Wartawan Adalah Penulis Sejarah

Dr. Asep Setiawan, MA.,
Hari Pers di Banjarmasin , Kalsel, tahun 2020 , di RRI

Wawancara bersama Asep Setiawan. Anggota Dewan Pers, Dosen Ilmu Politik FISIP UMJ.

Hobi menulis bisa mengantarkan kita pada profesi penting, yaitu menjadi wartawan atau jurnalis. Hal tersebut telah dibuktikan oleh Dr. Asep Setiawan, MA., dosen Ilmu Politik FISIP UMJ, yang telah lebih dari 30 tahun berkecimpung di dunia jurnalistik. Saat ditemui di Gedung FISIP UMJ (02/02), anggota Dewan Pers ini membagikan pandangan dan pengalamannya di dunia jurnalistik.

Asep meniti karir sebagai wartawan dengan bermodalkan kemampuan menulis yang diasah sejak masa kuliah S1 di Universitas Padjajaran. Saat itu Asep kerap mengirimkan hasil tulisannya ke surat kabar.

Menulis adalah salah satu aspek kontribusi seorang mahasiswa. Sebagai mahasiswa kita bisa memberikan kontribusi kepada masyarakat melalui opini atau analisis. Dulu hampir tiap minggu saya menulis untuk dimuat di koran di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan kota lainnya. Teman-teman saya juga rajin menulis. Motivasinya ya sebagai latihan dan ingin memberikan kontribusi.

Asep menyampaikan bahwa semangat menulisnya juga didapat dari salah satu ucapan Bung Karno dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi: Kalau guru mengajar di ruangan, maka wartawan mengajar di ruang publik.

Koran Kompas menjadi ruang pertama bagi Asep meniti karir sebagai wartawan setelah lulus dari Program Studi Hubungan Internasional Unpad pada akhir 80an.

Di Kompas selalu ada berita internasional, makanya saya tertarik masuk Kompas agar bisa meliput isu internasional. Saya bertugas di bagian internasional selama 10 tahun dan mendapat banyak pengalaman pergi liputan ke Paris, Jerman, China, Arab Saudi, Mesir, Turki, Jordania, Palestina, dan beberapa negara Asia Tenggara.

Selain keliling ke berbagai negara, Asep juga mendapat kesempatan emas melanjutkan studi S2 di Inggris saat pemerintah Inggris menyalurkan beasiswa untuk wartawan. Ia lantas memboyong keluarga pindah ke Inggris pada tahun 1993-1994 untuk menemaninya kuliah S2 di University of Birmingham bidang Hubungan Internasional. Selesai studi S2, Asep kembali ke Indonesia dan melanjutkan karirnya di Kompas.

Saya ikut membidani Kompas.com dan menjadi editor pertama saat portal berita itu berdiri tahun 1999. Tapi ketika ada lowongan di BBC London saya langsung mendaftar dan diterima. Mulai 1 Mei 2000 saya tinggal di London dan bekerja di BBC.

Selama menjadi jurnalis di BBC London Asep menambah jam terbangnya sebagai wartawan lapangan, penyiar radio, hingga penulis di bbc.com. Setelah kurang lebih 11 tahun di Inggris, Asep memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan bergabung dengan Metro TV sebagai Wakil Pemimpin Redaksi. Pengalamannya di dunia jurnalistik telah memberikan pelajaran bagi Asep dalam memahami makna keberadaan seorang wartawan.

Media massa itu pilar keempat demokrasi. Wujudnya saya lihat saat di luar negeri tahun 90an. Seorang wartawan bicara dengan presiden seperti seorang teman. Di Indonesia tahun 90an belum bisa seperti itu. Peran seorang wartawan atau media massa itu dilihat saat dia memberikan sumbangsih memutar roda demokrasi untuk pembangunan masyarakat. Hampir sama dengan para pejabat, legislatif dan eksekutif. Karena ini adalah tanggung jawab kita terhadap bangsa dan negara, maka kita harus lakukan dengan profesional.

Keberadaan pers di negara demokrasi adalah sebuah keniscayaan. Pers harusnya menjadi jembatan yang dapat  menghubungkan  masyarakat dengan pejabat untuk menyampaikan kritik ataupun keluhan. Di Indonesia UU Pers baru disahkan pada masa Reformasi. Asep lantas menjelaskan betapa dalamnya makna keberadaan pers di negara demokrasi, termasuk Indonesia.

