HUT ke-79 RI: Guru Besar FH UMJ Sampaikan Makna Kemerdekaan dan Harapan Indonesia di Masa Depan

HUT ke-79 RI Guru Besar FH UMJ Sampaikan Makna Kemerdekaan dan Harapan Indonesia di Masa Depan

Pada 17 Agustus 2024, Republik Indonesia (RI) menginjak usia ke-79 tahun dan pemerintah telah menentukan tema, yaitu Nusantara Baru Indonesia Maju. Tema ini dipilih sebagai harapan bahwa bangsa Indonesia telah berjuang untuk menyongsong hari depan yang lebih baik, termasuk representasi masa transisi ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur dan peralihan kepimpinan negara.

Dalam rangka memperingati momen bersejarah tersebut, Tim Reporter Kantor Sekretariat Universitas (KSU) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) berkesempatan mewawancarai Guru Besar Fakultas Hukum (FH) UMJ Prof. Dr. Zainal Arifin Hoesein, SH., MH., secara daring pada Selasa (13/08/2024).

Makna Hari Kemerdekaan

Zainal menyampaikan, di usia yang ke-79 tahun kemerdekaan RI harus dimaknai dengan mengingat perjuangan fisik dan intelektual bangsa Indonesia yang terjadi di masa perang hingga merdeka pada 17 Agustus 1945.

Dalam hal ini banyak peristiwa penting yang menjadi cikal bakal kemerdekaan Indonesia. Dimulai dari pendirian organisasi Sarekat Islam (1905), Boedi Oetomo (1908), Muhammadiyah (1912) hingga Nahdatul ulama (1926) dan sebagainya.

Kemudian peristiwa Sumpah Pemuda pada 1928 yang menjadi tonggak sejarah dalam merumuskan cita-cita bersama, yakni menjadi bangsa yang merdeka yaitu bangsa Indonesia, memiliki satu wilayah yaitu wilayah Indonesia, dan memiliki satu bahasa komunikasi yaitu bahasa Indonesia.

Sampai terjadinya perdebatan akademik menjelang kemerdekaan pada 29, 30, 31 Mei dan 1 Juni 1945 yang dikenal dengan Piagam Jakarta hingga peristiwa penculikan Soekarno oleh golongan muda untuk memproklamirkan kemerdekaan RI di Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.

Pada akhirnya pembacaan proklamasi kemerdekaan terjadi di 17 Agustus 1945. Kemudian pada 18 Agustus 1945 terjadi dua sidang. Pertama, menetapkan konstitusi yang berarti ada negara yang sudah dirikan dan konstitusi ini sebagai landasan terbentuknya negara. Kedua, dipilihnya presiden dan wakil presiden sebagai landasan pemerintahan dalam suatu negara.

“Kemerdekaan Indonesia adalah hasil perjuangan panjang, baik secara fisik maupun intelektual. Dalam memperingati kemerdekaan yang penting adalah peringatan terhadap suatu tekad, membebaskan diri sebagai bangsa yang merdeka, baik dari segi politik, budaya, ekonomi dan lain-lain,” jelasnya.

Menurut Ketua Senat FH UMJ itu, memperingati proklamasi kemerdekaan RI berarti memperingati proses berdirinya negara yang di dalamnya terdapat nilai kebebasan, kemanusiaan, dan keadilan yang harus dirawat, serta dikembangkan dengan baik sehingga bisa terus membumi dalam diri bangsa Indonesia.

Ia menambahkan bahwa peringatan kemerdekaan RI bukan sekadar dilakukan dengan lomba saja, tetapi harus memiliki nilai untuk mengingatkan kembali jika bangsa Indonesia adalah manusia yang merdeka melalui perjuangan golongan tua hingga golongan muda dari berbagai latar belakang.

“Jadi kualitas kemerdekaan dan kualitas kebebasannya harus mampu melindungi, mencerdaskan, dan mensejahterakan bangsa. Ini yang penting, jangan sampai peringatan kemerdekaan RI mengabaikan nilai dan hanya memperlihatkan pesta atau resepsinya, padahal yang penting adalah membangun kesadaran elemen bangsa untuk memahami bagaimana menjadi manusia Indonesia yang bebas, adil dan beradab, menjunjung tinggi nilai persatuan dan demokrasi, serta menciptakan kesejahteraan bersama,” terang Zainal.

Polemik Upacara di Ibu Kota Nusantara

Dilansir dari situs Menpan RB, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan Ibu Kota Nusantara (IKN) dipilih sebagai lokasi upacara karena saat ini Indonesia sedang masa transisi menuju ibu kota baru. Oleh karena itu, upacara dilakukan di Istana Merdeka Jakarta dan IKN agar perjalanan kepindahan ibu kota lebih terasa.

Pelaksanaan Upacara di dua tempat tersebut, khususnya IKN menimbulkan polemik di masyarakat dan kalangan akademisi, salah satunya karena memakan anggaran yang cukup besar.

Terkait hal tersebut, Zainal melihat dari sisi antara nilai dan nafsu. Menurutnya, Jokowi bernafsu ingin meninggalkan legasi di era kepemimpinannya melalui infrastruktur negara.

