…
Engkau bagai pelita dalam kegelapan
…
Penggalan lagu hymne guru karya Sartono ini benar adanya. Guru menjadi pelita yang menerangi kehidupan. Salah satu pelita milik Indonesia ialah Kuswanto, seorang guru Sekolah Dasar Negeri Kayumpia, sebuah desa terpencil di Sigi, Sulawesi Tengah.
Kuswanto yang kini berstatus sebagai mahasiswa aktif di Program Studi Magister Teknologi Pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta (MTP SPs UMJ) ini telah mengabdikan dirinya sebagai guru sejak 1993 silam.
Pelita Kuswanto semakin benderang karena ia memberikan pencerahan bagi peningkatan literasi di Kayumpia lewat Gubuk Baca yang ia dirikan pada November 2022. Banyak pihak yang memetik buah manis dari perjuangan Kuswanto. Anak-anak, orang tua, bahkan guru dan kepala sekolah di Kayumpia.
Kuswanto bercerita, saat awal mengajar Kelas 5 di SDN Kayumpia pada akhir 2022, ia menemukan tantangan. Selain jumlah muridnya sedikit, hanya 7 orang saat itu, sebagian belum lancar membaca.
SD Negeri Kayumpia berada di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Muridnya hanya sedikit. Keseluruhan dari Kelas 1 sampai Kelas 6 berjumlah 53 orang.
“Ini merupakan tanggung jawab saya. Saya berusaha agar murid-murid saya lancar membaca karena sudah persiapan naik ke kelas 6,” kata Kuswanto saat diwawancara oleh Tim Redaksi Website UMJ secara daring.
Kemampuan membaca yang masih minim itu karena jarak rumah ke sekolah yang cukup jauh. Selain itu, anak-anak di sana biasanya saat musim panen ikut membantu orang tuanya berladang.
Hal itu yang memotivasi Kuswanto untuk bergerak. Berbagai cara ia lakukan agar anak-anak murid mendapatkan haknya sebagai anak yaitu pendidikan. Ia berinisiatif mendirikan Gubuk Baca di dekat rumah anak-anak murid sebagai tempat khusus belajar membaca. Inisiatif itu disetujui dan didukung Kepala SDN Kayumpia.
“Setiap pulang sekolah, saya ke Gubuk Baca untuk mengajar ketertinggalan anak murid saya dalam pelajaran membaca, terutama murid-murid saya yang kelas 5 mau naik ke kelas 6,” tutur Kuswanto.
Dalam kurun waktu enam bulan, usaha Kuswanto dalam meningkatkan kemampuan membaca anak-anak di Kayumpia berbuah manis. “Alhamdulillah sekarang murid-murid saya yang 7 orang itu sudah kelas 1 SMP melanjutkan sekolah semuanya,” katanya.
Tidak hanya mengajar di dalam kelas, Kuswanto menunjukkan karakter yang dapat menjadi teladan bagi muridnya. Selain Gubuk Baca, untuk mendorong motivasi belajar anak-anaknya, Kuswanto mengantar jemput anak-anak muridnya dari rumah ke sekolah.
Guru dan tenaga kependidikan di SDN Kayumpia sangat bangga terhadap Kuswanto dan semangatnya. Pria kelahiran Ciamis, 18 Mei 1971 ini adalah seorang pemimpi. Impiannya ialah Gubuk Baca dapat semakin banyak melahirkan anak-anak murid yang lancar membaca dan berhitung.
“Saya sebagai guru hanya bisa menuntun murid-murid saya sebagai anak bangsa agar meraih keselamatan dan kebahagiaannya di masa depan dalam meraih cita-cita yang diinginkan. Hidup hanya sekali ,maka jadilah yang berarti,” kata Kuswanto.
Pria asal Ciamis ini memiliki perjalanan panjang sebagai seorang guru. Ia memilih sekolah di Sekolah Pendidikan Guru selepas lulus dari SMPN 2 Taopa Kotanagaya, Moutong, Kab. Donggala karena motivasi yang telah tertanam dalam dirinya sejak lama.
Pada 1982 keluarganya mengikuti program transmigrasi dari daerah Pangandaran Jawa Barat ke Desa Wanamukti, Moutong, Donggala, Sulawesi Tengah. Saat itu ia pindah sekolah dari SDN 2 Pangandaran ke SD Inpres 2 Wanamukti. Saat duduk di kelas 6 SD Inpres 2 Wanamukti itulah, benih motivasi Kuswanto mulai muncul.
