Kanker Paru-Paru: Silent Killer yang Masih Mengancam di Indonesia

Guru Besar bidang Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKK UMJ), Prof. DR. dr. Muhammad Fachri, S.Ked, Sp.P, MKM, FAPSR, FISR., Kanker Paru-Paru: Silent Killer yang Masih Mengancam Indonesia.
Guru Besar bidang Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKK UMJ), Prof. DR. dr. Muhammad Fachri, S.Ked, Sp.P, MKM, FAPSR, FISR., Kanker Paru-Paru: Silent Killer yang Masih Mengancam Indonesia.

Kanker paru-paru masih menjadi salah satu penyakit paling mematikan di dunia dan di Indonesia. Berdasarkan data dari Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) tahun 2020 yang diperoleh dari International Agency for Research on Cancer, didapatkan data bahwa kanker paru-paru menempati urutan kedua penyebab kanker terbanyak di dunia, yakni sebesar 11,4%.

Di Indonesia, berdasarkan data hasil pemeriksaan di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta, lebih dari 80 persen kasus dari semua jenis kanker yang terdiagnosis adalah kasus kanker paru-paru. Didukung dengan data registrasi kanker Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta tahun 2003-2007 yang menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus dan paru merupakan keganasan terbanyak kedua pada laki-laki (13,4%) setelah kanker nasofaring (13,63%) serta merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada laki-laki (28,94%).

Hari Kanker Paru-paru Sedunia menjadi momentum penting untuk mengingatkan masyarakat tentang urgensi pencegahan kanker. Kesadaran mengenali gejala awal menjadi kunci untuk menurunkan angka kematian, karena penanganan kanker paru-paru akan lebih efektif jika ditemukan lebih dini.

Dalam rangka memperingati Hari Kanker Paru-paru Sedunia pada tanggal 1 Agustus, Guru Besar bidang Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKK UMJ), Prof. DR. dr. Muhammad Fachri, S.Ked, Sp.P, MKM, FAPSR, FISR., membagikan pandangannya mengenai kelompok usia rentan terkena kanker paru-paru, penyebab dan gejala awal, serta pesan yang perlu diingat bagi masyarakat Indonesia.

Kelompok Usia Rentan Terkena Kanker Paru-paru

Meskipun kesadaran akan bahaya kanker semakin meningkat, kasus kanker paru di Indonesia tetap tinggi. Berdasarkan kategori risiko, terdapat dua kelompok utama yang perlu diwaspadai. Kelompok A mencakup individu berusia di atas 45 tahun dengan riwayat merokok aktif, pasangan perokok, atau yang berhenti merokok kurang dari 10 tahun, serta mereka yang memiliki riwayat pajanan karsinogen dari pekerjaan atau lingkungan. Kelompok B terdiri dari individu berusia di atas 40 tahun dengan riwayat keluarga penderita kanker paru.

“Namun, usia rata-rata kanker paru-paru di Indonesia lebih muda yaitu 58 tahun, dibandingkan dengan data internasional yakni 65 tahun,” ujar Fachri saat diwawancara, pada Senin (28/07/2025).

Alumni Magister FKM UMJ ini menyatakan bahwa kanker paru-paru kerap dijuluki sebagai silent killer karena sifatnya yang jarang menunjukkan gejala pada tahap awal. Pada stadium dini, ketika ukuran massa tumor masih kecil (kurang dari 3 cm), maka hasil foto rontgen dada biasanya belum memperlihatkan tanda-tanda yang jelas.

Gejala seperti sesak napas dan batuk baru muncul ketika tumor telah membesar, menekan organ di sekitarnya seperti saluran napas, pembuluh darah besar, jantung, atau bahkan organ paru yang masih sehat, serta menyebar ke organ lain. Pada tahap lanjut inilah kanker paru-paru sering berakibat fatal karena menyebabkan komplikasi serius yang mempercepat risiko kematian.

Faktor Penyebab dan Gejala Awal Kanker Paru-paru yang Sering Diabaikan

Penyebab pasti kanker paru, seperti halnya penyakit kanker pada umumnya, hingga kini belum sepenuhnya diketahui. Namun, faktor risiko terjadinya kanker paru yang paling terutama adalah merokok.

