Idul Fitri, Halal Bi Halal, dan Syi’ar Konsolidasi Dakwah Muhammadiyah

Idul Fitri, Halal Bi Halal, dan Syi’ar Konsolidasi Dakwah Muhammadiyah
Ilustrasi : KSU/Fildzah

Penetapan tanggal 31 Maret 2025 sebagai Hari Raya Idul Fitri tahun 1446 H oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.O/E/2025 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah 1446 Hijriah menjadi momentum sakral bagi seluruh Warga Muhammadiyah Indonesia untuk melaksanakan Idul Fitri. Kemudian, pada tanggal tersebut Pemerintah Indonesia juga mengumumkan penetapan 1 Syawal 1446 H. Sehingga perayaan Idul Fitri antara Muhammadiyah dengan Pemerintah Indonesia jatuh pada hari dan tanggal yang sama.

Bagi Persyarikatan Muhammadiyah, Hari Raya Idul Fitri bukan hanya menjadi momentum perayaan hari keagamaan yang sifatnya semata-mata ibadah mahdoh setelah sebulan penuh berpuasa di Bulan Ramadhan. Akan tetapi, menjadi ajang syi’ar konsolidasi dakwah Persyarikatan Muhammadiyah mulai dari tingkat Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai pucuk tertinggi hirarki organisasi hingga Pimpinan Ranting Muhammadiyah yang bersentuhan secara langsung dengan masyarakat akar rumput. Sehingga dengan adanya konsolidasi dakwah dari tingkat pusat hingga akar rumput, dakwah Muhammadiyah perlahan-lahan mampu menghadirkan kemakmuran untuk semua di tengah-tengah masyarakat Indonesia.   

Idul Fitri dan Syi’ar Dakwah

Idul Fitri bagi Warga Muhammadiyah menjadi salah satu momentum untuk melakukan syi’ar dakwah keislaman ala Muhammadiyah kepada masyarakat secara luas. Salah satu bentuk syi’ar dakwah yang dilakukan ialah melalui pelaksanaan Sholat Idul Fitri di lapangan. Karena, bisa dikatakan bahwa Pelaksana Sholat Idul Fitri di lapangan pertama kali di Indonesia ialah Muhammadiyah yang melakukannya. Tepatnya, terjadi pada tahun 1926 yang berlokasi di alun-alun utara Keraton Yogyakarta (muhammadiyah.or.id).

Dengan demikian, bagi warga Muhammadiyah, pelaksanaan Sholat Idul Fitri di lapangan menjadi salah satu bentuk identitas syi’ar dakwah Muhammadiyah di masyarakat Indonesia. Karena, bila ada pelaksanaan Idul Fitri di lapangan, bisa dipastikan penyelenggaranya ialah Muhammadiyah ataupun simpatisan dari Muhammadiyah. Tentu, hal tersebut akan memberikan dampak signifikan terhadap pengembangan Muhammadiyah di tempat tersebut, baik secara langsung ataupun tak langsung, di masa yang akan mendatang.  

Dampak langsung dari adanya syi’ar melalui pelaksanaan Sholat Idul Fitri di lapangan, misalnya akan banyak masyarakat yang tertarik untuk masuk menjadi anggota dari Persyarikatan Muhammadiyah yang dibuktikan dengan pengisian blanko untuk membuat Kartu Tanda Anggota Muhammadiyah (KTAM), Muhammadiyah akan semakin dikenal oleh masyarakat, Muhammadiyah akan semakin banyak menerima dana filantropi, produk dan jasa dari Amal Usaha Muhamamdiyah (AUM) di tempat tersebut akan semakin diminati masyarakat, dan lain sebagainya.

Sementara dampak tidak langsung dari syi’ar melalui pelaksanaan Sholat Idul Fitri di lapangan, misalnya akan banyak masyarakat yang paham bahwa Muhammadiyah berbeda dengan Ahmadiyah, paham tajdid yang menjadi urat nadi Islam Berkemajuan Muhamamdiyah akan semakin dikenal masyarakat, akan banyak masyarakat memahami bahwa Muhamamdiyah puritan dari sisi ubudiyah (ibadah mahdoh) sementara muamalah (ibadah ghairu mahdoh) dinamis dan berkemajuan, dan lain sebagainya.   

