Mengupas Solidaritas Kemanusiaan Masyarakat Indonesia

Tahun 2022 ini Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling dermawan sedunia, melebihi kedermawanan negara Kenya, Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru. Penobatan tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2022 tentang negara paling dermawan sedunia. Penelitian ini dilakukan rutin setiap tahun untuk melihat negara dengan tingkat kedermawanan paling tinggi melalui tiga indikator, yaitu kesediaan dalam menolong orang asing, berdonasi, dan menggunakan waktu untuk kegiatan sukarelawan. Dan Indonesia sudah menyandang predikat ini setiap tahunnya, berturut-turut sejak tahun 2018 lalu.

Tidak dapat dipungkiri, rasa kepedulian dan empati yang dimiliki masyarakat Indonesia selalu menghasilkan solidaritas yang tinggi. Misalnya jika terjadi kejadian bencana alam di sebuah wilayah, bisa dipastikan media sosial diramaikan oleh barisan kelompok yang menggalang dana untuk membantu korban dan penyintas. Di lokasi terdampak bencana akan lebih ramai lagi, sebab orang-orang dari berbagai daerah datang untuk menyalurkan buah dari rasa simpati dan empati. Namun terlepas dari jiwa gotong royong yang sangat kuat tersebut masih muncul berbagai pertanyaan tentang pengelolaan bantuan yang baik, benar, dan tepat.

Nilai Agama dan Budaya Warnai Nilai Solidaritas Masyarakat Indonesia

Rasa simpati dan empati yang dipraktikkan sebagai bentuk pertolongan terhadap sesama adalah bagian dari budaya yang diturunkan oleh nenek moyang atau orang tua terdahulu dan tentunya ajaran agama. Badan Pembina Harian Lazismu PP Muhammadiyah, Erni Juliana Al Hasanah Nasution, S.E., Akt., M.M., mengatakan bahwa nilai solidaritas yang dimiliki masyarakat Indonesia selain dari nilai budaya bangsa yang melekat sejak dulu juga berasal dari ajaran agama. Masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim mendapat perintah dari Allah SWT untuk membayar zakat sebagaimana diatur dalam rukun Islam. “Nilai-nilai luhur tersebut kemudian diambil oleh para founding father kita menjadi nilai-nilai Pancasila,” ungkap Erni melalui pesan singkat Senin (19/12).

Budaya gotong royong menjadi identitas yang melekat dalam diri masyarakat Indonesia. Dalam hal ini, Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), Rahmawati Husein, MCP., Ph.D., mengatakan bahwa rasa solidaritas masyarakat Indonesia sudah menjadi bagian dari budaya. “Hampir setiap budaya di Indonesia memiliki tradisi gotong royong. Kegiatan menolong itu sudah mengakar,” tegas Rahmawati melalui sambungan telpon, Jumat (16/12).

Di Suku Jawa, lazim ditemukan kendi berisi air minum lengkap dengan gelas, disediakan bagi siapapun orang yang lewat secara gratis. Selain itu, di tanah Sunda dikenal istilah perelek sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk menarik sumbangan dari setiap rumah. Biasanya perelek dilakukan sekali dalam seminggu dan dikelola oleh masjid atau pihak yang dipercaya masyarakat. Perelek dapat disebut sebagai filantropi berbasis kearifan lokal. Berbeda dengan Sumatera Barat yang memberikan sedekah berupa bangunan dalam bentuk rumah atau gardu sebagai tempat istirahat. Masyarakat Indonesia sejatinya telah diajarkan budaya menolong tanpa melihat pada siapa dan tidak menunggu kesulitan datang.

Pentingnya Manajemen dan Strategi dalam Menyalurkan Bantuan

Secara kuantitas, kedermawanan masyarakat Indonesia unggul dibuktikan dengan hasil penelitian CAF. Kedermawanan tersebut menunjukan solidaritas masyarakat Indonesia dalam hal sosial kemanusiaan. Namun rasanya tidak cukup hanya melihat jumlah tanpa memperhatikan bagaimana kualitas solidaritas kemanusiaan yang dihasilkan dari kedermawanan tersebut. Gerakan filantropi begitu tumbuh menjamur seiring dengan kampanye tentang solidaritas kemanusiaan digencarkan. Tidak hanya itu, lembaga filantropi juga menyasar misi pembangunan berkelanjutan yang digagas oleh ratusan negara di dunia. Lembaga filantropi menjadi salah satu tangan besar yang ikut dalam memberantas persoalan yang termasuk ke dalam misi Sustainable Development Goals (SDGs).