“Saya kira itu tidak terlalu penting karena kalau fisik dalam waktu sekejap bisa hilang, misalnya terkena bencana alam, tetapi kalau nilai, ilmu, dan legasi yang bisa memberi manfaat untuk orang lain pasti tidak akan hilang. Hal ini pun tercantum dalam hadis yang menyatakan, setiap anak Adam yang mati akan terputus amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu mendoakan,” kata Zainal yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Arbitrase Syariah Nasional Indonesia Majelis Ulama Indonesia 2020-2025.

Menurutnya, tiga perkara tersebut yang seharusnya ditinggalkan oleh seorang pemimpin. Sementara itu, ia menilai resepsi upacara di IKN terkesan memaksakan sehingga menghabiskan miliaran uang negara hanya untuk pengakuan secara politik bahwa IKN sudah jadi dan bisa digunakan. Padahal, kebijakan yang baik adalah kebijakan yang dibuat untuk jangka panjang dan bermanfaat, bukan jangka pendek karena nafsu belaka.

“Kemudian ada yang mengatakan, Istana Negara di Jakarta itu peninggalan penjajah sehingga harus ditinggalkan. Menurut saya tidak boleh seperti itu karena bangunan tersebut adalah bagian dari sejarah. Semua sejarah ini akan terus berkelanjutan, semua yang ada di wilayah RI adalah sejarah yang patut dijaga. Jika bangun infrastruktur baru, jangan lah merendahkan nilai-nilai estetika bangunan lama yang ada di dalamnya,” tegas Zainal.

Harapan untuk Indonesia di Masa Mendatang

Guru Besar yang menyelesaikan studi S3 dengan konsentrasi Hukum Tata Negara di FH Universitas Indonesia tersebut memaparkan tiga hal penting untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.

Pertama, bidang pendidikan. Dalam hal ini adalah menciptakan bangsa dengan budaya intelektualitas yang tinggi secara sistematis. Contoh konkretnya, Jerman memberikan sekolah gratis kepada anak-anak hingga jenjang perguruan tinggi untuk kemajuan bangsa.

“Indonesia merupakan negara besar dengan kekayaan alam dan sumber daya manusianya sehingga pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta industri, baik di manufaktur atau pangan harus terus dikembangkan pemerintah dan seluruh masyarakat,” ujar Zainal.

Kedua, bidang ekonomi. Menurutnya, sumber daya alam (SDA) di Indonesia tidak boleh dikuasai oleh sekelompok orang saja. Oleh karena itu, negara harus bergerak menguasai pengelolaan SDA dengan baik sehingga keuntungannya dapat membantu masyarakat untuk menunjang perekonomian bangsa.

“Sektor ekonomi harus diurus pemerintah RI dengan mengoptimalkan pemanfaatan SDA dan membuat kebijakan ekonomi yang baik, ucap Zainal.

Ketiga, bidang politik, keamanan, dan pengembangan budaya. Ia menekankan bahwa negara harus bisa membuat kebijakan yang realistis dan mengedepankan nilai-nilai kemanfaatan bersama, yaitu tentang perlindungan, keamanan, dan pertahanan.

Wakil Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-Undangan MUI Pusat periode 2014-2020 itu, menuturkan bahwa yang perlu dilakukan adalah membangun militer yang kuat dan menciptakan kehidupan masyarakat yang aman serta tenteram. Dalam hal ini, termasuk juga kepolisian yang harus berfokus pada keamanan dan ketertiban masyarakat.

“Kendati demikian, yang paling penting adalah mengembangkan kultur, akhlak atau peradaban yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan,” ujar Zainal.

Nilai-nilai yang Harus diamalkan oleh Generasi Muda

Zainal juga berpesan untuk generasi muda agar dapat meneruskan cita-cita pendiri bangsa dengan semangat, kreatif, dan terus berkarya melalui nilai-nilai yang dapat diamalkan. Dalam hal ini sinergi budaya, perilaku, dan teknologi untuk kemajuan bangsa.

Menurut Asesor Beban Kerja Dosen di LLDIKTI Wilayah III tersebut, generasi muda ke depannya tidak akan bisa lepas dari teknologi informasi karena hidupnya di masa revolusi industri 5.0. Oleh karena itu perlu adanya reformasi dalam konteks pendidikan di mana generasi muda harus menganggap bahwa teknologi menjadi alat untuk meraih kemajuan.

“Penggunaan teknologi jangan sampai tidak terkendali, misalnya penggunaan telepon genggam atau teknologi lainnya. Jadi harus diketahui ke mana fungsinya untuk menunjang kualitas atau perkembangan generasi muda,” beber Zainal.

Ia juga menekankan agar menghindari informasi yang bersifat merusak. Pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informatika harus menjalankan tugasnya menanggulangi efek negatif teknologi.

Menurutnya, apabila generasi muda dapat memanfaatkan teknologi dengan baik maka akan menciptakan masyarakat informatika yang cerdas dan punya budaya ulet serta memiliki ciri khas nusantara.

“Kita lihat Jepang dan Korea. Negara-negara ini tidak bisa lepas dari teknologi, tetapi budayanya itu budaya orang yang disiplin, semangat berkembang, bekerja, dan bertanggung jawab sehingga mereka tidak mudah putus asa. Jadi, ke depannya generasi muda harus mensinergikan budaya, perilaku, dan teknologi dengan baik,” pungkas Zainal.

Editor: Dinar Meidiana

Kata Pakar Lainnya