Fenomena Oligarki Elit Politik di Indonesia

Oleh :
Asep Setiawan
Peserta Diskusi Politik Jokowi Second Term Goverment: From a Coalition of Political Parties Towards a Political Elite Oligarchy, pada Senin (07/11).

Sejak berakhirnya pemilihan presiden tahun 2019, Presiden Joko Widodo membentuk kabinet baru dengan menyertakan calon presiden yang kalah Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan. Kehadiran Prabowo ini memunculkan adanya koalisi elit politik yang menjadi tambahan dari koalisi partai politik. Dan kehadiran koalisi elit ini menandakan munculnya oligarki politik dalam perpolitikan Indonesia.

Demikian salah satu butir diskusi yang muncul dari hasil kajian berjudul Jokowi Second Term Government: From a Coalition of Political Parties Toward A Political Elite Oligarchy (Pemerintahan Kedua Jokowi: Dari Koalisi Partai Politik Menuju Oligarki Elit Politik yang diselenggarakan Asosiasi Prodi Ilmu Politik (APSIPOL) secara virtual hari Senin (7/11).

Ketua Prodi Magister Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr. Asep Setiawan MA mempresentasikan hasil kajiannya ini dihadiri lebih dari 60 pakar politik dan mahasiswa ilmu politik. Hadir Ketua Apsipol Iding Rosyidin dan akademisi ilmu politik seperti Prof Darsono dari Universitas Brawijaya, Warjio P.hD dari Universitas Sumatera Utara dan Mantan Ketua Apsipol yang juga Dosen Universitas Jenderal Sudirman Luthfi Makhasin. Penelitian Asep Setiawan ini dilakukan bersama Dr Usni, Dr Lusi Andriyani dan Ali Noer Zaman dari Prodi Ilmu Politik dan Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Fenomena Oligarki Elite Politik

Dalam paparannya Dr. Asep Setiawan menjelaskan, sejak berlangsungnya pemilihan presiden secara langsung tahun 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyertakan semua partai politik pendukung dalam pemilihan Presiden. Dalam kabinet Indonesia Bersatu Jilid I semua partai mendapatkan kursi seperti PKS, PAN, PKB, kecuali Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dipimpin Megawati. Demikian pula pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II yang muncul tahun 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhono juga menyertakan semua partai pendukung dalam jajaran pemerintahannya.

Presiden Joko Widodo saat memenangkan pemilihan presiden tahun 2014 yang berhadapan dengan Prabowo Subianto juga menyertakan semua partai pendukungnya kecuali Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera.

Namun pada saat pembentukan kabinet tahun 2019, Presiden Joko Widodo menyertakan pasanga yang kalah dalam pemilihan presiden yakni Prabowo Subianto. Kehadiran Prabowo di dalam kabinet Presiden Joko Widodo ini memunculkan berbagai pandangan diantaranya koalisi parpol tidak lagi menjadi tumpuan pemerintahannya. Di sinilah dapat dikatakan muncul apa yang disebut sebagai koalisi elit politik yang terdiri dari Presiden Joko Widodo, Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Partai Gerindra dan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Koalisi tiga elite politik ini memunculkan pandangan bahwa di Indonesia telah muncul sebuah oligarki elite politik dimana perpolitikan dikendalikan oleh tokoh-tokoh politik yang melakukan koalisi. Koalisi partai politik tidak lagi menjadi satu-satunya tumpuan dalam memenangkan kekuasaan. Oligarki diartikan bahwa pengendalian kekuasaan hanya dilakukan oleh sekelompok kecil elite.

Dalam webinar ini muncul berbagai pendapat antara lain membenarkan bahwa koalisi elite politik tidak lain adalah oligarki politik seperti disampaikan Prof Darsono. Bahkan akademisi lainnya, Luthfi Makhasin menyatakan fenomena ini tidak lain dapat disebut juga sebagai kooptasi politik tidak cukup hanya menyebut koalisi. Pakar politik dari Universitas Sumatera Utara Dr Warjio menyebutkan adanya koalisi parpol yang terjadi dalam perpolitikan Indonesia karena cairnya ideologi partai di Indonesia. Demikian pula partai politik yang beroposisi tidak lagi berdiri sendiri di luar pemerintahan. Saat ini hampir semua partai ikut dalam koalisi pemerintahan. (AS/FISIP)