Masyarakat yang kemudian dijuluki sebagai sukarelawan datang ke lokasi terdampak bencana dengan berbagai motif. Ada yang hanya sekadar menyalurkan donasi, ada juga yang memberikan bantuan berupa tenaga, waktu, dan pikiran untuk membantu penyintas pulih dari dampak bencana. Jumlahnya tidak sedikit. Asumsi tersebut dilihat berdasarkan banyaknya yayasan, organisasi, maupun lembaga yang ikut turun tangan dalam serangkaian program tanggap bencana hingga masa pemulihan selesai. Antusiasme masyarakat Indonesia dalam rangka membantu sesama muncul tidak secara tiba-tiba.

Penting untuk memperhatikan kegiatan penanggulangan bencana dan aktivitas filantropi, sebab tidak bisa sembarangan dalam menghimpun dan menyalurkan bantuan. Dengan kata lain ada manajemen dan strategi yang harus digunakan. Erni Juliana menegaskan bahwa kegiatan filantropi Islam sudah diatur dalam Al-Quran, hadis, ijma dan qiyas. Sementara dalam konteks negara, kegiatan filantropi telah diatur dalam UU No 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, dan UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Setiap Lembaga Amil Zakat wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah, dan melaporkan seluruh kegiatan kepada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Kementerian Agama RI juga turut serta melakukan pengawasan dengan melakukan audit.

Lembaga filantropi sebagai pion dalam menghimpun dana sosial masyarakat memiliki tanggung jawab besar tidak hanya dalam hal menghimpun tapi juga memastikan bahwa dana tersebut sampai di tangan yang tepat dengan cara yang tepat. Dengan adanya aturan tertulis baik dalam konteks agama maupun negara, artinya lembaga filantropi Islam atau Lembaga Amil Zakat mempertanggungjawabkan tidak hanya kepada masyarakat melalui Kementerian Agama dan BAZNAS, tapi juga kepada Allah SWT.

Oleh karenanya lembaga filantropi membutuhkan pengelolaan yang baik, termasuk dalam hal strategi penyaluran bantuan. Rahmawati menjelaskan bahwa lembaga filantropi bisa menggandeng pihak lain untuk aktivitas penyaluran dana. Kolaborasi dinilai penting dan perlu oleh Rahmawati, sebab lembaga pengelola keuangan tidak otomatis mengetahui cara untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan. “Di Muhammadiyah ada Lazismu, untuk mengelola zakat infaq dan sedekah. Tapi tidak harus dikerjakan sendiri, karena ada MDMC, MPM (Majelis Pemberdayaan Masyarakat, Aisiyah, dll., yang bisa membantu. Kenapa Lazimu kirim (salurkan bantuan) ke MDMC? Karena MDMC adalah lembaga kemanusiaan yang sudah dilatih untuk respon bencana, recovery dan kesiapsiagaan,” kata Rahmawati.

Antusiasme masyarakat Indonesia dalam membantu sesama menjadi modal sosial yang sangat luar biasa untuk terus meningkatkan solidaritas kemanusiaan. Tidak hanya dari segi jumlah donasi dan banyaknya relawan yang terlibat, tapi juga tentang dampak jangka panjang yang dihasilkan. Tidak hanya bantuan yang sifatnya hit and run (sekali datang dan langsung pergi), tapi juga bantuan yang memberikan dampak panjang berkelanjutan. Lembaga filantropi dan lembaga kemanusiaan perlu memperhatikan bagaimana bantuan tidak hanya menjadi opium bagi penerima manfaat (sebutan penerima bantuan), melainkan menjadi modal kuat untuk mandiri dan berdaya.