Pers itu menjadi wujud kedaulatan rakyat. Kalau kita mau mengkritik, gunakan pers. Kalau media sosial itu adalah jurnalistik warga. Di sana warga mengungkapkan,  tapi warga tidak bisa mengedit. Makanya media pers itu tetap penting. Contohnya kalau ada peristiwa musibah. Warga tidak bisa kesana, wartawan yang datang meliputnya.

Lebih dalam lagi, Asep menyebut seorang wartawan sebagai penulis sejarah. Tidak hanya penulis, tapi juga saksi dan aktor sejarah. Ia mengaku mendapatkan ilmu tersebut ketika di London.

Jurnalist reporting history. Jadi keberadaan wartawan itu harus berada di lokasi ketika sejarah sedang tercipta. Melaporkan sejarah harus akurat, harus tepat. Maka melaporkan sejarah harus jujur dan akurat, kalau salah menulis, dampaknya selama-lamanya. Karena sejarah tidak bisa hilang. Kedua, wartawan itu aktor sejarah, karena berada di lokasi. Dia sebagai aktor yang memberikan kontribusi memberikan informasi kepada publik, tidak hanya menyaksikan tapi juga melaporkan. Penting sekali. Tidak hanya witness, reporting, tapi juga jadi aktor, penulis, dan saksi sejarah.

Melihat betapa pentingnya keberadaan wartawan, maka kode etik jurnalistik wartawan sangat penting diperhatikan. Wartawan tidak boleh menghakimi dan harus cover both side dalam memberitakan. Asep menjelaskan bahwa seorang wartawan tidak hanya sekadar menulis siaran pers, tapi juga memiliki tanggung jawab moral. Oleh karenanya menurut Asep, wartawan harus memiliki ketelitian dan dapat menggambarkan kejadian dengan akurat.

Peran penting lainnya adalah pengaruh pers dalam pengambilan kebijakan. Di dunia jurnalistik dikenal dengan istilah CNN effect yang menunjukkan pengaruh media terhadap pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan kemaslahatan orang banyak.

Lebih lanjut Asep menekankan penting dan besarnya peran pers menuntut wartawan untuk terjun langsung ke tempat kejadian perkara agar informasi yang disampaikan sesuai dengan yang terjadi. Asep mengatakan bahwa wartawan jangan sampai meliput hanya dengan bermodalkan informasi dari sosial media, misalnya dari penggalan video atau foto. Menurutnya wartawan harus akses sumber utama untuk mendapatkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Selama lebih dari tiga dekade ini, tentunya ada suka, duka, dan kisah menarik yang pernah dialami Asep selama menjalankan tugas sebagai wartawan. Dalam hal ini Asep mengganti kata duka menjadi tantangan.

Pertama, tantangannya adalah harus melaporkan dari lokasi kejadian. Ketika tahu lokasi kejadian, tidak hanya di kota, tapi di desa bahkan gunung, tidak hanya masa damai tapi bisa jadi perang. Kedua, kesulitan waktu. Kalau liputan dari berbeda negara. Ketiga, mengejar narasumber. Misalnya saya dulu pernah mengejar wapres JK untuk wawancara. Sukanya, sering jalan-jalan, bertemu dengan para pemimpin, raja, sultan, presiden, perdana menteri. Kira-kira begitu dinamikanya. Wartawan itu dalam istilah ilmiah disebut diplomasi publik. Wartawan melakukan diplomasi mewakili negaranya.

Pengalaman menarik dan paling berkesan yang dialami Asep adalah ketika liputan ke Arab Saudi sehingga ia dapat melaksanakan ibadah umrah. Perjalanan pertama ke Timur Tengah ialah ke Abu Dhabi memenuhi undangan meliput Syekh Zayed yang pada waktu itu (1990) akan berkunjung ke Indonesia. Perjalanan ke Kawasan Timur Tengah kedua ialah ke Arab Saudi bersama wartawan dari berbagai media, memenuhi undangan Pemerintah Arab Saudi untuk meliput Konferensi Kuwait yang digelar di Jeddah.

Jadi begitu mendarat, saya melakukan umrah dikawal oleh pejabat Saudi. Itu paling berkesan karena saya merasakan bahwa beribadah juga bisa dilakukan bersamaan dengan  tugas-tugas media massa.

Selain ibadah umrah, Asep juga merasakan pengalaman bertemu dan mewawancarai aktor-aktor penting dunia. Sebut saja Anwar Ibrahim, Aung San Suu Kyi, Syekh Zayed, dan presiden Indonesia.

