Bahas Digitalisasi Pemilu, Guru Besar UMJ Jadi Narasumber dalam Seminar Nasional

Oleh :
Indira Dwi
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ) bidang Ilmu Govermansi Digital, Prof. Dr. Taufiqurokhman, S.Sos., M.Si., saat menjadi narsumber pada Seminar Nasional di Hotel Jayakarta, Hayam Wuruk, Jakarta Barat, Jumat (05/09/2025). (Foto : Dok. Pribadi)
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ) bidang Ilmu Govermansi Digital, Prof. Dr. Taufiqurokhman, S.Sos., M.Si., saat menjadi narsumber pada Seminar Nasional di Hotel Jayakarta, Hayam Wuruk, Jakarta Barat, Jumat (05/09/2025). (Foto : Dok. Pribadi)

Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ) bidang Ilmu Govermansi Digital, Prof. Dr. Taufiqurokhman, S.Sos., M.Si., menjadi narasumber dalam Seminar Nasional bertema “Penataan Sistem Pemilu: Menjaga Daulat Rakyat”. Dalam kegiatan tersebut, ia membahas mengenai pentingnya digitalisasi sebagai salah satu solusi strategis untuk memperbaiki sistem pemilu di Indonesia. Kegiatan ini diselenggarakan oleh UMJ di Hotel Jayakarta, Hayam Wuruk, Jakarta Barat, pada Jumat (05/09/2025).

Baca juga : Resmi Jadi Guru Besar UMJ, Prof Taufiq Sampaikan Pentingnya Kualitas Layanan E-Government di Orasi Ilmiah

Seminar dibuka oleh Rektor UMJ, Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si, dan dimoderatori oleh Direktur UPT Promosi dan Penerimaan Mahasiswa Baru UMJ, Djoni Gunanto, S.IP., M.Si. Kegiatan ini menghadirkan pembicara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta sejumlah akademisi.

Dalam pemaparannya, Taufiqurokhman menilai digitalisasi dapat menjadi kunci untuk mengatasi kompleksitas sekaligus menekan tingginya biaya penyelengaraan pemilu di Indonesia.

“Teknologi digital dapat meningkatkan efisiensi, akurasi, dan transparansi pemilu. Di Indonesia, penerapan e-rekapitulasi (Sirekap) merupakan langkah awal, namun potensinya masih bisa dikembangkan lebih jauh,” ujarnya.

Ia mencontohkan sejumlah negara yang telah sukses mengadopsi teknologi dalam pemilu mereka. Estonia dengan sistem i-Voting berbasis Public Key Infrastructure (PKI), India dengan Electronic Voting Machine (EVM), serta Brazil yang sejak 1996 telah menggunakan mesin pemungutan suara elektronik. Menurutnya, Indonesia dapat mengadopsi praktik serupa dengan menambahkan inovasi seperti blockchain sebagai sarana audit suara yang transparan dan anti-manipulasi.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa publikasi data pemilu secara real-time dan penerapan digital trail dapat memperkuat pengawasan publik, sementara kecerdasan buatan (AI) berpotensi mendeteksi anomali maupun kecurangan secara otomatis.

“Namun, keberhasilan digitalisasi tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga kesiapan regulasi dan literasi masyarakat,” ujarnya.

Taufiqurokhman menjelaskan bahwa adanya sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi, mulai dari infrastruktur digital yang belum merata, rendahnya literasi digital pemilih, hingga ancaman keamanan siber seperti peretasan dan kebocoran data. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya sinergi antara pengembangan teknologi, regulasi perlindungan data, serta edukasi publik secara masif untuk membangun kepercayaan masyarakat.

Selain Taufiqurokhman, sejumlah narasumber lain juga menyoroti urgensi penataan ulang sistem pemilu, seperti Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, yang menilai sistem proporsional terbuka telah melahirkan kompetisi politik berbiaya tinggi serta lebih menonjolkan kekuatan modal ketimbang ide dan gagasan.

Seminar ini menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis yang akan dirumuskan dalam bentuk policy brief untuk disampaikan kepada pemangku kebijakan. Para peserta sepakat bahwa penataan sistem pemilu tidak bisa lagi ditunda, melainkan harus segera dilakukan melalui evaluasi sistem proporsional, pemanfaatan teknologi yang akuntabel, dan reformasi internal partai politik.

Editor : Dian Fauzalia