Membangun Kemanusiaan Universal

membangun kemanusiaan

“Banyak yang cinta damai, tapi perang semakin ramai…” penggalan kata ini mungkin tidak asing di telinga para pendengar lagu Nasida Ria yang terkenal pada era 80 dan 90 di saat praktek penjajahan dan kolonialisme masih merebak di seluruh dunia bahkan Indonesia. Lagu ini seakan tidak lekang oleh zaman, karena penjajahan atau pertengkaran antar negara masih eksis di abad 21 ini.

Secara hukum, Indonesia dengan tegas menyatakan sikapnya untuk ikut mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinea keempat, yang isinya meliputi “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.

Indonesia merupakan negara yang pernah dijajah cukup lama oleh beberapa negara, dalam hal ini kita sering mendengar 3G (Gold, Glory dan Gospel) sebagai semangat Eropa menjelajah samudra termasuk ketika sampai di bumi nusantara. Dari 3G ini kita bisa menilai bahwa dalam sebuah kejahatan kemanusiaan tidak lagi mempertimbangkan tentang hak asasi manusia yang dilindungi demi harta maupun kedudukan.

Di antara negara yang masih konsisten dijajah hingga hari ini adalah Palestina. Masjidil Aqsa yang terletak di Yerusalem merupakan episentrum konfrontasi antara Israel dan Palestina. Pasalnya, masjid al-Aqsa merupakan tempat yang sangat penting bagi tiga agama, yaitu Islam, Yahudi, dan Kristen. Hampir setiap pekan atau bulan kita bisa dapati pemberitaan tentang penyerangan Israel terhadap warga Palestina, terkhusus pada hari-hari penting Islam seperti Ramadhan dan hari raya Idul Fitri lalu.

Invasi Rusia ke Ukraina juga sudah memasuki satu tahun tiga bulan lebih sejak 24 Februari 2022 silam. Rusia menginvasi Ukraina dengan alasan menjaga keamanan negaranya yang terancam jika Ukraina bergabung ke dalam NATO dan Amerika dapat memiliki pangkalan militer di sekitar perbatasan Rusia dan Ukraina.

Selain itu, perang saudara di Sudan antara dua faksi militer Angkatan bersenjata SAF Jendral Abdel Fattah al-Burhan dan paramiliter RSF yang dipimpin Jenderal Mohamed Dagalo dalam perebutan kekuasaan di negara itupun tidak bisa dihindarkan. Perang saudara ini telah memakan ratusan orang korban di negerinya. Kemudian, masih banyak lagi perang saudara dan invasi negara-negara di dunia yang tidak lagi memperhatikan asas kemanusian dan perdamaian internasional.

Menjaga Perdamaian Dunia

Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 bukan menjadi omong kosong belaka, Indonesia merupakan negara yang berperan aktif dalam menjaga ketertiban dunia. Terlibat dalam Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (Perbara atau ASEAN) juga Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dunia, melakukan diplomasi antar negri, dialog antar negara, kerjasama multilateral, menjadi juru damai konflik antar negara di dunia, dll.

Jika merujuk pada UU, dalam contoh kasus antara Israel dan Palestina, Indonesia memiliki sikap politik luar negeri yang tegas dan konsisten mengecam setiap tindakan yang tidak berperikemanusiaan yang dilakukan Israel terhadap Palestina. Tidak mengakui klaim kenegaraan Israel, tidak ada hubungan diplomatik antara Indonesia dan Israel, bahkan secara lugas tertulis dalam peraturan Mentri Luar Negeri dalam bab 10, no. 3, tahun 2019 yang berbunyi “Sampai saat ini Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel, dan menentang penjajahan Israel atas wilayah dan bangsa Palestina, karenanya Indonesia menolak segala bentuk hubungan resmi dengan Israel.”

            Indonesia juga memiliki kebijakan luar negeri yang bebas aktif, dalam teori Bung Hatta disebutkan “Mendayung di antara dua karang” yang dilatarbelakangi oleh perang dingin antara Amerika dan Soviet pada waktu itu. Dengan itu, Indonesia menjadi pencetus Negara Non-Blok (GNB) bersama India, Mesir, Yugoslavia, dan Ghana.

            Sebagai contoh juga, Presiden Indonesia Joko Widodo secara aktif membangun politik luar negri yang bebas aktif, Indonesia mencoba membangun komunikasi di tengah invasi Rusia dan Ukraina dengan mengunjungi kedua negara tersebut untuk melakukan diplomasi perdamaian. Selain misi perdamaian, Jokowi sampaikan perhatian betapa banyak negara yang mengalami kenaikan harga pangan seperti gandum yang masuk ke negara tersebut karena perang ini.