Kuswanto mendapat kepercayaan dari Kepala SD Inpres 2 Wanamukti untuk mengajar Kelas 3 karena keterbatasan guru di sana.
“Guru hanya ada 1 orang. Total murid jumlahnya sangat banyak. Jadi Kelas 1 dan Kelas 2 diajar oleh guru. Kelas 4 sampai Kelas 6 diajar oleh kepala sekolah. Sedangkan kelas 3 tidak ada guru yang mengajar, sehingga saya dapat tugas mengajar kelas 3 dengan dibimbing oleh kepala sekolah. Di situlah saya mulai tertanam rasa dan cita-cita ingin jadi seorang guru,” ungkap Kuswanto.

Setelah menanam benih motivasi menjadi guru, semangat belajar Kuswanto tak pernah padam. Lulus dari SD ia melanjutkan sekolah di SMPN 2 Taopa, Moutong, Donggala. Bukan mobil atau motor, Kuswanto berjalan kaki sejauh 16 km setiap harinya untuk sekolah.
Untuk mencapai mimpinya menjadi seorang guru, Kuswanto memutuskan untuk sekolah di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang ada di Kota Palu. Selama sekolah di SPG Negeri, ia tinggal di rumah orang sekaligus menjadi asisten rumah tangga (ART) di sana, istilahnya ‘anak tinggal’.
“Saya jadi anak tinggal. Ikut dengan orang lain bekerja sebagai ART sambil sekolah karena tidak punya biaya saat itu. Setelah tamat SPG tahun 1990, saya kembali ke desa untuk menjadi guru honorer di SD inpres 1 Wanamukti, Moutong, Donggala,” tutur Kuswanto.
Belum genap 20 tahun usianya, Kuswanto sudah menjadi guru. Setelah mengabdi menjadi guru honorer, pada 1995 Kuswanto mendapat SK sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
11 tahun lamanya bertugas sebagai guru di SD Inpres 1 Wanamukti, Kuswanto melanjutkan studi untuk meningkatkan kompetensinya. Pada 2001, ia kuliah di Program Studi PPKN Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Tadulako, Palu, dan selesai pada 2004.
Dua puluh tahun kemudian, menginjak usianya yang ke 53 tahun, semangat belajar Kuswanto masih menyala. Ia mengikuti seleksi program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) di Program Studi Magister Teknologi Pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta (MTP SPs UMJ).
“Saya memilih kuliah di UMJ karena yang ada program RPL magister Teknologi Pendidikan, yang selama ini saya cita-citakan. Saya bersyukur sekali karena saya seorang guru yang berada di wilayah 3T, jauh dari perkotaan, dengan segala keterbatasan sarana prasarana mendapat kesempatan dari UMJ yang notabene kampus terkenal banyak mencetak tenaga-tenaga ahli yang berkompeten. Maka dari itu saya merasa senang sekali,” kata Kuswanto.
Ia juga merasakan lingkungan belajar yang suportif. Menurutnya, para dosen sangat baik dan menghargainya yang berasal dari daerah terpencil. Selain itu, Ketua Prodi, tenaga kependidikan dan rekan mahasiswa sangat ramah dan memberikan sambutan yang sangat baik terhadapnya.
Atas dedikasi tinggi Kuswanto dalam dunia pendidikan di wilayah 3T, ia mendapatkan banyak penghargaan mulai dari tingkat kabupaten, hingga yang tertinggi dari Presiden dan Menteri Pendidkan Dasar Republik Indonesia pada 2024.
Beberapa prestasi Kuswanto yaitu, Guru Aktif Literasi Sekolah dan Pembina Literasi Sekolah dari Nyalanesia Program Pengembangan Literasi Nasional, Guru Penggerak Angkatan 7 dalam rangka IKM dari Dinas Pendidikan Sigi, Terbaik 1 Guru Dedikatif se-Provinsi Sulawesi Tengah, Terbaik 1 Guru Anugerah ASN Nasional dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tahun 2024, dan Anugerah Guru Hebat Indonesia Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI tahun 2024.
“Saya ingin tetap menjadi pelita dalam kegelapan dan sebagai embun penyejuk dalam kehausan. Guru memang bukan orang hebat, tetapi dari guru terlahir orang-orang hebat,” tutup Kuswanto.
Penulis: Dinar Meidiana
Editor: Sofia Hasna