Pahlawan Senin Kamis

Qithfirul Fahmi - Opini - Pahlawan Senin Kamis
(Ilustrasi: KSU/Fachrul Rozi)

Sejak merdeka pada 17 Agustus 1945, Pemerintah Republik Indonesia memiliki komitmen untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui konstitusi, tepatnya pada Alinea Keempat Preambul, Pasal 28C, dan Pasal 33.

Amanat konstitusi tersebut berfokus pada pentingnya pendidikan yang menjadi gerbang utama untuk memajukan suatu bangsa. Bangsa yang unggul tentunya tidak terlepas dari peran guru dalam memberikan pengetahuan, baik di kelas maupun di luar kelas.

Dewasa ini kita sering mendengar pernyataan bahwa guru ialah pahlawan tanpa tanda jasa. Guru dianggap sebagai seseorang yang mendedikasikan hidupnya secara tulus untuk mencerdaskan bangsa dengan berbagai ilmu pengetahuan.

Kendati demikian, dalam perjalanannya, guru kerap kali mengalami berbagai permasalahan, seperti tidak meratanya jumlah guru, rendahnya kualitas guru, kurangnya sarana dan prasarana, kurikulum yang berubah-ubah, berpenghasilan rendah, bahkan berhadapan dengan hukum.

Polemik tersebut menggambarkan cap guru sebagai pahlawan justru kehidupannya sangat susah atau dalam arti lain, napasnya senin kamis.

Pendidikan dan Generasi Emas 2045

Pada 2045 mendatang, Indonesia memasuki usia ke-100 tahun atau satu abad dengan bonus demografi mencapai 318,96 juta jiwa dan sekitar 69,3% berusia produktif (Badan Pusat Statistik, 2022).

Generasi muda sebagai tokoh utama mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, yaitu “Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”, diharapkan memiliki kompetensi, kreativitas, serta inovasi yang tinggi untuk menghadapi bonus demografi. Jika generasi muda tidak mampu mempersiapkan diri dan tidak berdaya saing tinggi, tentunya, bonus demografi akan menjadi bumerang bagi bangsa Indonesia.

Persiapan fundamental yang perlu dilakukan generasi muda agar menjadi Generasi Emas di 2045 adalah mengenyam pendidikan yang layak. Dalam hal ini, pendidikan yang dikelola oleh pemerintah dengan konsisten dan progresif agar mutu pengajar serta pelajar di tanah air terus bergerak ke arah yang lebih baik.

Maksud dari pendidikan yang dikelola dengan konsisten dan progresif, yaitu pendidikan yang mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan, serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan penuh rasa tanggung jawab dan bermoral.

Nilai-nilai dasar Pancasila menjadi hal penting bagi pendidikan nasional, karena para guru akan melahirkan sumber daya manusia (generasi muda) yang mampu memecahkan masalah dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan pemikiran yang berlandaskan isi kandungan sila-sila Pancasila.

Jika Generasi Emas 2045 mampu mengamalkannya dengan baik, bukan tidak mungkin bangsa Indonesia menjadi salah satu bangsa yang berpengaruh di dunia, yaitu bangsa yang memayu bayuning bawana (menjaga kedamaian dan keindahan dunia).

Sementara itu, pengelolaan pendidikan yang mewujudkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan, serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, berperan untuk menciptakan kultur pendidikan yang tanggap dengan perubahan zaman secara berkesinambungan dan konsisten berdasarkan cita-cita serta tujuan bangsa Indonesia.

Kemudian, sistem pendidikan yang mewujudkan penuh rasa tanggung jawab dan bermoral, berfungsi untuk menghadirkan integritas dan jiwa welas asih, saling menghormati, mengakui adanya persamaan hak asasi yang melekat pada setiap orang, serta menjunjung tinggi moral kebijaksanaan untuk kehidupan bersama yang harmonis.

