Pembelajaran Berbasis Asmaul Husna untuk Mewujudkan Generasi Unggul dan Berkarakter

Oleh :
Dinar Meidiana

Pendidikan merupakan bagian penting dalam mencetak generasi emas. Dalam kajian pendidikan banyak metode dan model pendidikan yang selalu dikembangkan untuk menghadapi kondisi kekinian. Salah satu pengembangan model pendidikan yang dilakukan oleh Prof. Dr. Herwina Bahar, MA., dosen Fakultas Ilmu Pendidikan UMJ, tentang Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Asma’ul Husna dalam Penguatan Pendidikan Karakter. Penelitian tersebut berhasil mengantarkan Herwina meraih gelar Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Islam. Secara resmi Herwina dikukuhkan pada Rabu (29/06), di Aula Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMJ.

Penelitian tersebut dilakukan Herwina berdasarkan kajian QS. An-Nisa ayat 9 (sembilan) yang menjelaskan tentang perintah Allah untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah. Menurut Herwina, untuk mencetak generasi yang kuat dan unggul harus dilakukan sejak usia dini secara terus-menerus dan fokus. Oleh karenanya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tidak boleh diabaikan dan dilalaikan, melainkan harus diperhatikan karena PAUD penting bagi visi mewujudkan generasi unggul. Tanggung jawab orang tua sebagai pendidik pertama dan utama perlu dibarengi dengan dukungan dari lembaga pendidikan usia dini.

Pendidikan dan pembangunan karakter dalam diri anak sebagai pondasi utama dalam membentuk pribadi anak yang unggul melalui spiritual, emosional, intelektual, sosial, dan jasmani harus dilakukan secara holistik. Oleh karenanya lembaga PAUD harus menggunakan model atau metode pembelajaran yang tepat dalam memperkuat akar dan pondasi dalam diri anak.

Model berbasis Asmaul Husna ini yang kemudian dikembangkan Herwina untuk digunakan dan diterapkan oleh pendidik. Model pembelajaran tersebut dapat memberikan peluang bagi anak untuk mengenal dan memahami nama-nama Allah yang dikaitkan dengan suatu tema. Penelitian ini juga melihat bagaimana anak-anak memerlukan pendidikan terhadap masalah seperti yang disebutkan Paulo Freire (1968) dalam Pendidikan Kaum Tertindas.

Mengenalkan Asmaul Husna pada anak usia dini dapat dilakukan melalui tema-tema pembelajaran di sekitarnya yang dapat mengantarkan anak pada proses pemecahan masalah. Alasan yang mendasari penggunaan Asmaul Husna sebagai bagian dari model pembelajaran adalah Asmaul Husna dapat membantu anak dalam mengenal Allah, mengenal sifat Allah, dan meneladani sifat Allah. Dengan kemampuan imajinasi dan inspirasi anak usia dini yang diketahui sebagai golden age, maka asmaul husna diharapkan dapat membantu menanamkan nilai-nilai ketuhanan dalam diri anak sejak dini.

Lebih jauh lagi, proses ini merupakan internalisasi nilai-nilai ketuhanan yang akan menjadi pondasi kuat bagi anak dalam menghadapi kehidupan. Khususnya dalam menghadapi perkembangan zaman yang saat ini telah banyak paham-paham misalnya sekulerisme, liberalisme, dll. Anak akan lebih mudah mengenal, memahami, meneladani, dan mencintai Allah, dengan demikian tertanamlah nilai-nilai tauhid dan aqidah yang akan membentuk tingkah lakunya sebagai pondasi kuat.

Model pembelajaran ini perlu dipahami oleh pendidik atau guru PAUD dalam mendukung proses pembelajaran anak disamping pendidikan utama di rumah bersama orang tua. Herwina menyebut bahwa pendidik dan guru PAUD memiliki peran, oleh karenanya lembaga PAUD harus digairahkan.

Dalam penelitian ini Herwina juga mengadopsi model pembelajaran yang dikemukakan oleh Robun Forgaty. Dari 10 model, terdapat 3 model pembelajaran yang efektif dilaksanakan untuk anak usia dini, yakni model keterhubungan, model jaring laba-laba, dan model terpadu.

Dalam membentuk anak yang cerdas dan berkualitas perlu disertai dengan keimanan dan ketakwaan. Oleh karenanya diperlukan pendidikan yang holistik. Melalui Asmaul Husna, anak diharapkan dapat membentuk karakter. Jadi pendidikan diharapkan lebih berorientasi pada nilai-nilai ketuhanan yang harus diinternalisasi ke dalam individu anak. Upaya tersebut memerlukan peran pendidik utama yakni orang tua dan guru sebagai pendidik dalam lembaga pendidikan untuk merancang suatu model pembelajaran yang menyenangkan, sehingga anak memiliki pondasi kuat dalam tumbuh kembangnya terutama pada masa golden age.

Herwina berharap model pembelajaran ini dapat memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan Islam baik secara teoritis, metodologis, maupun empiris. Ia juga mengatakan bahwa model pembelajaran tersebut dapat menjadi model alternatif dalam pembelajaran yang efektif untuk membentuk pendidikan karakter. (DN/KSU)