (ASN) yang tentu menjadi bagian penting dari pemerintah dan juga menjadi anggota yudikatif

Anggota atau tokoh yang berlatar belakang Muhammadiyah menyampaikan pandangan kritisnya kepada pemerintah tidak harus dipahami sebagai membahayakan negara. Karena pandangan yang berbeda dan kritis merupakan komponen penting dari demokrasi. Pandangan yang kritis sejalan dengan prinsip “ checks and balances”. Selain itu pandangan yang kritis sejalan dengan prinsip kebebasan berpikir dan berekspresi yang dijamin oleh HAM. Begitu pula jika warga Muhmmadiyah ada yang terlibat atau dianggap terlibat dalam kasus kriminalitas seperti terorisme, maka itu menjadi tanggung jawab pribadi, sesuai dengan amal perbuatannya dan harus dipertanggungjawabkan secara hukum, karena Indonesia adalah negara hukum.

Komitmen Muhammadiyah terhadap kebangsaan dan komitmen Muhammadiyah untuk terus bekerjasama dengan pemerintan tercermin dalam tema yang diusung dalam Muktamar ke 48 yaitu; Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta” (Muhammadiyah) dan “ Perempuan Berkemajuan Mencerahkan Peradaban Bangsa” ( Aisyiyah). Tema itu kemudian diwujudkan dalam simbol-simbol yang ditampilkan oleh tokoh Muhammadiyah. Misalnya para tokoh Muhammadiyah Aisyiyah dan panitia mengenakan pakaian batik , sebagai pakaian nasional . Beberapa acara Muktamar ke-48 yang dihadiri oleh banyak tokoh nasional dan internasional juga merupakan hasil kerjasama antara Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dengan pemerintah, misalnya acara terjun payung merupakan hasil kerjasama antara Universitas Muhammadiyah Malang dengan TNI dan Polri. Muktamar kali ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah dan pemerintah memang harus terus bergandengan tangan untuk menghadapi peluang dan tantangan bangsa dan umat.

Tulisan ini dimuat juga di Panji Masyarakat