UMJ dan Kedubes Mesir Menggelar Seminar Internasional dengan Tema Islam Wasathiyah

Oleh :
Dinar Meidiana
Seminar Peran Al-Azhar Asy-Syarif dalam Mengukuhkan Moderasi Islam yang diselenggarakan oleh UMJ bersama Kedutaan Mesir di Jakarta dan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir pada Senin (23/05).

Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) melalui Kantor Kerjasama dan Urusan Internasional menjalin kerja sama dengan Kedutaan Mesir di Jakarta dan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, dalam menggelar seminar yang bertajuk Peran Al-Azhar Asy-Syarif dalam Mengukuhkan Moderasi Islam. Seminar melibatkan akademisi dari Mesir yakni Dr. ’Ali Ibrahim, Dr. Syauqi Al-Athor, Dr. Muhammad Salim ’Amir, dan Dr. Fathullah Muhammad Fathullah, dan akademisi dari Indonesia yakni Dr. Saiful Bahri, Lc, MA., yang juga merupakan ketua LPP AIK UMJ dan Khairul Insan. Seminar digelar di Auditorium Fakultas Ilmu Pendidikan UMJ, pada Senin (23/05).

Seminar diikuti oleh mahasiswa dan dosen UMJ serta Duta Besar Mesir untuk Indonesia yang diwakili oleh pejabat Kedutaan Mesir untuk Indonesia. Seminar ini bertujuan untuk mengkampanyekan Islam wasathiyah (moderasi Islam). Pihak kedutaan besar Mesir untuk Indonesia menjelaskan bahwa kampanye wasathiyah Islam merupakan program Universitas Al-Azhar Asy-Syarief.

Pada kesempatan tersebut, Dr. Ma’mun Murod, M.Si., selaku Rektor UMJ turut hadir menyambut kehadiran narasumber dan membuka seminar. Tema seminar yang diselenggarakan merupakan tema yang juga diperbincangkan dunia saat ini. Tema ini menguat ketika muncul upaya-upaya golongan islamophobia yang menyudutkan Islam sebagai ekstrimis, radikalis, intoleran, dan sebagainya.

“Berbicara soal umat tengahan, Al Quran memiliki jurus dan rumus tersendiri untuk meredam radikalisme. Tesis saya konsisten, yakni ekstrimisme dan radikalisme muncul karena beberapa faktor. Tapi saya yakin bahwa gerakan yang kemudian menghadirkan perlawanan di banyak negara itu lahir karena kejengkelan terutama karena Barat memposisikan Islam tidak proporsional. Ketidak proporsionalan Barat dalam konteks kampanye tentang wasathiyah Islam, Islam yang moderat,” kata Rektor UMJ dalam sambutannya mengawali seminar.

Menurutnya, kampanye wasathiyah Islam harus dilakukan secara menyeluruh, artinya upaya kampanye wasathiyah Islam tidak hanya memerangi ekstrimisme agama, tapi juga harus memerangi ekstrimisme ekonomi, politik, dan hukum. “Semoga seminar akan menghasilkan rumusan-rumusan. Wasathiyah bukan hanya keagamaan tapi lebih utuh dan lebih kaffah,” kata Rektor UMJ menutup sambutan.

Seminar kemudian dilanjutkan dengan pemaparan narasumber terkait dengan moderasi Islam dan wasathiyah Islam. Akademisi dari Al-Azhar Asy-Syarief yakni Dr. ’Ali Ibrahim, Dr. Syauqi Al-Athor, Dr. Muhammad Salim ’Amir, dan Dr. Fathullah Muhammad Fathullah, memberikan penjelasan terkait dengan makna wasathiyah.

Pada kesempatan tersebut, Dr. Saiful Bahri, Lc., MA., menjelaskan lebih spesifik moderasi dalam pendidikan. Saiful melihat pendidikan di UMJ menerapkan moderasi dalam pendidikan yakni pendidikan yang inklusif. Seperti yang diketahui bahwa kampus UMJ memiliki 4 (empat) fakultas yang menerima mahasiswa difabel, bahkan telah terbentuk komunitas difabel. “Ayat Al-Quran, yakni surat ‘Abasa telah diterapkan di UMJ,” ujar ketua LPP AIK UMJ.

Menurutnya, moderasi pendidikan diatur dalam Islam melalui surat ‘Abasa. Hal tersebut bisa dilihat dari asbabunnuzul (sebab diturunkannya ayat), bahwa Rasul ditegur karena bermuka masam ketika ada Abdullah bin Umi Maktum yang tuna netra ingin ikut menuntut ilmu.

Wasathiyah Islam (moderasi Islam), seperti halnya wasit atau hakim dalam pertandingan sepak bola yang memberikan keputusan. Dia (wasathiyah) bergerak dinamis bersama masyarakat, hadir dalam setiap momen masyarakat. Oleh karenanya penting sekali sivitas akademika sebagai insan akademik hadir dalam setiap momen bangsa ini. (DN/KSU)