Program Sekolah Rakyat (SR) yang resmi dimulai pada 14 Juli 2025 menjadi salah satu inisiatif pendidikan paling ambisius pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Program ini dirancang khusus untuk memberikan akses pendidikan gratis berbentuk boarding school bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem yang rawan putus sekolah di jenjang SMP dan SMA.
Sekolah Rakyat merupakan program pendidikan berasrama yang tidak hanya memberikan akses pendidikan formal layaknya sekolah umum, tetapi juga berbagai pelatihan untuk menjadikan peserta didik lulusan yang unggul. Berbeda dengan sekolah konvensional, SR berbentuk boarding school yang diharapkan dapat memastikan asupan gizi memadai bagi peserta didik.
Pemerintah menargetkan pembukaan 40 Sekolah Rakyat pada Juli 2025 dan 160 sekolah pada Desember 2025. Program ini tersebar di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan, dan Papua.
Berdasarkan data terkini, hingga Juni 2025, sebanyak 100 sekolah di berbagai wilayah telah mencapai 80% penyelesaian, dengan 53 unit siap beroperasi pada Juli 2025. Pembangunan menggunakan dua model: revitalisasi aset eksisting dan pembangunan baru dengan lahan dan bangunan baru untuk sekolah, asrama, dan fasilitas pendukung lainnya.
Untuk menjalankan program ini, pemerintah membutuhkan 1.554 guru yang akan direkrut melalui seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Perekrutan murid dimulai pada 1 April 2025 melalui tahapan tes psikotes, tes akademik, dan tes kesehatan, khusus untuk anak-anak kategori desil 1 atau miskin.
Di Papua, implementasi Sekolah Rakyat menghadapi tantangan emosional yang signifikan. Queen Sabattini, salah satu murid di Papua, mengungkapkan kekhawatirannya: “Bapak dan mama sendiri di rumah, saya jadi harapan terakhir untuk diminta bantuan oleh mereka. Siapa yang jaga bapak dan mama?” Kasus ini menggambarkan dilema anak-anak dari daerah terpencil antara kesempatan pendidikan dan tanggung jawab keluarga.
Sementara di pulau Jawa, konsentrasi pembangunan Sekolah Rakyat cukup tinggi dengan model revitalisasi aset eksisting. Hal ini memanfaatkan infrastruktur pendidikan yang sudah ada namun dimodifikasi sesuai konsep boarding school.
Lain lagi dengan di NTT menjadi salah satu prioritas utama mengingat tingginya angka kemiskinan dan putus sekolah di wilayah ini. Program SR diharapkan dapat mengurangi kesenjangan pendidikan antara daerah timur dan barat Indonesia.
Tentu saja implementasi Sekolah Rakyat menuai beragam tanggapan dari kalangan akademisi dan pakar pendidikan.
Adalah Dr. Itje Chodidjah, pakar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), mengkritik program ini sebagai kebijakan yang gegabah dan minim kajian. Menurutnya, “Sekolah Rakyat menciptakan segregasi sosial dan bisa berdampak besar pada psikologis anak.” Kritik ini menyoroti potensi stigmatisasi terhadap anak-anak miskin yang terpisah dari sistem pendidikan mainstream.
Sedangkan menurut pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) berpendapat bahwa program Sekolah Rakyat “belum mendesak” untuk diterapkan secara masif. Mereka menyarankan jika program ini tetap dilaksanakan, sebaiknya diprioritaskan di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) yang memang membutuhkan intervensi khusus.
Para ahli pendidikan juga mengkhawatirkan dampak psikologis pada anak yang harus berpisah dari keluarga di usia dini. Sistem boarding school yang diterapkan berpotensi menimbulkan trauma pemisahan, terutama bagi anak-anak dari keluarga dengan ikatan emosional yang kuat.
Tantangan dan Peluang
- Segregasi Sosial: Pemisahan anak berdasarkan status ekonomi berpotensi menciptakan kelas sosial dalam sistem pendidikan.
- Aspek Psikologis: Dampak jangka panjang terhadap perkembangan mental anak yang berpisah dari keluarga.
- Kualitas Pendidikan: Memastikan standar pendidikan yang setara atau lebih baik dari sekolah konvensional.
- Sustainabilitas: Keberlanjutan program dalam jangka panjang membutuhkan komitmen politik dan anggaran yang konsisten.
Peluang Positif
- Pemerataan Akses: Memberikan kesempatan pendidikan berkualitas bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu.
- Pengentasan Kemiskinan: Potensi memutus mata rantai kemiskinan melalui pendidikan.
- Pembangunan SDM: Menyiapkan generasi emas 2045 dari segmen masyarakat yang selama ini terabaikan.
Meskipun program telah dimulai, berbagai pihak menekankan perlunya evaluasi mendalam terhadap implementasi Sekolah Rakyat. Evaluasi ini harus mencakup aspek akademik, psikologis, sosial, dan dampak jangka panjang terhadap perkembangan anak.
Program ini juga perlu dibandingkan dengan alternatif kebijakan lain seperti peningkatan kualitas sekolah negeri, program beasiswa, atau bantuan langsung tunai untuk pendidikan yang mungkin lebih efektif dan tidak menimbulkan segregasi sosial.
Sekolah Rakyat sebagai terobosan pendidikan gratis memiliki potensi besar untuk meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak kurang mampu. Namun, implementasinya harus diiringi dengan kajian mendalam tentang dampak sosial dan psikologis, serta monitoring ketat untuk memastikan kualitas pendidikan yang diberikan.
Keberhasilan program ini akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah untuk menjawab kritik konstruktif dari para pakar pendidikan dan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan. Yang terpenting adalah memastikan bahwa program ini benar-benar mengutamakan kepentingan terbaik anak dan tidak sekadar menjadi pemenuhan janji politik.