Puasa di Bulan Ramadan menjadi hal yang wajib bagi umat muslim. Puasa yang kita jalankan selama 30 hari di Bulan Ramadan tidak hanya sekadar menjalankan ibadah yang bersifat wajib, namun seharusnya menjadi pembelajaran kebiasaan hidup serta ajang perbaikan diri.
Puasa bukanlah hanya menahan hawa nafsu belaka, namun sebagai bentuk melatih diri menjadi pribadi yang lebih baik. Hal yang pada umumnya kita pahami bahwa puasa itu sekadar menahan hawa nafsu yaitu tidak makan, tidak minum, bahkan menjaga situasi emosi kita terutama agar lebih banyak bersabar, dan tidak cepat marah secara berlebihan.
Jika kita lihat beberapa fenomena akhir-akhir ini yang sempat viral di media massa maupun media sosial, banyak contoh perilaku masyarakat yang tidak memiliki etika dalam melakukan aktivitasnya di media sosial. Seperti contohnya budaya berkomentar jahat dengan menggunakan akun anonim atau yang tidak diketahui khusus identitasnya, membuat fitnah atau hoaks di media sosial, hingga menyebarkannya.
Contoh lain yang menjadi miris ketika kita di luar kendali diri, dan secara emosional melakukan cyber-bullying yang tidak ada habisnya, ketika seseorang yang sempat viral melakukan kesalahan. Walaupun sebenarnya hal tersebut bertujuan sebagai sanksi sosial, namun terkadang masyarakat kehilangan kendali dan penuh dengan hawa nafsu menjelek-jelekan atau mengejek, bahkan menfitnah pelaku tersebut.
Hal lain yang belakangan cukup fenomenal adalah budaya flexing. Sebenarnya, budaya flexing sudah menjadi kebiasaan buruk sebelum meningkatnya penggunaan media sosial di era digital. Ini karena budaya tersebut bertujuan hanya ingin memamerkan harta kekayaan dengan memperlihatkan barang mewah, dan secara angkuh memamerkankannya ke publik. Hadirnya media sosial seharusnya menjadi ajang komunikasi positif dan menciptakan suatu informasi yang baik. Namun sebaliknya, membuat budaya ‘pamer’ yang kemudian menjadi suatu trend di media sosial.
Jika kita melihat beberapa perilaku masyarakat dalam menggunakan media sosial yang berlebihan, hingga memunculkan dampak negatif bagi diri sendiri dan orang lain, hal ini sama seperti yang ditulis oleh Jalaluddin Rakhmat (2018) tentang macam-macam diagnosis adiksi internet, antara lain dengan ciri ‘Salience’. ‘Motivational Salience’ merupakan proses kognitif dan bentuk perhatian yang mendorong, atau menggerakkan perilaku menuju atau menjauhi objek, peristiwa, atau akibat. Salience dapat terjadi ketika masyarakat tidak dapat mengendalikan ‘hawa nafsu’ dalam aktivitasnya bermedia sosial. Contohnya seperti masyarakat tidak sadar akan perlakuannya ketika berkomentar jahat atau membuat konten-konten yang tidak sesuai dengan etika media sosial.
Menelisik ke belakang seperti apa yang disampaikan oleh Marshall McLuhan (1964) dalam karyanya ‘Understanding Media: The Extensions of Man’, bahwa media memiliki efek yang sangat kuat terhadap masyarakat. Bahkan, media menjadi perpanjangan diri kita sendiri. Oleh karena itu, kalimat McLuhan yang menjadi peramalan fenomena media sosial saat ini yaitu ‘medium is the message’.
Media dapat mengubah persepsi diri masyarakat hingga membentuk budaya baru yang mempengaruhi kehidupan manusia. Jika dilihat konteks di tengah era digital saat ini, media sosial juga sangat mempengaruhi perilaku hingga pandangan serta budaya masyarakat. Oleh karena itu, seharusnya peran media sosial dapat diharapkan memperbaiki, cara kita hidup, belajar, berkomunikasi hingga bekerja ditengah potensi akses informasi dan komunikasi yang luar biasa ini.
Inilah pentingnya bijak dalam menggunakan media sosial bagi masyarakat. Kita perlu secara konsisten selalu mengingatkan tentang perlunya menebarkan kebaikan, serta pentingnya etika komunikasi khususnya menggunakan media sosial bagi masyarakat. Beberapa hal yang seharusnya menjadi pembelajaran ketika kita menahan ‘hawa nafsu’ di bulan Ramadan dan setelahnya, adalah selalu bersikap tabayyun ketika mendapat informasi, menyebarkannya, dan selalu berprinsip ‘menahan hawa nafsu’ untuk tidak membuat konten negatif di media sosial.
(Tulisan ini pernah dimuat di halaman timesindonesia.co.id)