Di BBC yang belum saya wawancara itu hanya Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Sedangkan Habibie, Gus Dur (Abdurrahman Wahid), JK (Jusuf Kalla) waktu jadi wapres, Wiranto, Kapolri, Menkeu, Jaksa Agung,  hampir semua sudah pernah saya wawancarai. Jadi bisa merasakan profesi wartawan itu menyambungkan kita dengan nara sumber utama. Asiklah bertemu banyak orang.

Tahun 2023, Asep dipercaya untuk menjadi Aggota Dewan Pers. Bukan tugas mudah, menurutnya, menjadi Anggota Dewan Pers adalah sebuah pengabdian untuk bangsa dan negara. Dosen yang rendah hati dan ramah ini menjelaskan misi yang ingin dicapai selama mengabdi di Dewan Pers.

Misi saya kembali mengabdi pada pers itu disesuaikan dengan wewenang keberadaan Dewan Pers. Pertama, menjaga dan mengembangkan kemerdekaan pers. Pengalaman pertama, kemerdekaan pers itu dijaga ketika masa pandemi. Kami sangat konsen dengan keberadaan perusahaan pers, dan keselamatan wartawan. Sekarang kita sudah bebas, tentu prioritas utama bagaimana mengembangkan pers nasional sehingga menjadi pers yang benar-benar memiliki tanggung jawab nasional dalam pembangunan demokrasi.

Asep sangat berharap Dewan Pers lebih cepat lagi dalam mengembangkan SDM jurnalisme. Pendidikan jurnalis sangat penting untuk mendukung peningkatan kualitas pers. Ribuan jurnalis yang ada di Indonesia menurut Asep belum didukung dengan pendidikan yang memadai sehingga perlu ditingkatkan dengan Uji Kompetensi Wartawan, baik tingkat muda, madya, dan utama.

Yang kedua, tentu saja bagaimana produk pers meningkat kualitasnya dari tahun ke tahun. Jadi pers tidak boleh menyebarkan gosip dan hoaks, tapi harus memberikan fungsi edukasi. Pers itu kan punya fungsi diplomasi, edukasi, hiburan dan kritik sosial. Edukasi dan kritik sosial itu penting untuk dijaga dan terus dikembangkan. Kalau SDMnya tidak memiliki kualifikasi, maka bagaimana publik bisa percaya? Oleh karena itu menjaga kepercayaan publik pada pers itu penting. Ketika publik mengikuti perkembangan negara baik nasional maupun internasional dari pers, maka dia lebih maju dibandingkan dia baca dari medsos yang tidak ada editingnya.

Asep berharap betul bahwa Dewan Pers benar-benar memberikan kontribusi tidak terbatas pada wartawan dan media, tapi juga pada bangsa dan negara. Dalam hal ini kedudukan pers sebagai pilar kedaulatan rakyat, salah satu pilar demokrasi, dan dalam UU disebut juga sebagai hak warga negara. Maka dari itu, pers di Indonesia sangat diharapkan memiliki wibawa, marwah, akurasi, dan dampak. Salah satu contoh konkrit dampak yang bisa dihasilkan pers adalah ketika berita yang disampaikan pada publik mendapat tindak lanjut dari pihak terkait. Misalnya adanya penangkapan terhadap pelaku korupsi setelah kasusnya diungkap oleh pers.

Bertepatan dengan Hari Pers Nasional yang jatuh pada 9 Februari 2023, dosen yang juga sebagai Ketua Prodi Magister Ilmu Politik FISIP UMJ berharap pers dapat memainkan peran penting dalam membangun demokrasi di Indonesia dan juga berperan dalam pemulihan ekonomi, sosial, dan budaya.

Selanjutnya pers harus bertanggung jawab untuk mengawal agenda Pemilu 2024, mengarah pada demokrasi yang sejati. Di sini pers bisa berperan menangkal hoax dan meredakan kerusuhan.

Saya harap pers memainkan peran penting dalam membangun demokrasi Indonesia, sehingga melalui liputan dan berita dapat memberikan edukasi pada publik, elit politik, partai politik, dan penyelenggara pemilu untuk melaksanakan tanggung jawab pesta demokrasi 2024 dengan sungguh-sungguh dan menghasilkan hasil pemilu yang dikehendaki oleh rakyat. Pers juga berperan untuk menjaga pemiu 2024 agar berlangsung secara demokratis dan memberikan hasil sebaik-baiknya untuk Indonesia.

Penulis : Dinar Meidiana
Editor : Tria Patrianti