Penyakit hepatitis masih menjadi ancaman kesehatan global yang kerap luput dari perhatian. Di Indonesia, tingkat kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini pun masih tergolong rendah. Banyak yang belum memahami cara penularan, jenis-jenis virus hepatitis, hingga dampak serius yang ditimbulkannya jika tidak ditangani dengan tepat. Dosen Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKK UMJ), dr. Ikrimah Nisa Utami, Sp.PD. memberikan penjelasan terkait hal ini.
Apa itu Penyakit Hepatitis?
Hepatitis berasal dari kata ‘hepar’ dan ‘itis’. ‘Hepar’ berarti liver atau hati, sedangkan ‘itis’ menunjukkan adanya peradangan. Jadi, hepatitis merupakan kondisi peradangan pada organ hati. Menurut dr. Ikrimah, masyarakat umumnya mengaitkan penyakit ini dengan infeksi virus, padahal virus hanyalah salah satu dari sekian banyak penyebab.
“Penyebabnya tidak hanya terbatas pada infeksi virus, namun juga dapat berasal dari bakteri, parasit, paparan racun seperti alkohol, konsumsi obat-obatan tertentu, bahan kimia berbahaya, atau gangguan sistem kekebalan tubuh seperti autoimun serta kelainan genetik, maupun efek dari radiasi,” jelas dr. Ikrimah saat diwawancara, Senin (28/07/2025).
Jenis Penyakit Hepatitis dan Perbedaannya
Jenis penyakit hepatitis di Indonesia yang paling dikenal adalah tipe A, B, dan C, padahal sebenarnya terdapat lebih dari itu seperti A, B, C, D, E, F, G, dan TT. Namun di Indonesia sendiri yang umum ditemukan adalah A hingga E. Masing-masing jenis penyakit ini berbeda dalam cara penularannya.
Tipe A ditularkan melalui jalur feses ke mulut, biasanya dari makanan atau minuman yang tercemar, seperti dari tangan yang tidak bersih menyentuh makanan atau minuman. Hepatitis A bisa menyebar di lingkungan tempat makan bersama tanpa kebersihan alat makan yang memadai.
“Namun demikian, hepatitis A umumnya dapat pulih dengan sendirinya jika sistem imun tubuh baik,” ucap Dokter Spesialis Penyakit Dalam ini.
Alumni FKK UMJ ini menyampaikan bahwa hepatitis B dan C sering kali membawa stigma negatif karena jalur penularannya. Hepatitis B dan C menyebar melalui darah, seperti akibat penggunaan jarum suntik tidak steril, misalnya pada pemakai narkoba suntik, atau melalui hubungan seksual berisiko, baik dengan PSK maupun pasangan yang terinfeksi, terutama tanpa penggunaan pengaman.
“Penularan juga dapat terjadi dari ibu ke janin, transfusi darah yang tidak melalui pemeriksaan ketat, atau petugas kesehatan yang tertusuk jarum bekas pasien terinfeksi,” tambahnya.
Namun, masyarakat lebih mengenal penyebarannya lewat narkoba suntik dan hubungan seksual berisiko, meski sebenarnya masih banyak cara lain.
Sementara hepatitis D dan E lebih jarang ditemukan. Hepatitis D biasanya terjadi bersamaan dengan hepatitis B. Hepatitis E cara penyebarannya mirip dengan A, melalui makanan. “Hepatitis B dan C perlu diwaspadai tidak hanya karena penularannya, tapi juga karena komplikasi serius yang bisa terjadi, seperti gagal hati (sirosis hepatis) dan kanker hati,” tegasnya.
Gejala Penyakit Hepatitis
Gejala hepatitis terbagi menjadi dua fase yaitu akut dan kronis. Fase akut terjadi pada awal infeksi, sekitar 1-4 bulan. Jika ditangani dengan tepat, kondisi bisa membaik. Namun jika tidak diperiksa atau diabaikan, maka bisa berkembang menjadi kronis. Gejala hepatitis akut, baik A, B, maupun C umumnya serupa. Penderita biasanya merasakan nyeri di area hati yang berada di sisi kanan atas perut. Tapi tidak semua nyeri di perut kanan atas berarti hepatitis, bisa jadi keluhan lain.
Gejala khas lain dari penyakit ini adalah kulit dan mata menguning, terutama bagian putih mata, urine yang berwarna pekat seperti teh, dan feses berwarna pucat seperti dempul. Gejala lain yang menyertai termasuk mual, muntah, kehilangan nafsu makan, tubuh lemas, dan kadang demam.
“Ini adalah ciri khas infeksi virus hepatitis, meskipun gejala seperti itu bisa ditemukan pada infeksi virus lainnya. Namun yang paling khas adalah nyeri perut kanan atas, kulit kuning, urine seperti teh, dan feses pucat. Jika ada keluhan seperti itu, sebaiknya segera periksa diri,” lanjutnya.
Menurut dr. Ikrimah, banyak orang tidak menyadari bahwa mereka sudah memasuki fase hepatitis kronis karena penyakit ini sering kali tidak menimbulkan gejala. Mungkin dahulu sempat mengalami keluhan ringan namun tidak diperiksa, lalu membaik dan akhirnya penyakitnya berkembang diam-diam.
Tak jarang penyakit ini ditemukan secara tidak sengaja saat pemeriksaan kesehatan untuk keperluan kerja, misalnya melalui tes HBsAg. Ketika hasilnya positif, banyak yang mengira tidak ada masalah karena merasa sehat dan akhirnya tidak mengobatinya.
Bahkan ketika ditemukan kadar SGOT dan SGPT tinggi, mereka hanya mengira akibat konsumsi jamu atau obat tertentu, lalu saat angkanya normal kembali, tidak dilakukan penelusuran lebih lanjut.