            Selain dua hal di atas, Indonesia juga memiliki kekuatan tambahan non-pemerintah yang membantu menjalankan misi kemanusian dan perdamaian universal. Kekuatan bersumber dari organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah. Selain berkhidmah di dalam negeri, Muhammadiyah juga membantu kerap membantu pemerintah dalam menjalankan amanah UU tentang misi kemanusiaan.

Muhammadiyah dan Misi Kemanusiaan Universal

            Dalam trisula abad kedua Muhammadiyah, Muhammadiyah memiliki fokus tentang kemasyarakatan yang meliputi MDMC, MPM, dan Lazismu. Dengan spirit teologi al-Maun gerakan dalam tiga bidang ini tidak hanya terbatas di dalam negeri saja, melainkan telah merambah ke kancah internasional.

            Pada tahun 2018, Muhammadiyah melalui MDMC mendapatkan dua penghargaan langsung dari Kementrian Dalam Negeri sebagai ormas terbaik dalam penanggulang bencana dan penghargaan dari Kementrian Kesehatan RI karena dukungannya terhadap pelayanan kesehatan korban gempa di Lombok, NTB.

            Di kancah internasional, gerakan kemanusiaan Muhammadiyah diakui dunia. Rahmawati Hussein, wakil ketua MDMC PP. Muhammadiyah menjadi pengarah pusat United Nation Central Emergency Response Fund (UN CERF) di Amerika Serikat dengan menggarisbawahi kiprah Muhammadiyah di dunia internasional. Misalnya, pada tahun 2016 Muhammadiyah turun bersama Aliansi Kemanusiaan Indonesia untu Myanmar (AKIM), dalam rangka merekonsiliasikan konflik di negara tersebut.

            Selain itu juga, lebih jauh jika kita pernah mendengar bahkan membaca tentang program Muhammadiyah Aid tentu ini sebagai langkah nyata Muhammadiyah dalam membangun misi kemanusiaan universal, di antaranya adalah membantu memecahkan masalah kemanusian internasional seperti kelaparan, peperangan, bencana alam, dan konflik sosial. Muhammadiyah Aid ini telah hadir di beberapa negara seperti Myanmar, Nepal, Bangladesh, Filipina, dan Palestina yang diorganisir melalui MDMC maupun Lazismu yang dikomandoi oleh Lembaga Hubungan dan Kerja sama Internasional Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Akhir-akhir ini juga MDMC bersama pemerintah pusat bekerjasama dalam pemulangan WNI yang berada di Sudan, didukung dengan RSIJ Pondok Kopi di asrama haji dengan menurunkan 11 tenaga kesehatan, satu bidan, satu ahli gizi dalam penyediaan pelayanan kesehatan serta lima orang relawan Lazismu untuk melayani konseling psikososial untuk WNI yang terdampak trauma akibat perang saudara di Sudan yang sedang berlangsung hingga hari ini.

Dalam buku “Jejak Diplomat Kemanusiaan Muhammadiyah” tulisan Sudibyo Markus, dikatakan sampai saat ini MDMC masih menjadi tulang punggung kesiapsiagaan kebencanaan secara nasional. Sejak kasus gempa di Nepal dan ribuan pengungsi genosida muslim Rohingya, MDMC menjadi tumpuan kedaruratan medis RI di Bangladesh. MDMC juga dalam proses sertifikasi oleh WHO untuk pengakuan Emergency Medical Team (EMT), meski tertunda pandemi, WHO telah mengijinkan MDMC memberikan pelatihan dan pelayanan antar negara tanpa harus bekerjasama dengan EMT negara tersebut.

            Dengan ini membangun kemanusiaan universal atau menjaga perdamaian dunia bukan hanya saja dapat dilakukan oleh negara. Namun, lebih daripada itu organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah juga bisa terlibat aktif dalam menjalankan misi kemanusiaan, termasuk para individu-individu lainnya. Bahwa bicara soal kemanusiaan bukan hanya saja perintah UU, tetapi juga perintah agama, seperti yang tertulis dalam al-Qur’an surah al-Hujurat ayat 13 yang menjelaskan bahwa manusia diciptakan dalam perbedaan untuk saling mengenal.

pkv games
bandarqq
dominoqq
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/dominoqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/bandarqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/pkv-games/