Dosen FISIP UMJ Bahas Partisipasi Perempuan dalam Pencegahan Ekstremisme di Webinar PBB

Oleh :
Indira Dwi
Dosen FISIP UMJ, Dr. Debbie Affianty, M.Si., saat menjadi pembicara pada webinar internasional yang diselenggarakan oleh UN Office of Counter-terrorism (kantor PBB untuk penanggulangan terorisme) secara daring, pada Kamis (11/09/2025) waktu New York (Foto : Dok. Pribadi)
Dosen FISIP UMJ, Dr. Debbie Affianty, M.Si., saat menjadi pembicara pada webinar internasional yang diselenggarakan oleh UN Office of Counter-terrorism (kantor PBB untuk penanggulangan terorisme) secara daring, pada Kamis (11/09/2025) waktu New York (Foto : Dok. Pribadi)

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ), Dr. Debbie Affianty, M.Si., membahas mengenai pentingnya partisipasi perempuan dalam pembuatan keputusan untuk pencegahan dan penanggulangan ekstremisme kekerasan. Hal ini ia sampaikan saat menjadi pembicara pada webinar internasional yang diselenggarakan oleh UN Office of Counter-terrorism (kantor PBB untuk penanggulangan terorisme)  secara daring, pada Kamis (11/09/2025) waktu New York (UTC-5 (EST).

Baca juga : Dosen FISIP UMJ Dorong Komitmen Kampus Cegah Kekerasan di ToT Satgas PPKPT

Webinar yang bertajuk “Bridging the Gap – Women’s Full, Equal, and Meaningful Participation in Decision-Making in CT/PCVE” tersebut menyoroti peran perempuan, khususnya dari organisasi masyarakat sipil, dalam mengatasi akar penyebab ekstremisme kekerasan serta memperkuat strategi nasional maupun internasional.

Dalam pemaparannya, Debbie menegaskan bahwa perempuan di tingkat akar rumput adalah “frontliners”dalam upaya pencegahan ekstremisme kekerasan.

“Perempuan sering menjadi yang pertama melihat tanda-tanda awal radikalisasi di keluarga dan komunitas. Dengan didampingi WGWC, perempuan dapat membangun ketahanan sosial melalui pendidikan nilai toleransi, kasih sayang, dan penghormatan, serta mendukung reintegrasi eks narapidana terorisme, deportan, returni dan keluarganya melalui Reflective Structured Dialogue, sehingga membantu mengurangi stigma dan memutus siklus kekerasan,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Working Group on Women Preventing Countering Violent Extremism (WGWC) secara aktif menjembatani suara perempuan dari akar rumput ke ruang kebijakan, sehingga strategi nasional, termasuk Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme Kekerasan (RAN PE) benar-benar mencerminkan realitas lokal.

“Partisipasi yang bermakna berarti perempuan tidak hanya hadir untuk simbolik, tetapi aktif dalam pengambilan keputusan, penetapan agenda, dan alokasi sumber daya. Keterlibatan setara memberi perempuan kesempatan dan dukungan yang sama seperti halnya laki-laki, sementara keterlibatan aman berarti mereka dapat bersuara tanpa takut stigma atau intimidasi,” tambahnya.

Ia memaparkan bahwa partisipasi perempuan tidak hanya strategis tetapi juga merupakan hak yang sejalan dengan agenda Women, Peace and Security (WPS) dan United Nations Security Council Resolution (UNSCR) 1325 serta 2242. Ia juga mengungkapkan adanya tantangan kolaborasi antara pemerintah dan organisasi perempuan, seperti perbedaan pendekatan keamanan, hambatan birokrasi, serta isu keselamatan aktivis. Debbie menegaskan bahwa dukungan terhadap inisiatif perempuan harus berkelanjutan dengan penguatan kapasitas kelembagaan dan amplifikasi suara mereka di ruang publik.

Selain Debbie, webinar internasional tersebut juga menghadirkan Prof. Adjaratou Wakha Aidara Ndiaye dari West Africa and Sahel serta Judy Kimamo dari Search for Common Ground. Diskusi ini dibuka oleh Steven Siqueira, UNCCT Deputy Director, UNOCT dan Paivi Kannisto, Chief of the Peace, Security and Humanitarian Section, UN Women. Webinar kemudian ditutup oleh Iman Sayed Taha, Policy Specialist, Peace and Security Section, UN Women dan Sara Negrao, Gender Adviser, UNOCT.

Editor : Sofia Hasna