Emotional Value vs Spritual Value

BSI spiritual vs emotional

Dalam dua hari ini (terhitung 8 Mei 2023) nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI) dihadapkan pada kendala transaksi elektronik, terutama mobile banking dan ATM. Pihak BSI mengatakan bahwa mereka sedang melakukan maintenance sistem. Banyak nasabah mempertanyakan apa yang terjadi dengan sistem mereka sehingga aktivitas maintenance bisa memakan waktu berhari-hari dan secara otomatis mengganggu layanan dan transaksi perbankan nasabah.

Kegiatan maintenance sistem biasanya dilakukan pada jam-jam yang memiliki intensitas transaksi rendah. Pada umumnya, institusi perbankan melakukan maintenance sistem di atas pukul 24.00 sampai pukul 04.00 WIB. Pada kenyataannya, maintenance sistem BSI memerlukan waktu lebih dari 24 jam, sehingga banyak transaksi nasabah yang tertunda dan terhambat. Walaupun sudah diinformasikan bahwa transaksi di ATM sudah bisa dilakukan, namun secara keseluruhan, transaksi belum lancar dan normal seperti biasanya.

Terlihat banyak komen netizen di sosial media BSI (@banksyariahindonesia) menuangkan uneg-unegnya terhadap kendala sistem transaksi di BSI. Ada yang masih tetap membela, ada yang realistis, dan ada yang sangat kecewa dengan membandingkan dengan layanan bank lain.

Seperti yang yang ditulis oleh Yuswohady dalam bukunya Marketing to The Middle Class Moslem, dalam dunia marketing produk syariah, terdapat 4 (empat) jenis konsumen dalam kuadran emotional value vs spritual value, yaitu Apathis, Conformist, Rationalist dan Universalist.

Apathis adalah golongan konsumen dengan pengetahuan, wawasan serta tingkat kesejahteraan ekonomi yang rendah, biasanya golongan ini tidak terlalu memikirkan dan tidak peduli terhadap benefit sebuah produk. Tipe konsumen Conformist adalah sosok konsumen muslim yang taat beribadah namun cenderung konservatif dikarenakan keterbatasan wawasan. Rationalist adalah tipe konsumen dengan tingkat pengetahuan dan wawasan global, open minded namun memiliki ketaatan beragama yang rendah. Terakhir, tipe konsumen Universalist adalah tipe konsumen yang memiliki pengetahuan, wawasan serta ketaatan beribadah yang baik, open minded dan bersikap inklusif.

Pada kasus BSI di atas, terdapat conformist yang tetap membela dengan substansi pernyataan bahwa ini (BSI) adalah produk syariah, siapa lagi yang akan menjaga dan membesarkan produk syariah jika bukan kita (muslim). Mereka tidak akan berpaling terhadap produk lain walaupun kendala yang terjadi merugikan banyak nasabah. Namun perlu diingat bahwa masih banyak golongan konsumen yang mempunyai sikap rasional dan keberpihakan pada kualitas dan layanan yang mereka dapatkan. Mereka akan mempertanyakan apa yang mereka dapatkan ketika memilih produk untuk digunakan. Konsumen akan membandingkan satu produk dengan produk lainnya yang sejenis. Dalam kasus BSI, sebagai institusi keuangan, maka konsumen akan membandingkan dengan institusi keuangan lainnya yang lebih besar yang memberikan prioritas layanan kepada nasabahnya.

Kualitas produk dan layanan merupakan kunci dari perusahaan jasa. Salah satu poin dari delivery service lembaga keuangan adalah kepastian dan ketepatan waktu. Hal tersebut tidak dilakukan oleh pihak BSI. Informasi dari pihak BSI bahwa kendala yang terjadi disebabkan kegiatan maintenance Sistem. Aktivitas tersebut memakan waktu lebih dari 24 jam dan tanpa pemberitahuan kapan maintenance selesai dan transaksi akan kembali normal. Fakta yang terjadi di luar ekspektasi dan nalar kebanyakan masyarakat. Nasabah curiga, apakah kendala dan masalah yang terjadi hanya disebabkan aktifitas maintenace seperti biasa atau memang ada kendala lain?

Produk syariah sebagai cerminan perilaku konsumen Muslim di Indonesia akan berdampak baik dan menunjukan citra positif apabila produk tersebut memliki diversifikasi dengan produk sejenis lainnya di mata konsumen. Sehingga, tidak hanya spiritual value saja yang dibangun, namun kualitas dan layanan dari produsen memiliki arti penting dalam menentukan perilaku konsumen untuk memilih produk tersebut.

Hal penting yang perlu dilakukan oleh produsen produk syariah untuk tetap menjadi pilihan konsumen adalah, pertama, perkuat kualitas layanan dan produk. Produk memberikan manfaat dan solusi terhadap kebutuhan konsumen. Tidak hanya manfaat, Konsumen juga akan memperhitungkan keuntungan apa saja yang mereka dapat ketika membeli produk syariah. Masyarakat pada saat ini sangat kritis terhadap segala hal seiring perkembangan teknologi informasi. Pengetahuan dan Informasi sangat mudah didapatkan melalui berbagai saluran media sosial, sehingga hal sepele dan detail sekecil apapun akan menjadi perhatian konsumen (netizen).

Kedua, Memelihara komunikasi yang baik antara produsen dengan konsumen. Berikan informasi yang transparan terhadap kendala dan masalah yang sedang dihadapi. Selain itu berikan kepastian kapan permasalahan dapat diselesaikan sehingga konsumen dapat memperkirakan kapan mereka dapat kembali bertransaksi. Keselarasan antara informasi yang diberikan produsen dengan kenyataan di lapangan akan meningkatkan kepercayaan konsumen, namun sebaiknya, apabila pernyataan dan kenyataan yang terjadi terdapat perbedaan makan akan membuat tingkat kepercayaan konsumen menurun.

Pertumbuhan produk syariah terutama lembaga keuangan syariah terus menunjukan tren positif. Tren tersebut terlihat dari tingkat pertumbuhan nasabah yang melebihi tingkat pertumbuhan nasabah bank konvensional. Momen perilaku konsumen yang terus berpihak ini harusnya menjadi landasan dan pemacu produsen produk syariah agar terus meningkatkan mutu dan layanan. Sehingga produk syariah tidak hanya dipilih karena faktor emosi dan spiritual, namun memang memiliki solusi dan benefit. Dan yang terpenting, konsumen tidak berpaling ke produk non syariah dikarenakan mereka lebih nyaman dengan layanannya dibanding dengan layanan produk syariah. Ingat, Competition is about building brand persona, Connect your brand to customers heart…

(Tulisan ini dimuat juga pada laman Media Indonesia)