Dengan pengelolaan pendidikan nasional tersebut, diharapkan pemerintah Negara Republik Indonesia mampu menyejahterakan guru atau dosen, meningkatkan kompetensi, kreativitas, dan inovasi siswa atau mahasiswa, membantu perkembangan pendidikan non-formal atau informal, serta meraih cita-cita Generasi Emas 2045.

Perlunya Kepastian Hukum

Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 menyatakan Negara Indonesia adalah negara hukum. Sudah seyogianya pemerintah memberikan kepastian hukum di segala aspek kehidupan masyarakat, tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Menurut Sudiko Mertokusumo, kepastian hukum adalah sebuah jaminan agar hukum dapat berjalan dengan semestinya (Peter Mahmud Marzuki, 2008).

Dalam memahami nilai-nilai dari kepastian hukum, maka ada hal yang harus diperhatikan yaitu, nilai tersebut memiliki relasi yang erat dengan instrumen hukum positif serta peranan negara dalam melakukan aktualisasi pada hukum positif tersebut. Oleh karena itu, pemerintah Negara Republik Indonesia harus memastikan bahwa anggaran pendidikan senilai 20% yang tercantum dalam Pasal 31 ayat (4) UUD NRI 1945 dapat digunakan dan disalurkan dengan tepat.

Kepastian hukum dan pendampingan hukum juga harus berlaku dengan benar kepada guru atau dosen, serta siswa atau mahasiswa yang berhadapan dengan hukum. Pasalnya, baru-baru ini ada kejadian orang tua sekaligus anggota angkatan bersenjata, melaporkan seorang guru honorer di Sulawesi Tenggara karena diduga memukul anaknya. Bahkan, ada juga seorang guru yang dipukuli oleh keluarga salah satu muridnya di Sulawesi Tengah.

Dorongan untuk kemajuan pendidikan nasional pun perlu dibersamai oleh DPR, baik di daerah maupun pusat. Sebagai perwakilan rakyat, aspirasi yang disampaikan masyarakat perlu didengar dan ditindaklanjuti agar berdampak positif dalam rangka menyejahterakan masyarakat serta mencerdaskan bangsa.

Berdasarkan penjelasan di atas, kepastian hukum diperlukan karena guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa harus dipenuhi segala hak dan kewajibannya secara layak agar kuantitas, kualitas, serta kompetensinya terus meningkat. Terlebih, mereka juga harus menjalankan tugas sebagai sense of mission, yaitu memiliki misi untuk pembangunan bangsa.

Masa Depan Pahlawan Senin Kamis

Pembangunan bangsa Indonesia hingga 2029 mendatang akan dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto. Dalam Kabinet Merah Putih-nya, Kementerian Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia dipisah menjadi tiga. Dengan dipecahnya kementerian ini, diharapkan membawa angin segar untuk sistem pendidikan nasional dalam menyongsong Generasi Emas 2045.

Berfokus pada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang mana lingkupnya sangat krusial untuk guru serta generasi muda, Abdul Mu’ti selaku menteri memaparkan program prioritas untuk meningkatkan kualifikasi, kompetensi, dan kesejahteraan guru saat Rapat Kerja dengan Komisi X DPR.

Program yang disusunnya mengenai sarana dan prasarana yang memadai, ketersediaan layanan yang merata, pembiayaan pendidikan afirmatif, layanan pendidikan inklusif, lingkungan sosial-budaya yang mendukung, serta pendidik dan tenaga kependidikan yang kompeten dan sejahtera.

Melihat progam yang direncanakan tersebut bagai oase di tengah padang pasir untuk para pengajar dan pelajar. Tentunya, ikhtiar ini patut didukung dan harus diawasi, tak terkecuali terhadap kurikulum pendidikan yang akan diberlakukan.

Apabila kesejahteraan untuk guru yang berasal dari kerja sama pemerintah, masyarakat, dan seluruh stakeholder di kemudian hari dapat terwujud, maka predikat Pahlawan Senin Kamis (arti KBBI) yang sangat susah hidupnya tidak melekat lagi pada diri mereka.

Editor: Dinar Meidiana