“Ini hal yang sering luput dari perhatian, terutama jika ada riwayat keluarga dengan gangguan liver. Bila ditemukan hasil fungsi hati meningkat 2-5 kali lipat dari normal, seharusnya dilakukan pemeriksaan menyeluruh. Ini yang kerap tidak disadari oleh masyarakat,” tuturnya.
Hepatitis Sebagai Salah Satu Silent Killer
Penyakit ini disebut silent killer karena bisa berkembang tanpa gejala hingga akhirnya menyebabkan komplikasi serius seperti sirosis hepatis. Berbeda dengan gagal ginjal yang bisa ditangani dengan cuci darah atau gagal jantung yang masih bisa dikendalikan dengan obat atau operasi, gagal hati hanya bisa ditangani dengan transplantasi yang prosedurnya rumit dan jarang tersedia di Indonesia.
“Penting untuk memeriksakan dan mengobati hepatitis sejak awal. Penyembuhan bisa dilakukan, meskipun membutuhkan waktu dan sangat bergantung pada daya tahan tubuh,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa obat hanya berfungsi menekan pertumbuhan virus, bukan menghilangkan total. Jika sudah berkembang menjadi sirosis, bisa terjadi komplikasi parah seperti pembuluh darah pecah di tenggorokan hingga muntah darah, atau perut buncit akibat cairan (asites), dan bahkan kanker hati yang membutuhkan kemoterapi. Itulah mengapa penyakit ini disebut silent killer atau pembunuh diam-diam.
Tingkat Kesadaran Masyarakat Indonesia Terhadap Penyakit Hepatitis
Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap penyakit ini, khususnya pada bayi, masih sangat rendah. Namun menurut dr. Ikrimah, dengan edukasi yang terus-menerus diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan masyarakat sekaligus memberi semangat kepada para penderita.
Ia menyayangkan masih banyak stigma negatif di masyarakat, sehingga penderita kerap menutup diri dan bahkan sulit mendapatkan pekerjaan.
“Padahal, jenis hepatitis B dan C tidak akan menular selama pekerjaan jika tidak berkaitan langsung dengan darah, asalkan standar keamanan kerja (universal precaution) diterapkan,” demikian saran dr. Ikrimah.
Pencegahan Penyakit Hepatitis
Untuk pencegahan, dr. Ikrimah menekankan penting untuk memahami jalur penularannya. Terutama hepatitis B dan C yang salah satunya dapat ditularkan melalui perzinaan, yaitu hubungan seksual yang tidak aman. Islam melarang keras mendekati zina, karena dari zina bukan hanya dosa yang timbul, tetapi juga risiko penyakit.
“Selain itu, penularan juga bisa terjadi melalui aktivitas lain seperti ciuman atau oral seks. Yang menyedihkan, orang yang tertular karena zina bisa menularkan ke pasangan sah dan bahkan ke janin. Maka benar adanya perintah Allah dalam Al-Qur’an Jangan Mendektai Zina,” tegasnya.
Menurut dr. Ikrimah, pencegahan efektif adalah menjauhi perbuatan tersebut, memastikan transfusi darah aman, dan menghindari narkoba suntik. Alkohol juga termasuk penyebab hepatitis (toxic hepatitis), dan sudah diharamkan oleh Islam.
“Islam memberi perlindungan melalui syariat-Nya. Menjalani syariat dengan baik bukan hanya menyelamatkan dari dosa, tapi juga dari penyakit,” ujarnya.
Tantangan Penanggulan Hepatitis di Indonesia
Menurut dr. Ikrimah, tantangan besar dalam penanggulangan hepatitis di Indonesia, terutama di daerah terpencil, adalah akses pemeriksaan yang terbatas. Di puskesmas hanya bisa dilakukan tes dasar seperti fungsi hati dan HBsAg.
“Untuk pemeriksaan lebih lanjut seperti hepatitis C, jumlah virus, dan kondisi lainnya seperti HBeAg tidak tersedia dan butuh dirujuk ke rumah sakit besar, yang sulit dijangkau di daerah terbatas,” tuturnya.
Akibatnya, jika tidak ada gejala dan penyakit dibiarkan begitu saja, maka bisa menyebar di lingkungan sekitar. Ini menjadi tugas penting bagi pemerintah untuk menyediakan akses layanan kesehatan yang merata, baik pemeriksaan maupun pengobatannya.
Pesan dan Makna Hari Hepatitis Dunia
Menyikapi Hari Hepatitis Dunia yang jatuh setiap tanggal 28 Juli, dr. Ikrimah menilai momentum ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. “Hari Hepatitis Dunia bisa dijadikan momentum untuk mengedukasi masyarakat tentang penyakit hepatitis, mengenal bahayanya, dan terutama menghilangkan stigma terhadap penderita,” pungkasnya.
dr. Ikrimah berpesan “obatilah penyakitnya, jangan jauhi orangnya.” Menurutnya, bisa jadi para penderita tertular karena masa lalu yang kelam, namun sekarang sudah bertaubat.
“Fokus kita adalah bagaimana mencegah penularan lebih lanjut dan mendukung kesembuhan penderita. Banyak yang tidak sadar telah tertular, misalnya dari orang tua atau lewat transfusi darah darurat,” tutupnya.
Maka dengan begitu penting untuk memberi semangat dan dukungan kepada mereka, karena proses pengobatannya panjang dan penuh tantangan. Semoga siapapun yang membaca artikel ini bisa sadar diri jika memiliki faktor risiko yang telah disebutkan.
Penulis: Alwi Rahman Kusnandar
Editor : Sofia Hasna