Idulfitri yang jatuh pada 1 Syawal 1446 H/31 Maret 2025 M, merupakan momen yang sangat dinanti oleh umat muslim di seluruh dunia sebagai hari kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Hari yang penuh berkah ini menandai berakhirnya bulan Ramadan, bulan yang penuh dengan pengampunan dan rahmat. Di Indonesia, umat Islam berkumpul di masjid, lapangan, dan berbagai tempat ibadah untuk melaksanakan salat Idulfitri, mengumandangkan takbir, dan saling bersilaturahim.
Hal ini tidak hanya dirasakan di Indonesia, tetapi juga di Korea Selatan. Meskipun jumlah umat muslim di sana masih tergolong minoritas, semangat perayaan Idulfitri terus berkembang setiap tahunnya. Umat muslim di Korea Selatan melaksanakan salat Idulfitri dengan penuh khidmat dan menunjukkan tingginya toleransi antaragama di negara tersebut.
Wa Ode Asmawati, SP., M.Si., atau yang akrab disapa Acha, seorang dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ), berbagi pengalamannya merayakan Idulfitri di Korea Selatan.
Perayaan Idulfitri di Korea Selatan
Acha merupakan Dosen FISIP UMJ yang sedang melanjutkan studinya di Inha Universiy, Korea Selatan dengan jurusan Smart Governance and Policy. Idulfitri tahun ini merupakan pengalaman pertamanya merayakan hari raya di negara tersebut. Meskipun jumlah umat muslim tergolong minoritas, semangat untuk merayakan Idulfitri dengan khidmat dan penuh kebahagiaan tetap kuat.
Namun, Acha mengungkapkan bahwa salah satu tantangan yang ia hadapi adalah kesulitan dalam mencari masjid terdekat yang melaksanakan salat Idulfitri. Di Korea Selatan, hanya beberapa masjid yang mengadakan salat Id, dan lokasi masjid tersebut cukup jauh dari asramanya. Masjid komunitas Uzbekistan yang dekat dengan asrama, tidak menyarankan perempuan untuk salat di masjid. Sementara itu, untuk Muhammadiyah Korea Selatan mengadakan salat id di Ansan.
“Muhammadiyah sendiri mengadakan salat id di Ansan yang jaraknya sangat jauh dari asrama. karena saya ada perkuliahan di jam 12 siang, saya pasti akan terlambat jika salat disana. Jadi saya memutuskan untuk mencari masjid yang lebih dekat,” ujar Acha saat di wawancara melalui telepon.
Acha memutuskan untuk melaksanakan salat Idulfitri di Masjid Mujahidin, sebuah masjid yang jaraknya lebih dekat dari asrama dan terletak di kawasan industri. Masjid ini memiliki komunitas Indonesia yang bekerja di sektor industri dan menjadi tempat berkumpul bagi para pekerja muslim di sana.
Tradisi dan Suasana di Masjid Korea Selatan
Waktu pelaksanaan salat Id setiap masjid di Korea Selatan bervariasi, ada yang dimulai pukul 07.00, 08.00, bahkan 09.00. Sementara itu, salat Idulfitri di Masjid Mujahidin yang dipilih Acha, dimulai lebih pagi yaitu pukul 06.30. Masjid ini dapat menampung sekitar 50 jamaah. Salat Id dimulai lebih pagi agar para jamaah dapat kembali ke tempat kerja mereka tepat waktu. Setelah salat Id, komunitas Indonesia yang tinggal di masjid ini biasanya melaksanakan salam salaman dan makan bersama. Setelah kegiatan tersebut mereka tetap melanjutkan aktivitas seperti biasa seperti bekerja atau pun kuliah.
Acha menceritakan keunikan salat Idulfitri di masjid tersebut, di mana ada tradisi menggunakan tongkat untuk menandakan dimulainya sesi khutbah, sesi takbir, dan rangkaian acara lainnya. Selain alasan jarak, Acha memilih masjid juga karena suhu di Korea Selatan yang masih sangat dingin, sehingga ia memutuskan untuk salat di masjid
“Suhu di Korea Selatan masih sangat dingin berkisar 2 hingga 14 derajat Celsius. Saya tidak tahan dengan suhu dingin, apalagi jika harus salat Id di lapangan terbuka. Jadi, lebih baik saya mencari masjid yang tertutup,” ujar Acha.
Suasana lebaran tahun ini, Acha tidak menyiapkan apa pun, baik makanan maupun kue kering yang biasanya ia buat saat Lebaran di Indonesia. Hal ini disebabkan karena di asrama tempat Acha tinggal tidak tersedia kompor.
“Karena tidak ada kompor, saya biasanya membeli makanan di toko roti, seperti croissant atau roti khas Korea lainnya,” tambah Acha.
Kehidupan Kampus dan Toleransi Antaragama
Meskipun perayaan Idulfitri berlangsung dengan khidmat, Acha tidak merasakan perbedaan suasana di kampus menjelang Lebaran. Tidak ada kegiatan khusus di kampus yang memperingati hari raya, dan jadwal perkuliahan tetap berjalan seperti biasa. Teman-teman dan dosen di Inha University menunjukkan tingkat toleransi yang sangat tinggi, terutama saat mereka mengetahui bahwa Acha sedang merayakan lebaran. Para dosen di Inha University mengucapkan selamat dan mengaku sangat tertarik untuk perayaan lebaran yang di jalankan umat muslim.
Acha berencana untuk berkumpul dengan teman-teman mahasiswa Indonesia yang sedang berkuliah di Inha University beberapa hari setelah Idulfitri. Dikarenakan jadwal perkuliahan yang padat, mereka berencana kumpul empat hari setelah lebaran. Pada momen itu, Acha berencana untuk memasak makanan khas Indonesia, seperti Coto Makassar, dan merayakan lebaran bersama.
Pesan untuk Mahasiswa Indonesia di Korea Selatan
Acha berpesan kepada mahasiswa Indonesia yang ingin melanjutkan studi di Korea Selatan untuk memperluas pertemanan dan bergabung dengan komunitas Muslim yang ada di sana.
“Bergabung dengan komunitas ini tidak hanya membantu untuk merayakan hari-hari besar Islam, tetapi juga memberikan kesempatan untuk berbagi informasi dan pengalaman dalam menghadapi tantangan kehidupan di luar negeri,” ujar Acha.
Meskipun merayakan Idulfitri di negara yang mayoritas non-muslim seperti Korea Selatan mungkin berbeda dari perayaan di tanah air, pengalaman ini memberikan Acha dan umat muslim lainnya kesempatan untuk merasakan kebersamaan, meningkatkan toleransi, dan mempererat tali persaudaraan antar umat beragama.
Penulis: Ariesta Dwi Utami