Indonesia Darurat Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi

Oleh :
KSU UMJ Editor
Kekerasan Seksual di PT

Prodi Administrasi Publik  Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta menyelenggarakan seminar dengan tema “Indonesia Darurat Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi” pada Rabu, 15 Desember 2021 yang dilaksanakan secara hybrid, luring dan daring.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dr. Evi Satispi, M.Si menyatakan bahwa  adanya  koreksi terhadap kejahatan seksual dan juga kekerasan seksual ini menjadi hal untuk dibahas bersama. Ia berharap ini menjadi rekomendasi yang baik dari kalangan dan unsur unsur lingkungan perguruan tinggi yang merupakan orang orang yang terdampak dari kekerasan seksual nantinya terhadap Permendikbud No.30 tersebut, “ini menjadi dampak yang luar biasa, baik dosen, mahasiswa maupun pengelola di Universitas maupun fakultas kita, sangat miris Permendikbud seperti itu., Kami sebagai dosen tentunya sangat mengkhawatirkan perlakuan seperti itu dari Permendikbud yang sudah digulirkan oleh pak menteri.” Ucap Evi Satispi M.Si

Wakil Rektor IV Dr. Septa Chandra SH.MH menyatakan bahwa ini adalah tema yang sangat mengerikan sekali, miris bagi kita di kalangan perguruan tinggi, ketika kemudian di lingkungan perguruan tinggi terjadi berbagai bentuk kekerasan ataupun pelecehan seksual,  yaitu yang notabene dilakukan oleh kaum intelektual oleh dosen terhadap civitas akademika dalam hal ini adalah mahasiswi. “Data yang bermunculan belakangan ini  dimana terjadinya berbagai bentuk kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi negeri yang umum  maupun di Perguruan Tinggi yang berbasis agama, jadi sangat miris sekali kalau kita perhatikan pemberitaan akhir-akhir ini. Terdapat 10 kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi.” Ucap Septa. Selain itu Dr. Septa mengatakan bahwa “Sebenarnya mahasiswi adalah mereka yang berpotensi menjadi korban, bagaimana kemudian agar tidak menjadi korban dari pada bentuk kekerasan seksual yang dilakukan pendidik dalam hal ini yaitu dosen tentu sebagai suatu Perguruan Tinggi harus mempunyai kebijakan-kebijakan sebagai upaya pencegahan agar perbuatan tersebut atau peristiwa tersebut tidak terjadi terhadap mahasiswi kita atau di perguruan tinggi kita.” Ucapnya

Jaringan Muda Setara Annisa Nurul Hidayah mengatakan bahwa faktanya kekerasan seksual merupakan kekerasan berbasis gender tetapi tidak memungkiri, karena fakta yang ada  itu, sebenernya semua bisa menjadi korban kepada perempuan ataupun laki laki. “Biasanya di media mainstream yang kita dengar hanya satu atau dua kasus saja nih yang mencuat tapi ternyata laporan yang masuk ke lembaga penyedia layanan  kekerasan seksual itu bisa sampai 15 kasus perhari, itu biasanya ada di Komnas perempuan yang pengaduan tinggi karena memang Komnas perempuan menjadi rujukan resmi negara sebagai lembaga negara.” Ucap Annisa Nurul Hidayah

Akademisi dan Praktisi Hukum Dr. Bahria Prentha SH.MH mengatakan bahwa Permendikbud ini sangat dibutuhkan karena sekarang ini saya sepakat bahwa Indonesia darurat, artinya memang banyak sekali kasus kasus ini sering terjadi. “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi rasa aman dan perlindungan dari ancaman yang bersangkutan yang merupakan hak asas,artinya bahwa perempuan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan bagi seluruh warga negara itu mendapatkan perlindungan, secara konstitusional perempuan itu memiliki  hak untuk di berikan perlindungan.” Ucap Dr. Bahria Prentha SH.MH  selain itu Dr. Bahria Prentha SH.MH menyatakan bahwa semua tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh tindakan seksual atau tindakan lain yang diarahkan seksualitas, seseorang dengan menggunakan paksaan tanpa memandang status hubungan dengan korban,”Jadi WHO ini memberikan suatu pengertian bahwa kekerasan seksual itu tidak memandang status tadi juga sempat disinggung kekerasan itu bisa terjadi di ruang yang sangat dekat dengan kita.” Ucapnya. (Yoga Handika/ KSU UMJ)