Jadi, penyelenggaraan Sholat Idul Fitri di lapangan akan menjadi salah satu syi’ar dakwah Muhammadiyah secara berkesinambungan. Maka dari itu, penyelenggaraan Sholat Idul Fitri yang dikelolah oleh Muhammadiyah—mulai dari tingkat Pimpinan Pusat hingga Pimpinan Ranting harus dilakukan secara serius. Sehingga menghasilkan dampak yang signifikan terhadap pengembangan Muhammadiyah di kemudian hari.       

Halal Bi Halal dan Konsolidasi  Dakwah

Pasca Pelaksanaan Sholat Idul Fitri, masyarakat muslim akan  beramai-ramai melakukan silaturrahmi, baik silaturrahmi antara saudara, tetangga, dan lain sebagainya. Kunjung mengunjungi akan menjadi salah satu aktivitas yang akan sangat nampak pasca Pelaksanaan Sholat Idul Fitri. Tentu, hal yang tak kalah penting ialah akan ada kegiatan Halal Bi Halal, baik yang diselenggarakan secara formal ataupun non-formal.

Tentu saja, Halal Bi Halal bagi Muhammadiyah bukan hanya menjadi ajang silaturrahmi untuk saling maaf memaafkan. Akan tetapi, akan menjadi momentum konsolidasi penguatan dakwah Muhammadiyah di masing-masing lingkup dimana Muhammadiyah itu sendiri berada. Dengan kata lain, penyelenggaraan Halal Bi Halal yang dilakukan oleh Muhammadiyah, mulai dari tingkat Pimpinan Pusat hingga Pimpinan Ranting sebagai media konsolidasi dakwah antar kader Muhammadiyah.

Dengan adanya konsolidasi dakwah melalui kegiatan Halal Bi Halal, maka gerak dakwah Muhammadiyah ke depannya akan dilakukan secara tertata dan berkesinambungan dalam rangka menghadirkan kemakmuran untuk semua. Sehingga, dakwah berkesinambungan akan mampu melahirkan sesuatu yang memang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat muslim Indonesia. Pada akhirnya, keberadaan Muhammadiyah akan mampu menjadi salah satu pendorong hadirnya kemakmuran di tengah-tengah masyarakat muslim Indonesia ke depannya.

Konsolidasi untuk Pengutan Persyarikatan

Konsolidasi dakwah harus terus dilakukan oleh Muhammadiyah, mulai dari tingkat Pimpinan Pusat hingga Pimpinan Ranting. Hal tersebut sebagai upaya agar irama dakwah Muhammadiyah mulai dari tingkat Pusat hingga Ranting menjadi satu irama. Sehingga dengan adanya kesatuan irama dakwah, maka energi dakwah yang dikeluarkan akan mampu memberikan dampak signifikan terhadap kesuksesan gerakan dakwah yang dilakukan. Maka, Muhammadiyah—terkhusus untuk tingkat cabang dan ranting, harus memanfaatkan momentum Halal Bi Halal dalam rangka konsolidasi dakwah.

Mungkin saja, cabang dan ranting selama ini kesulitan untuk melakukan konsolidasi dakwah, misalnya disebabkan karena kesibukan masing-masing pimpinan dan anggota yang ada di dalamnya, maka momentum Halal Bi Halal bisa menjadi ajang untuk mengadakan konsolidasi dakwah. Sehingga dengan adanya konsolidasi dakwah melalui Halal Bi Halal, cabang dan ranting Muhammadiyah akan memiliki ghairah baru dalam rangka berkhidmat di tengah-tengah masyarakat.

Terlebih, cabang dan ranting muhammadiyah ialah institusi persyarikatan yang secara esensi memiliki jama’ah di akar rumput. Maka, bila cabang dan ranting muhammdiyah tak pernah melakukan konsolidasi dakwah, tentu syi’ar Islam Berkemajuan yang dihasilkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah tak akan sampai ke masyarakat akar rumput. Maka dari itu, Cabang dan Ranting Muhammadiyah harus mampu memaksimalkan kehadiran Halal Bi Halal dalam rangka konsolidasi dakwah.

Penutup

Di usia ke-112, Muhammadiyah harus benar-benar memanfaatkan keberadaan Idul Fitri dan Halal Bi Halal sebagai ajang untuk melakukan konsolidasi dakwah. Sehingga gerak dakwah yang dilakukan oleh Muhammadiyah akan selalu inovatif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dimana Muhammadiyah itu sendiri berada. Keberadaan inovasi yang dihasilkan oleh Muhammadiyah, akan menjadi salah satu pembuktian bahwa Muhammadiyah memang menjadi organisasi Islam yang berkemajuan, di segala dimensi kehidupan sehari-hari.