Dosen MIPOL FISIP UMJ Hadiri Konferensi Internasional di Belgia

Oleh :
Asep Setiawan
Dosen MIPOL FISIP UMJ, Dr. Asep Setiawan, MA. (kanan) dan lulusan MIPOL FISIP UMJ, Agung Dharmajaya (kiri) saat menghadiri Konferensi Internasional World Press Freedom Day di Brussels, Belgia, Rabu (07/05/2025). (Foto: Dok. Pribadi)
Dosen MIPOL FISIP UMJ, Dr. Asep Setiawan, MA. (kanan) dan lulusan MIPOL FISIP UMJ, Agung Dharmajaya (kiri) saat menghadiri Konferensi Internasional World Press Freedom Day di Brussels, Belgia, Rabu (07/05/2025). (Foto: Dok. Pribadi)

Dosen Program Studi Magister Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (MIPOL FISIP UMJ), Dr. Asep Setiawan, MA., menghadiri konferensi internasional yang diselenggarakan oleh UNESCO. Konferensi dalam rangka World Press Freedom Day ini berlangsung di Brussels, Belgia, Rabu (07/05/2025).

Baca juga: Dosen MIPOL UMJ Himbau Jurnalis Terus Tingkatkan Kompetensi

Konferensi dengan tema Reporting in the Brave New World – The Impact of Artificial Intelligence on Press Freedom and the Media ini menghadirkan lebih dari 850 peserta. Para peserta meliputi jurnalis, profesional media, pejabat pemerintah, organisasi masyarakat sipil, pakar teknologi, dan pemuda dari seluruh dunia.

Asep menegaskan konferensi ini menjadi platform penting untuk dialog global mengenai persimpangan antara kecerdasan buatan (AI) dan kebebasan pers.

“Melalui pidato para pembicara terkemuka dari organisasi seperti BBC, UNESCO, dan menteri dari sejumlah pemerintah, acara ini menyoroti baik potensi maupun ancaman perubahan teknologi bagi jurnalisme,” ujar Asep yang juga merupakan anggota dewan pers.

Asep juga menyampaikan bahwa pesan penting dalam konferensi ini antara lain mengenai Pedang Bermata Dua AI yakni meskipun AI menawarkan peluang inovasi dalam jurnalisme, teknologi ini juga membawa risiko signifikan terhadap kebebasan pers, integritas informasi, dan kepercayaan publik.

“Konferensi ini menekankan bahwa Kebebasan Pers sebagai Hak Asasi Manusia. Semua pembicara menegaskan bahwa kebebasan pers merupakan hal esensial bagi demokrasi dan pembangunan berkelanjutan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Asep menjelaskan bahwa konferensi ini juga menyerukan kerja sama internasional untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh AI, disinformasi, dan ancaman terhadap jurnalis. Selain Asep, turut hadir pada konferensi ini alumni MIPOL FISIP UMJ sekaligus wakil ketua dewan pers, Agung Dharmajaya.

Suasana Konferensi Internasional dalam rangka World Press Freedom Day di Brussels, Belgia, Rabu (07/05/2025). (Foto: Dok. Pribadi)
Suasana Konferensi Internasional dalam rangka World Press Freedom Day di Brussels, Belgia, Rabu (07/05/2025). (Foto: Dok. Pribadi)

Pesan Sekjen PBB dan Direktur Jenderal UNESCO

Sekjen PBB Antonio Guterres menyatakan jurnalis akan menghadapi ancaman yang semakin meningkat di seluruh dunia, termasuk serangan, penahanan, sensor, intimidasi, kekerasan, dan bahkan kematian dengan mengutip lonjakan tajam dalam pembunuhan jurnalis di daerah konflik, terutama di Gaza.

“Kemerdekaan pers menghadapi ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya, terutama dari kecerdasan buatan, yang dapat mendukung atau menghambat kebebasan berekspresi,” katanya.

Ia mengingatkan bahwa algoritma yang bias, kebohongan terang-terangan, dan ujaran kebencian adalah “ranjau darat di jalan raya informasi,”. Selain itu, Guteres menekankan bahwa informasi yang akurat, dapat diverifikasi, dan berdasarkan fakta adalah alat terbaik untuk melawan ancaman-ancaman ini.

Sekjen PBB juga merujuk pada Global Digital Compact yang diadopsi pada tahun 2024, yang mencakup langkah-langkah konkret untuk memperkuat kerja sama internasional dalam hal integritas informasi, toleransi, dan penghormatan di ruang digital. Ia menyerukan agar kecerdasan buatan (AI) dibentuk secara konsisten dengan hak asasi manusia dan menempatkan fakta sebagai prioritas utama. Ia juga menyebutkan Prinsip-Prinsip Global untuk Integritas Informasi yang diluncurkannya pada tahun 2024, yang menjadi panduan bagi upaya menuju ekosistem informasi yang lebih manusiawi.

Sedangkan Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay menyoroti pentingnya melindungi hak dasar kebebasan berekspresi di tengah dampak transformatif kecerdasan buatan (AI) terhadap media dan jurnalisme. Ia menekankan bahwa kemerdekaan pers bukanlah hak istimewa, melainkan hak yang harus dijaga dengan waspada, terutama saat AI mengubah cara informasi tercipta, terdistribusi, dan dikonsumsi.

Azoulay menegaskan kembali komitmen UNESCO dalam mempromosikan hak-hak jurnalis, memerangi disinformasi, dan mendukung lanskap media yang bebas, pluralistik, aman, dan inklusif di seluruh dunia.

“Jurnalisme dan teknologi perlu berkembang bersama sambil memegang teguh prinsip-prinsip kebenaran, demokrasi, dan martabat manusia,” ungkpanya.

Pernyataan Azoulay tersebut peran UNESCO dalam memfasilitasi dialog dan kerja sama global mengenai tata kelola AI yang etis, literasi media, dan perlindungan kebebasan pers sebagai hal yang esensial bagi konsolidasi demokrasi dan pembangunan berkelanjutan di era digital.

Konferensi ini ditutup dengan seruan baru untuk kewaspadaan, kolaborasi, dan inovasi etis guna memastikan bahwa kebebasan pers serta hak publik atas informasi tetap terlindungi di era digital.

Editor : Dian Fauzalia