Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ) Debbie Affianty, S.IP, M.Si., menjadi Trainer dalam program pelatihan Women, Peace, and Security (WPS) di Bangkok, Thailand. Kegiatan yang diselenggarakan oleh ASEAN-Institute for Peace and Reconciliation (ASEAN-IPR) ini berlangsung pada 17-19 Juni 2025.
Baca juga: UMJ dan ASEAN IPR Gelar University Tour Pertama Setelah Pandemi
ASEAN IPR atau Institut Perdamaian dan Rekonsiliasi ASEAN merupakan lembaga ASEAN yang berfokus pada perdamaian, manajemen konflik, dan resolusi konflik. Pelatihan WPS ini bertujuan untuk menyoroti peran perempuan dalam upaya perdamaian dan keamanan di kawasan ASEAN.
Debbie yang merupakan dosen Program Studi Ilmu Politik ini mengaku mendapat undangan langsung dari Sekretariat ASEAN-IPR untuk menjadi salah satu Trainer.
“Saya diundang oleh pihak ASEAN IPR secara langsung, tidak ada proses seleksi,” ujarnya saat dihubungi oleh via WhatsApp pada Senin (23/06/25) lalu.
Pada kesempatan ini, Debbie mengisi beberapa sesi untuk menyampaikan materi. Debbie yang berkesempatan mengisi sesi dua, ia membawakan materi tentang pengantar konflik dan transformasi konflik. Dalam sesi ini, ia memperkenalkan konsep kekerasan melalui Segitiga Kekerasan Galtung dan menghubungkannya dengan pengalaman pribadi terkait kekerasan.
Dalam menerangkan transformasi konflik, Debbie menggunakan kerangka kerja Lederach yang disampaikan dalam bentuk presentasi singkat, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok kecil.
Lebih lanjut, pada sesi tiga Debbie menyampaikan pengantar Women, Peace, and Security. Ia menyampaikan sejarah, perkembangan, dan kritik dengan melihat konteks sosial, politik, dan ekonomi yang melatarbelakangi situasi perempuan di wilayah-wilayah yang terdampak konflik.
Pada sesi ini juga Debbie menuturkan empat pilar Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1325, yaitu partisipasi, pencegahan, perlindungan, serta bantuan dan pemulihan. Selanjutnya, ia menyampaikan hasil temuan utama dari studi global terkait pelaksanaan dan dampak resolusi WPS di berbagai konteks konflik.
Selain sesi penyampaian materi, Debbie juga mengisi sesi simulasi dan diskusi kegiatan simulasi. Sesi simulasi bertujuan untuk menerapkan poin-poin penting yang telah dipelajari, khususnya dalam mengintegrasikan perspektif Women, Peace and Security ke dalam kebijakan dan proses perdamaian, berdasarkan pembelajaran dari Hari ke-1 dan ke-2.
Selepas kegiatan ini, Debbie mengungkapkan kesannya selama menjadi Trainer. Ia menuturkan semua peserta sangat antusias selama pelatihan.
“Para peserta senang dengan kegiatan simulasi sehingga mereka bisa menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh,” ungkapnya.
Pelatihan ini dihadiri oleh 20 perwakilan pejabat Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, dan beberapa Kementerian terkait dari negara-negara ASEAN. Ia berharap pelatihan ini tidak hanya untuk perwakilan pemerintah anggota ASEAN saja, tetapi juga untuk perwakilan masyarakat sipil dan akademisi.
Editor : Sofia Hasna