Menurut Fachri, merokok merupakan faktor risiko terbesar bagi terjadinya kanker paru-paru, karena dapat menyumbang sekitar 80% kasus pada laki-laki serta 50% kasus pada perempuan. Selain itu, faktor lain seperti kerentanan genetik (genetic susceptibility), polusi udara, paparan gas radon, serta paparan bahan industri berbahaya seperti asbestos, dan silika juga berperan penting dalam meningkatkan risiko kanker paru-paru. Kombinasi antara faktor gaya hidup, lingkungan, dan predisposisi genetik membuat penyakit ini semakin sulit dicegah sepenuhnya.

Gejala awal kanker paru-paru kerap kali diabaikan karena mirip dengan keluhan penyakit paru lain, seperti batuk, sesak napas, dan nyeri dada. Beberapa pasien juga mengalami penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, tetapi sering kali hal ini dianggap remeh.

“Hal ini juga didukung oleh gaya hidup urban, termasuk kurang olahraga dan tingkat stres yang tinggi, turut menurunkan daya tahan paru sehingga memperburuk kesehatan pernapasan,” tambahnya.

Metode Pengobatan dan Upaya Pencegahan Kanker Paru-paru

Pengobatan kanker paru sangat bergantung pada tingkat keparahan atau stadium penyakit. Pada stadium awal, kanker paru dapat ditangani dengan operasi pengangkatan jaringan kanker, memberikan peluang kesembuhan yang lebih besar.

Namun, ketika penyakit telah memasuki stadium lanjut dan terjadi penyebaran ke organ lain, operasi tidak lagi menjadi pilihan. Sebagai gantinya, pasien menjalani kemoterapi atau radiasi untuk mengendalikan pertumbuhan sel kanker. Perkembangan terbaru di dunia medis saat ini menghadirkan obat yang disebut targeted therapy. Meski demikian, semakin tinggi stadium kanker paru, tingkat keberhasilan pengobatan pun semakin menurun.

Upaya pencegahan tetap menjadi kunci utama dalam menekan angka kejadian kanker paru-paru. Cara paling efektif adalah tidak merokok dan menjauhi paparan asap rokok, baik sebagai perokok aktif maupun pasif. Selain itu, menghindari paparan partikel atau gas berbahaya, seperti polusi industri dan gas beracun, menjadi langkah penting untuk melindungi kesehatan paru sejak dini.

“Namun, upaya pencegahan ini menghadapi tantangan besar, yakni rendahnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya faktor risiko kanker paru-paru,” ujar Fachri

Menurut Fachri, banyak orang masih meremehkan dampak merokok, paparan polusi, atau gas industri terhadap kesehatan paru. Peningkatan edukasi dan kampanye kesadaran publik menjadi langkah mendesak agar masyarakat memahami bahwa mencegah lebih mudah dan efektif dibanding mengobati.

Peran Keluarga dan Pesan Penting untuk Kesadaran Kanker Paru-paru

Dalam perjalanan pengobatan kanker paru-paru, peran keluarga atau support system  memegang peranan yang sangat penting. Dukungan moral, perhatian, serta pendampingan dari keluarga dapat memperkuat mental pasien, sehingga mereka lebih mampu bertahan menghadapi proses terapi yang sering kali berat, baik secara fisik maupun emosional.

Banyak pasien kanker yang merasa tertekan atau kehilangan semangat ketika menghadapi diagnosis kanker paru-paru. Kehadiran keluarga memberikan rasa aman, mengurangi rasa takut, serta membantu pasien menjalani pengobatan dengan lebih disiplin. Bahkan, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pasien kanker yang mendapat dukungan penuh dari keluarga memiliki kualitas hidup lebih baik, tingkat stres lebih rendah, dan peluang keberhasilan terapi yang lebih tinggi dibanding mereka yang berjuang sendirian.

Selain dukungan keluarga, Fachri menekankan pesan penting untuk masyarakat luas, yakni kanker paru-paru bisa menyerang siapa saja. Penyakit ini tidak hanya mengintai perokok aktif, tetapi juga perokok pasif, bahkan orang yang sama sekali tidak memiliki riwayat merokok pun berpotensi terkena kanker paru jika terpapar polusi atau faktor risiko lainnya.

“Oleh karena itu, langkah pencegahan menjadi hal yang paling krusial,” ujarnya.

Langkah pencegahan tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga tanggung jawab kolektif keluarga dan masyarakat. Edukasi tentang bahaya rokok, pentingnya deteksi dini, serta menciptakan lingkungan bebas asap rokok menjadi kunci dalam menurunkan angka kematian akibat kanker paru-paru di Indonesia.

Penulis : Indira Dwi Kusumawardani
Editor : Dian Fauzalia

Kata Pakar Lainnya