Puasa Termasuk Ikhtiar Serius untuk Mengendalikan Diri

Oleh :
Dinar Meidiana
Rektor UMJ, Dr. Ma’mun Murod, M.Si., (keenam dari kanan) berfoto usai memberikan khutbah pada salat Idul Fitri 1443H di Lapangan Barat Margasari, Tegal pada Senin (02/05).

Senin pagi (02/05), bertepatan dengan 1 Syawal 1443 H, Lapangan Barat Margasari, Tegal, mulai dipadati oleh jamaah salat Idul Fitri. Pimpinan Ranting Muhammadiyah Margasari, Tegal, selaku penyelenggara mengundang Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Dr. Ma’mun Murod, M.Si., sebagai khotib, dan Dedi Susanto, S.Sos.I (Sekretaris Majelis Tabligh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Margasari), sebagai imam salat. Sebanyak lebih dari 2600 jamaah turut serta dalam rangkaian salat Idul Fitri. Hadir pula Nurrohman, Ketua KPU Kabupaten Tegal yang juga mantan Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Tegal.

Bulan Ramadan yang diisi dengan amal ibadah diharapkan akan memberikan pakaian terbaik bagi umat muslim (ketaqwaan), sesuai dengan tujuan berpuasa yang disebut dalam Al Baqarah ayat 183. Dr. Ma’mun Murod, M.Si., dalam khutbahnya menyampaikan makna dan hikmah puasa. “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda, Allah berfirman, semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.’ Kenapa sampai Allah menyebut bahwa puasa untuk-Ku? Karena puasa, yang tahu hanya Allah dan yang bersangkutan,” ucap Rektor UMJ.

Puasa satu-satunya ibadah ritual yang pelaksanaannya hanya diketahui oleh Allah dan orang yang bersangkutan. Puasa dapat meminimalisir perbuatan riya dibandingkan ibadan mahdhah lainnya.
Ma’mun melanjutkan bahwa umat muslim harus memaknai bulan Syawal sebagai peningkatan. “Ada harapan besar bahwa pasca Ramadan ada peningkatan peribadatan, baik yang bersifat vertikal (hablun minallah, ritualistik) maupun horizontal (hablun minnannas). Jangan sampai ramai ritual ketika Ramadan saja, tapi sepi pasca Ramadan. Jangan menebar kebaikan sosial hanya di Ramadan, tapi pasca Ramadan sepi,” seru Ma’mun.

Berdasarkan kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menyebut makna puasa bukan hanya terletak pada menahan hawa nafsu makan, minum, dan berhubungan suami-istri. Lebih dari itu, puasa jug harus bisa menjadi penahan pikiran-pikiran negatif, buruk, dan jahat. “Jadi puasa yang dimaksud adalah al-shaum, di dalamnya termasuk ikhtiar serius untuk mengendalikan diri, terlebih dalam konteks pengendalian diri yang berkenaan dengan sosial dan kemanusiaan,” ungkap Ma’mun.

Umat muslim hendaknya bisa melakukan perubahan pada diri menuju pribadi yang lebih baik setelah melewati Ramadan. “Seorang muslim yang berhasil dalam puasanya, tidak akan melakukan tindakan manipulatif, tidak curang dalam berdagang, tidak mengurangi timbangan dalam jual beli,” tegas Ma’mun. Melihat kondisi Indonesia yang cukup memprihatinkan (korupsi di mana-mana, kondisi ekonomi yang semakin mencekik rakyat, dll), Ma’mun menilai jika para elit berhasil menghadirkan hikmah puasa, maka tidak akan ada lagi kezaliman sejenis korupsi, dan bentuk kezaliman lainnya di Indonesia.

Menurutnya kalau umat muslim di Indonesia dapat menghadirkan hikmah puasa secara menyeluruh, maka Indonesia akan baik-baik saja, menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Doa pada akhir khutbah menjadi penutup rangkaian ibadah salat idul fitri, 1 Syawal 1443 H. (DN)