Rahmawati menyebutkan tiga poin penting yang harus diperhatikan dalam menyalurkan bantuan sosial. Pertama, akuntabilitas manfaat dan dampak kepada masyarakat maupun pihak donor. Kedua, efektivitas yaitu bantuan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ketiga, menjamin keberlanjutan tidak sekali datang dan langsung pergi. “Prinsipnya no one left behind. Adanya organisasi yang mengelola bantuan kemanusiaan itu tujuannya untuk efektivitas bantuan. Ini penting untuk diketahui oleh semua bahwa membantu itu tidak asal. Perlu dikoordinasikan,” ungkap Rahmawati.

Menolong dengan cara Memuliakan

Menjamurnya lembaga sosial kemanusiaan berdampak pada kemudahan akses masyarakat untuk membantu dan menolong sesama. Model penggalangan dana kini semakin modern dan masif dengan memanfaatkan media dan teknologi. Namun praktik kampanye untuk berdonasi yang dilakukan tidak jarang menampilkan potret yang kurang memanusiakan dan memuliakan pihak yang akan dibantu. Baik Rahmawati maupun Erni tidak sepakat dengan model kampanye sejenis. Erni menegaskan bahwa cara kampanye sebaiknya dilakukan dengan cara mulia yaitu memuliakan bukan merendahkan. “Menjaga harkat dan martabat manusia apalagi dalam kesulitan menjadi tuntunan agama,” tegas Erni.

Sementara itu, menurut Rahmawati organisasi kemanusiaan yang benar, terlatih dan paham akan mandat kemanusiaan akan mengetahui cara-cara untuk setiap aktivitas kemanusiaan, mulai dari penggalangan dana hingga pemanfaatanya. Rahmawati tegas menyatakan bahwa foto-foto eksploitatif secara prinsip kemanusiaan tidak dibenarkan. “Lembaga filantropi tidak boleh mengeksploitasi. Tidak boleh menggunakan foto-foto yang mengeksploitasi penderitaan atau kesakitan. MDMC meminta kepada Lazismu untuk tidak menampilkan foto-foto seperti itu, tapi foto yang menggambarkan harapan. Selama ini Muhammadiyah, MDMC, Lazismu, tidak pernah menggunakan foto penderitaan, tapi foto anak-anak lagi bermain, bayi yang tersenyum. Itu kan foto yang menunjukkan adanya harapan. Kalau masih ada foto penderitaan, kita dorong untuk diturunkan.” kata Rahmawati.

Dalam rangka memperingati Hari Solidaritas Kemanusiaan Internasional 20 Desember 2022, Erni dan Rahmawati mengajak masyarakat untuk terus meningkatkan solidaritas kemanusiaan. Erni mengatakan bahwa masyarakat memiliki tugas bersama sebagai pengawas agar pengelolaan filantropi tetap berada pada rel yang benar. Sementara itu, Rahmawati mengajak masyarakat untuk menjaga semangat solidaritas, yakni membantu dan menolong dengan tanpa pandang bulu. Indikator CAF dapat digunakan untuk terus mempertahankan solidaritas. Selain itu juga meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kapasitas diri untuk menjadi relawan di bidang masing-masing.

Tips Luapkan Simpati dan Empati dalam Konteks Kebencanaan.

Rahmawati juga membagikan tips bagi masyarakat yang ingin meluapkan rasa simpati dan empati dengan benar dan tepat. Pertama, menahan diri untuk tidak langsung pergi ke lokasi bencana. Masyarakat dapat menyalurkan melalui lembaga sosial yang memiliki kredibilitas dan rekam jejak yang baik. Salurkan bantuan kepada lembaga akuntabel, kredibel dan melaporkan secara transparan. Kedua, tidak mudah terpincut dengan iklan-iklan donasi yang mengeksploitasi penderitaan. Ketiga, aktif mencari informasi agar sumbangan lebih efektif. Masyarakat perlu aktif, inisiatif dan melakukan kaji cepat untuk mengetahui berbagai informasi penting terkait kebutuhan para penyintas. (DN/KSU)

Kata Pakar Lainnya

pkv games
bandarqq
dominoqq
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/dominoqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/bandarqq/
https://themeasuredmom.com/wp-includes/js/pkv-games/