Bima Arya: Revisi UU Pemilu Harus Pertahankan Pondasi Sistem Politik Indonesia

Oleh :
Alwi Rahman Kusnandar
Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Dr. Bima Arya saat menjadi pembicara kunci dalam Seminar Nasional Revisi UU Pemilu di Auditorium Kasman Singodimedjo FISIP UMJ, Jum'at (14/03/25). (Foto: FISIP UMJ/Gusti)
Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Dr. Bima Arya saat menjadi pembicara kunci dalam Seminar Nasional Revisi UU Pemilu di Auditorium Kasman Singodimedjo FISIP UMJ, Jum’at (14/03/25). (Foto: FISIP UMJ/Gusti)

Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Dr. Bima Arya menyampaikan bahwa dalam melakukan proses revisi Undang-Undang Pemilu penting untuk mempertahankan pondasi sistem politik pemerintahan yang sudah ada. Hal itu ia sampaikan dalam acara Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pemilu dan Partai Politik (PSP3) UMJ bersama Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Jum’at (14/03/25).

Baca juga: PSP3 UMJ Terjunkan 70 Mahasiswa Ilmu Politik Awasi Pilkada Tangsel

Pada seminar yang berlangsung di Auditorium Kasman Singodimedjo FISIP UMJ, Bima mendapat kesempatan sebagai narasumber utama. Ia menjelaskan terdapat lima pondasi dalam revisi UU Pemilu dan sistem politik Indonesia.

Bima mengatakan kelima pondasi tersebut antara lain yaitu penguatan sistem presidensial, penguatan kualitas representasi, penyederhanaan sistem kepartaian, konsistensi konsep otonomi daerah, dan memperkokoh intergrasi bangsa dalam bingkai NKRI.

“Poin terakhir merupakan hal yang sangat substantif, percuma kita memiliki sistem pemilu yang sangat demokratis tapi malah memecah belah bangsa kita. Jadi integrasi kita harus diperkuat dengan sistem ini,” ujarnya.

Lebih lanjut, Bima juga menyampaikan desain keserentakan pemilu. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU-XVIII/2019 memberikan open legal policy dengan batasan kepada pembuat UU untuk menentukan model keserantakan pemilu. Selain itu, ia juga menyampaikan isu mengenai penyelenggara pemilu antara lain, kelembagaannya permanen atau ad hoc, rekrutmen penyelenggara, mitigasi, dan teknologi kepemiluan.

Terakhir Bima menjelaskan mengenai isu pilkada akan diselenggarakan oleh DPRD atau tetap secara langsung. Menurutnya dua hal tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan.

“Jika kita bicara revisi UU Pemilu, mari kita lihat ke belakang seperti apa yang terjadi dahulu. Alasan memilih bupati atau walikota secara langsung karena dahulu pernah terjadi jalur kepemiminan nasional terbatas. Ketika pemilihan secara langsung, jalur itu bertambah banyak, siapa saja bisa menjadi bupati atau walikota. Jika kembali ke DPRD kemungkinan akan membatasi lagi,” pungkasnya.

Rektor UMJ Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si menyambut baik kerjasama PSP3 UMJ dengan Perludem. Ia berharap PSP3 sebagai lembaga baru di UMJ bisa memberikan sumbangsih dalam rangka pembahasan UU Pemilu.

“PSP3 meskipun lembaga baru, tetapi lembaga ini sudah menyelenggarakan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan masalah pemilu,”ungkapnya.

Seminar nasional yang mengangkat tema Urgensi Revisi UU Pemilu: Penataan Desain Keserentakan Pemilu dan Tata Kelola Penyelenggaraan Pemilu ini menghadirkan empat pembicara antara lain Ketua Komisi II DPR-RI m. Rifqinizamy Karsayuda, Kepala PSP3 UMJ Endang Sulastri, Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati, dan Ketua KPU RI 2017-2022 Arif Budiman.

Editor : Sofia Hasna