Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (LHKP PWM) Lampung mengadakan rapat koordinasi wilayah (rakorwil) dan kajian dengan mengangkat tema “Isu Kontemporer Hubungan Muhammadiyah dan Politik” pada Rabu (13/04/2022) pagi yang dilakukan secara daring dengan menghadirkan dua narasumber; Rektor UMJ sekaligus Wakil Ketua LHKP PP Muhammadiyah Dr. Ma’mun Murod dan Dr. Syarief Makhya.
Saat memberikan sambutan, Ketua PWM Lampung Prof. Marzuki Noor menyatakan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tapi Muhammadiyah tidak buta terhadap politik. Menurutnya nilai tertinggi dari ideologi Muhammadiyah adalah tauhid dan nilai kemasyarakatan. “Kita tidak membangun state tapi kita membangun society,” katanya.
Senada dengan Marzuki, sebagai narasumber pertama Dr. Ma’mun Murod Wakil Ketua LHKP PP Muhammadiyah menggarisbawahi kembali bahwa Muhammadiyah tegas bukan organisasi politik dan tidak menjadi bagian struktural dari partai politik. “Bahwa tokoh-tokoh Muhammadiyah menduduki jabatan politik itu persoalan lain,” katanya.
Ma’mun mengungkapkan, meskipun bukan partai politik, Muhammadiyah memiliki kepedulian terhadap praktik politik di Indonesia agar dijalankan dengan baik.
Bagi Ma’mun, kepentingan Muhammadiyah adalah bagaimana memastikan politik Indonesia berjalan dengan nilai-nilai. “Bukan cawe-cawe urusan politik,” tegasnya. Menurutnya, bagaimanapun Muhammadiyah tidak dapat abai sama sekali terhadap politik. “Ketika kita abai terhadap politik maka kebijakan itu akan menggilas kita, itu terbukti dalam banyak hal. Maka penting kita terus memberikan kritik, di sinilah porsi Muhammadiyah menjadi penting,” tambahnya.
Satu hal yang menjadi prinsip Muhammadiyah adalah dengan tidak masuk dalam wilayah praksis secara institusional.
Lebih lanjut Ma’mun mengatakan bahwa wilayah politik Muhammadiyah masuk dalam politik kebangsaan atau disebut high politic. “High politic itu ukurannya pada moralitas,” terangnya.
Selanjutnya Ma’mun memaparkan analisis hubungan Muhammadiyah dengan pemerintah dimulai di era Soekarno hingga saat ini. Menurutnya, Muhammadiyah kesulitan dalam membangun relasi dengan negara itu terjadi di era sekarang. “Banyak suara-suara Muhammadiyah yang diabaikan. Ada semacam pemerintah itu resistan terhadap Muhammadiyah,” kritiknya.
Ma’mun mengajukan sejumlah fakta perihal relasi Muhammadiyah-pemerintah yang dirasa mampet di era sekarang. “Di era Jokowi dimana politik semakin liberal, semakin berbiaya mahal, semakin oligark, posisi Muhammadiyah kesulitan dalam membangun relasi dengan pemerintah. Masukan-masukan dari Muhammadiyah tidak didengar misalnya bagaimana UU IKN, UU Omnibuslaw, Pemilu yang ditunda,” tegasnya.
Narasumber kedua, Dr. Syarief Makhya, M.S. lebih terkonsentrasi bagaimana isu politik kontemporer dan mengingatkan lagi soal ijtihad politik Muhammadiyah.
Makhya memulai penjelasannya dengan mengajukan kembali makna politik. Menurutnya, politik tidak hanya dipahami sebagai fenomena yang terkait-kelindan dengan kekuasaan tetapi juga terkait policy, keadilan, kemanusiaan, HAM, kesejahteraan dan seterusnya, juga terkait relasi kuasa dalam setiap aspek kehidupan sosial serta tidak terbatas pada peristiwa ‘murni’ politik dan lembaga politik formal. (KSU/MZ)