Unit Pelaksana Teknis Layanan Konseling dan Psikologi Mahasiswa (UPT LKPM) dan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (SATGAS PPKPT) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) mengadakan Diskusi Publik secara daring dengan mengangkat tema “Ruang Aman untuk Perempuan Menciptakan Kesetaraan Gender di Ranah Publik”, Kamis (29/5).
Baca juga: UPT LKPM dan Satgas PPKS UMJ Adakan Diskusi Publik Pecegahan Kekerasan Seksual
Wakil Rektor IV UMJ, Dr. Septa Candra, S.H., M.H., dalam sambutannya menyampaikan pentingnya edukasi dan pencegahan terhadap isu-isu yang berkaitan dengan kenyamanan perempuan di ruang publik.
“Harapannya, informasi yang diperoleh dari diskusi ini dapat menjadi bentuk edukasi sekaligus upaya pencegahan. Pencegahan tentu lebih baik dilakukan sebelum peristiwa terjadi. Namun jika sudah terjadi, maka penting juga untuk memahami bagaimana penanganannya. Dengan begitu, kita bisa menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi perempuan, baik di UMJ maupun di kampus lainnya,” ujar Septa.
Dr. Sa’diyah El Adawiyah, M.Si., dosen Prodi Ilmu Komunikasi UMJ dan juga narasumber dalam diskusi publik, mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih menjadi isu global yang mengkhawatirkan.
“Hampir 1 dari 3 atau sekitar 35% perempuan di seluruh dunia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual, baik oleh pasangan intim maupun oleh pelaku lainnya. Secara global, sekitar 30% perempuan mengalami kekerasan fisik atau seksual dari pasangan intim sepanjang hidupnya,” ungkap Sa’diyah.
Ia menambahkan, kelompok rentan seperti remaja putri, perempuan muda, perempuan dari kelompok minoritas etnis dan gender, transpuan, serta perempuan dengan disabilitas memiliki risiko lebih tinggi terhadap berbagai bentuk kekerasan.
Sa’diyah menjelaskan bahwa terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan seksual (SEAH). Di antaranya adalah ketidaksetaraan gender, normalisasi terhadap perlakuan tidak adil yang kerap dianggap lumrah, lemahnya sistem dukungan di masyarakat, serta penerapan hukum yang belum merata dan terkadang tebang pilih.
Ia juga menyoroti berbagai hambatan yang sering dihadapi korban dalam melaporkan kasus kekerasan. Korban kerap merasa khawatir kehilangan dukungan sosial yang selama ini dimiliki, takut kasusnya tersebar luas dan diketahui publik, serta tidak memahami mekanisme pelaporan yang tersedia. Selain itu, lemahnya penegakan hukum dan minimnya pembelaan terhadap hak-hak korban turut memperburuk situasi, sehingga banyak kasus tidak terungkap dan korban enggan berbicara.
Sa’diyah menegaskan bahwa upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan harus dimulai dari penguatan keterampilan hubungan antarindividu.
“Strategi pencegahan dapat dilakukan melalui pelatihan keterampilan komunikasi interpersonal, pengelolaan konflik, dan pengambilan keputusan bersama, baik secara individu maupun kelompok. Hal ini penting untuk membangun relasi yang sehat dan setara antara perempuan dan laki-laki,” jelasnya.
Dalam upaya perlindungan dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, Sa’diyah menyampaikan bahwa salah satu rencana aksi yang dijalankan adalah sosialisasi pencegahan kekerasan di sekolah dan masyarakat. Selain itu, kampanye kesadaran digelar di transportasi umum serta pada hari bebas kendaraan bermotor untuk menjangkau masyarakat lebih luas.
“Selain sosialisasi dan kampanye, penyelenggaraan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) bagi korban kekerasan di rumah sakit juga menjadi langkah penting. Layanan kesehatan lanjutan disediakan di rumah sakit daerah dan fasilitas pemerintah pusat, kecuali Rumah Sakit Polri, untuk memberikan dukungan komprehensif kepada korban,” ujarnya.
Mahasiswa dari berbagai Universitas seperti Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Islam Al-Ihya Kuningan, Universitas Muhammdiyah Tangerang serta Universitas Pamulang menghadiri kegiatan ini. Turut hadir Dr. Ati Kusmawati, S.Pd,. S.Psi., M.Si., Ketua UPT LKPM.
Editor : Sofia Hasna