Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr. Ma’mun Murod, M.Si menghadiri acara Peluncuran Buku: Sang Penggerak Nahdatul Ulama KH. Abdul Wahan Chasbullah, Sebuah Biografi, Peletak Dasar Tradisi Berpolitik NU, pada Sabtu (23/04).
Acara yang digelar secara daring dan streaming melalui kanal youtube Salam Radio Channel ini begitu menarik dengan menghadirkan Dr. Ma’mun Murod, M.Si., yang berlatar belakang Muhammadiyah yang juga pernah menempuh pendidikan di Pesantren Tambak Beras Jombang, asuhan keluarga KH. Abdul Wahab Chasbullah, sebagai salah satu penanggap buku.
Rektor UMJ, Dr. Ma’mun Murod, M.Si., menceritakan masa awal kelahiran Muhammadiyah dan NU serta peran KH Abdul Wahab dalam perkembangan kedua ormas Islam terbesar di Indonesia. Menurut penuturannya, pada saat itu cara pandang terhadap Islam belum terkotak-kotak. Muhammadiyah dan NU memiliki hubungan yang sangat menarik. KH. Abdul Wahab yang membawa Muhammadiyah ke Jombang.
Ma’mun mengatakan bahwa jika Muhammadiyah dan NU tidak bersatu maka yang rugi adalah umat Islam. Ia menilai bahwa perbedaan di antara kedua ormas adalah perbedaan yang wajar karena bersifat furu’ buka aqidah. “Semestinya kalau ada kesadaran untuk toleransi khilafiyah, harusnya selesai. Namun situasi yang banyak mempengaruhi perbedaan adalah politik,” ungkap Rektor UMJ yang juga sebagai alumni Pesantren Tambak Beras asuhan keluarga KH Abdul Wahab Chasbullah.
“Memang agak susah untuk mencari titik konvergensi. Pekerjaan rumah kita adalah ukhuwah islamiyah,” kata Ma’mun.
Berkaitan dengan itu, Ma’mun membahas gaya berpolitik KH Wahab yang dijelaskan dalam buku Biografi KH. Abdul Wahan Chasbullah, Peletak Dasar Tradisi Berpolitik NU. “Gaya-gaya berpolitik Mbah Wahab yang pendekatannya serba fiqih ini, menegaskan bahwa perbedaan bukan hanya wilayah antar organisasi. Tapi di internal NU dan Muhammadiyah pun terjadi perbedaan. Perbedaan fiqih itu hal biasa,” pungkasnya.
Di tengah banyaknya perbedaan yang lebih banyak dipengaruhi oleh politik yang sulit disatukan, umat Islam harus tetap bersatu dalam memperjuangkan kepentingan umat dan bangsa. “Dengan adanya persatuan umat, sehingga kita tidak bisa serta-merta menyetujui UU Minerba, kita harus berikhtiar,” tegas Ma’mun. (KSU/DN)