Pembekuan Aset ACT sebagai Sinyal Pemerintah Siap Mengelola Dana Publik

Logo ACT. Dok/ACT. Source: https://nasional.kontan.co.id/

ACT atau Aksi Cepat Tanggap masih ramai diperbincangkan di media sosial setelah laporan pemberitaan Majalah Tempo yang mengungkap penggelapan dana yayasan kemanusiaan ini. Laporan Tempo berisi dugaan penyalahgunaan dana donasi masyarakat oleh pejabat Administrasi Dana Sosial ACT. Penyalahgunaan dana yang kabarnya digunakan untuk membayar gaji manajer yang mencapai ratusan juta rupiah dan keuntungan pribadi. Tempo juga membeberkan bagaimana aliran dana donasi yang masuk dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga tingkat tinggi dan saat ini ada beberapa penyaluran donasi yang bermasalah serta diduga dana yang diterima dipotong dalam jumlah besar.

Presiden ACT, Ibnu Khajar, membantah laporan tudingan ketidakstabilan keuangan organisasi kemanusiaan ini disebabkan karena penggelapan. Ibnu juga menegaskan gaji yang diterima dari Presiden ACT mencapai 250 juta rupiah per bulan dan mengklaim hal itu sudah  tidak berlaku lagi. Pemberitaan besar ini membuat Yayasan ACT menyampaikan permohonan maaf melalui Presiden ACT, Ibnu Khajar dalam konferensi pers di Kantor ACT. Sejak 11 Januari 2022, ACT mengaku sudah memperbaiki kondisi lembaganya.

Akibat pemberitaan besar-besaran ini, ACT diperiksa dan diaudit secara independen. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK menemukan indikasi penyalahgunaan dana yang diduga digunakan untuk kepentingan pribadi dan dugaan aktivitas terlarang. Kementerian Sosial pun memutuskan untuk mencabut izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang (PUB) yang diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap sebagai respons terhadap kasus ACT.

Namun kesigapan pemerintah mencabut dan membekukan aset ACT membuat publik bertanya-tanya. Beberapa media berbasis Islam merespons karena ACT dianggap dekat dengan umat Islam. Respons yang ditunjukkan justru mempertanyakan apakah tujuan pencabutan dan pembekuan yang terjadi dilakukan untuk menyelamatkan umat Islam atau citra Islam yang membuat ACT harus segera dibenahi.

Dalam teori politik ekonomi komunikasi Vincent Mosco, kasus ACT ini menimbulkan proses strukturasi yang membuat adanya tindakan dan perubahan sosial. Strukturasi merupakan interaksi interdependensi antara agen dengan struktur sosial yang melingkupinya (Putra, 2019:180). Struktursi ini perpaduan komodifikasi dan spasialisasi pada media akan memunculkan strukturasi atau penyeragaman ideologi secara terstruktur (Gora, 2015:60). Penyeragaman ideologi saat ini tidak lagi dibatasi dengan pergerakan nyata namun bisa dilakukan secara online melalui media berjaringan internet.

Seperti yang dikemukakan oleh pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, pemerintah tidak siap mengelola dana publik dari donasi atau pun sumbangan. Penilaian tersebut seharusnya berdasarkan pada tiga alasan yaitu praktik korupsi yang kerap terjadi oleh penyelenggara negara, permasalahan data penerimaan dana bantuan dan birokrasi yang cenderung sangat lambat juga panjang.

Masifnya pemberitaan ACT di media disinyalir menjadi tekanan tersendiri untuk pemerintah. Akibatnya Kini izin operasional lembaga filantropi itu dicabut dan asetnya terancam dibekukan oleh pemerintah. Sejauh ini media bisa dikatakan mampu menyajikan produknya kepada audiens tanpa batasan ruang dan waktu. Hanya dalam hitungan hari sudah banyak kemajuan yang dilakukan pemerintah tanpa perlu banyak dituntut. Hingga hari Kamis (14/7/22), Bareskrim Polri yang sudah menaikkan kasusnya ke tahap penyidikan kembali memanggil Presiden ACT Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin untuk pemeriksaan yang kelima kalinya.

pkv games
bandarqq
dominoqq
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/dominoqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/bandarqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/pkv-games/