Oleh : Muhammad Faizal Muttaqin

Muhammad Faizal Muttaqin
Muhammad Faizal Muttaqin saat berada di kawasan Buchanan Street, Skotlandia


Saat ini saya sedang menempuh pendidikan doktoral pada bidang keilmuan akuntansi di University of Glasgow dan alhamdulillah tahun ini masih diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk bertemu dengan bulan suci Ramadan. Jadi Ramadan kali ini adalah Ramadan dan puasa pertama saya di Glasgow, Skotlandia.

Selama bulan puasa, umat Muslim di Indonesia biasanya melakukan beberapa tradisi dan kebiasaan, seperti berbuka puasa bersama. Khusus anak muda yang merantau biasanya melakukan kebiasaan unik seperti sahur on the road dan menjadi Para Pencari Takjil (PPT) di masjid, menyiapkan hidangan khusus untuk berbuka dan sahur, serta memperbanyak ibadah dan amalan baik.

Bagi para mahasiswa yang menuntut ilmu di luar negeri, terutama di negara non-Muslim, pengalaman Ramadan yang dirasakan tentunya akan berbeda. Akan ada rasa kesepian karena jauh dari keluarga dan teman-teman, atau kesulitan menemukan makanan halal dan mengatur jadwal kuliah dan aktivitas sehari-hari sambil tetap berusaha maksimal untuk memanfaatkan Ramadan demi mendekatkan diri pada Allah SWT.

Puasa di Glasgow berlangsung selama 17 jam, mulai dari jam 5 pagi sampai dengan jam 8 malam, dan termasuk kedalam 5 besar puasa terlama di dunia. Adzan juga tidak dikumandangkan dengan pengeras suara, jadi panduan sholat benar-benar tergantung pada informasi yang didapatkan dari aplikasi atau informasi resmi yang disediakan oleh komunitas Muslim setempat atau pemerintah, jika ada.

Kendala lain yang saya hadapi adalah terkait suhu. Karena belum ada setahun di sini, saya masih dalam proses adaptasi diri dengan suasana dan cuaca yang selama beberapa tahun ini tidak menentu karena proses perubahan iklim. Kota Glasgow ini mirip dengan kota Bogor. Sering sekali hujan dan suhu di sini juga sangat fluktuatif. Saya ingat pada hari ketiga dan keempat puasa, suhunya tiba-tiba menukik tajam menjadi paling rendah -1°C pada saat sahur.

Tentunya hal ini sedikit mengurangi gairah untuk bangun sahur. Temperatur ini biasanya bertahan sampai dengan hari berikutnya, jadi bisa dibayangkan, pada siang harinya, berpuasa dengan suhu dingin, yang kalau menurut kebiasaan di Indonesia, ketika hujan atau dingin yang terbesit dalam pikiran kita adalah makanan dan minuman seperti mie instan kesayangan kita semua, mie ayam atau bakso, bubur kacang hijau, sekoteng dan lain sebagainya. Jadi ketika temperaturnya turun, menjalankan puasa di sini akan menjadi lebih menantang karena arungan perut terus berkumandang.

Namun demikian, kesempatan untuk mengalami Ramadan di lingkungan yang berbeda ini saya manfaatkan dengan sebaik mungkin untuk mendapatkan pengalaman yang berharga. Walaupun suasananya tidak sama persis saat di Indonesia, semangat perjuangan dalam hati untuk tetap menjalankan tradisi Ramadan tidaklah padam. Alhamdulillah, di University of Glasgow ini, terdapat suatu komunitas resmi kampus yakni Glasgow University Muslim Students Association (GUMSA) yang selalu update dalam informasi, kegiatan, dan acara yang diselenggarakan pada bulan suci Ramadan seperti informasi tentang jadwal imsakiyah, kemudian waktu dan tempat melaksanakan ibadah sholat tarawih.

Juga ada komunitas yang sudah dibangun oleh anak bangsa di sini yakni Keluarga Islam Indonesia di Britania Raya cabang Greater Glasgow (KIBAR GG) yang juga menyelenggarakan acara kumpul-kumpul seperti buka bersama dengan menu masakan khas Indonesia yang tentunya bisa sedikit mengobati rasa rindu akan tanah air.

Ada hal yang menarik perhatian lainnya. Di Glasgow ini, banyak pemilik bisnis muslim yang memilih untuk menyesuaikan jam operasional usahanya selama bulan Ramadan dan waktu tarawih. Seperti pemilik toko yang menyediakan bahan makan halal yang biasa saya kunjungi untuk membeli daging. Ia memilih untuk memperpendek jam operasional mereka selama bulan Ramadan, atau memilih untuk tutup lebih awal. Jadi ketika saya lewat depan toko itu misalnya ketika mencari makanan untuk berbuka selepas dari kampus, itu adalah satu-satunya toko yang tutup di blok pertokoan itu.

Sebaliknya, ada beberapa bisnis malah memperpanjang jam operasional mereka selama bulan Ramadan, karena meningkatnya permintaan untuk makanan dan minuman saat berbuka puasa dan sahur. Misalnya, rumah makan Pakistan yang beberapa kali saya kunjungi. Restoran ini biasanya tutup jam 10 malam, namun karena tarawih baru mulai jam 10 malam, maka restoran ini akan tutup lebih malam dari biasanya untuk mengakomodasi para pelanggan muslim yang menjalankan tarawih terlebih dahulu sebelum makan malam.

Subhanallah, ini adalah pemandangan dan fenomena yang luar biasa indah. Jadi, di balik tantangan yang saya hadapi sebagai mahasiswa Indonesia yang pertama kali berpuasa di Glasgow, saya mendapati beberapa hikmah yang dapat diambil sebagai pelajaran hidup yang sangat berharga. Seperti, meningkatkan keimanan dan kesabaran, lebih mengenal dan menghargai keberagaman, lebih mengasah kemandirian, lebih menumbuhkan rasa syukur, serta meningkatkan kemampuan beradaptasi.

Muhammad Faizal Muttaqin

Muhammad Faizal Muttaqin

Mahasiswa Pendidikan Doktoral Bidang Keilmuan Akuntansi
di University of Glasgow, Skotlandia.

Kamu mahasiswa aktif UMJ? Punya pengalaman yang menarik untuk dibagikan? Silakan tulis pengalamanmu dalam 700-1400 kata, lalu kirim ke email ksu@umj.ac.id. Tulisan yang terpilih akan dimuat di Kolom Mahasiswa website www.umj.ac.id.