Pemerintah baru-baru ini memberikan tawaran berupa izin pertambangan kepada Ormas (organisasi kemasyarakatan) keagamaan. Hal tersebut terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 mengubah PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dalam Pasal 83A ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2024 disebutkan bahwa aturan baru ini memperbolehkan ormas keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, untuk mengelola Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK) di bawah sebuah badan usaha.
Tokoh Islam, Prof. Din Syamsudin, bahkan menyambut positif terkait tawaran ini walaupun dengan beberapa catatan khusus (Antara, 4/6). Dapat dimaklumi bila latar belakang pemberian izin tersebut dimaknai politis, namun bila dilihat dari peran dan jasa ormas seperti NU dan Muhammadiyah, hal tersebut tidak sebanding dengan izin tambang yang sudah dikeluarkan untuk para pengusaha.
Tambang untuk Rakyat
Tawaran pemberian izin ini memiliki beberapa sisi positif. Pertama, pemberdayaan ekonomi lokal. Memberikan WIUPK kepada ormas dapat membantu dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal. Ormas yang aktif dalam bidang ekonomi sering kali memiliki jaringan dan basis yang kuat di tingkat lokal, sehingga mereka bisa lebih efektif dalam mengelola sumber daya alam yang ada.
Kedua, keadilan sosial. Pemberian WIUPK kepada ormas bisa menjadi salah satu cara untuk memastikan bahwa manfaat dari kegiatan pertambangan dapat dirasakan oleh masyarakat luas, bukan hanya oleh perusahaan besar. Ini juga sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan sosial dan pemerataan ekonomi.
Ketiga, pemberdayaan komunitas. Banyak ormas yang berfokus pada pemberdayaan komunitas. Dengan adanya WIUPK, mereka dapat mengembangkan program-program yang langsung berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Keempat, peran dalam pembangunan daerah. Pemberian WIUPK kepada ormas juga dapat meningkatkan peran serta ormas dalam pembangunan daerah. Mereka dapat berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk mengoptimalkan potensi sumber daya alam dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam pelaksanaannya, tentu saja diperlukan pengawasan yang ketat dan regulasi yang jelas untuk memastikan bahwa pemberian WIUPK kepada ormas benar-benar memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Risiko Pengelolaan Pertambangan
Walaupun disebutkan bahwa ormas tidak secara langsung mengelola pertambangan, namun pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) ini dapat membawa sejumlah efek negatif jika tidak dikelola dengan baik.
Pertama, kurangnya pengalaman dan kompetensi. Banyak ormas mungkin tidak memiliki pengalaman atau keahlian teknis yang diperlukan untuk mengelola kegiatan pertambangan secara efisien dan aman. Ini dapat menyebabkan praktik pertambangan yang buruk, yang berpotensi merusak lingkungan dan mengancam keselamatan pekerja.
Kedua, potensi konflik internal. Pemberian IUP kepada ormas dapat memicu konflik internal di dalam organisasi, terutama jika ada perbedaan pendapat mengenai pengelolaan sumber daya atau pembagian keuntungan. Konflik ini bisa melemahkan struktur organisasi dan menghambat pelaksanaan kegiatan pertambangan.
Ketiga, pengawasan dan regulasi yang lemah. Ormas mungkin berpotensi tidak tunduk pada standar pengawasan dan regulasi yang sama ketatnya dengan perusahaan tambang besar. Hal ini dapat menyebabkan praktik-praktik pertambangan yang tidak berkelanjutan dan berpotensi melanggar hukum.
Keempat, ketidakstabilan ekonomi lokal. Jika pendapatan dari kegiatan pertambangan tidak dikelola dengan baik, bisa terjadi ketidakstabilan ekonomi di tingkat lokal. Masyarakat setempat mungkin tidak mendapatkan manfaat ekonomi yang diharapkan, atau dana yang dihasilkan bisa disalahgunakan.
Kelima, korupsi dan penyalahgunaan ekuasaan. Ada risiko bahwa individu di dalam ormas bisa menyalahgunakan IUP untuk keuntungan pribadi, yang dapat menyebabkan korupsi dan penyalahgunaan sumber daya alam.
Strategi Pengelolaan Pertambangan
Untuk meng-counter sisi negatif tersebut, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh pemerintah dan ormas.
Pertama, memberikan pelatihan dan pendidikan kepada badan usaha di bawah ormas tentang praktik pertambangan yang bertanggung jawab, teknik pertambangan yang aman, dan pengelolaan lingkungan. Selain itu sertakan materi tentang regulasi pertambangan untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum.
Kedua, melakukan kolaborasi dengan ahli dan profesional. Libatkan ahli geologi, insinyur pertambangan, dan profesional lingkungan dalam perencanaan dan operasional pertambangan. Bekerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas untuk mendapatkan dukungan teknis dan ilmiah.
Ketiga, pengawasan dan regulasi yang ketat. Pastikan ada mekanisme pengawasan yang ketat dari pemerintah dan lembaga independen untuk memantau kegiatan pertambangan.
Tetapkan sanksi yang jelas dan tegas bagi ormas yang melanggar regulasi atau tidak mematuhi standar lingkungan dan keselamatan.
Keempat, transparansi dan akuntabilitas. Terapkan sistem pelaporan yang transparan mengenai pendapatan, penggunaan dana, dan dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan. Libatkan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan dan pemantauan operasional pertambangan. Gunakan sistem pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel untuk memastikan bahwa pendapatan dari pertambangan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Alokasikan sebagian pendapatan untuk program-program pembangunan masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Kelima, jangan lupakan untuk melakukan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat lokal. Libatkan masyarakat lokal dalam berbagai tahap kegiatan pertambangan, dari perencanaan hingga operasional. Berikan peluang kerja dan pelatihan kepada masyarakat lokal untuk meningkatkan keterampilan dan kesejahteraan mereka.
Dengan adanya persiapan yang baik dan matang maka diharapkan tambang dapat bermanfaat maksimal bagi masyarakat luas, tidak hanya untuk (or)mas dan keluarganya.