
Pendidikan karakter dalam Islam bukan hanya dimulai saat anak mulai bersekolah, melainkan sejak dalam kandungan. Melalui doa, harapan, dan keteladanan orang tua, pembentukan akhlak dan nilai-nilai luhur ditanamkan sejak dini.
Melihat perkembangan pendidikan di masa sekarang ini sangat mempengaruhi karakteristik anak, sehingga sangat penting memperhatikan Pendidikan anak untuk masa depan yang lebih baik.
Dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 02 Mei, Ketua Aisyiyah sekaligus Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Unversitas Muhammadiyah Jakarta (FIP UMJ) Dr. Rohimi Zam Zam, S.Psi., SH., MPd., akan membahas tentang Pendidikan Karakter dalam Islam.
Pendidikan Karakter dalam Islam
Pendidikan karakter untuk anak idealnya dimulai sejak usia yang sangat dini, bahkan sejak anak masih berada dalam kandungan. Dalam Islam, proses pembentukan karakter sudah dimulai dengan doa dan harapan positif dari orang tua sejak masa kehamilan.
Rasulullah Nabi Muhammad SAW menekankan bahwa penanaman pendidikan karakter dapat dimulai sejak anak berusia dini. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam pandangan Islam, pendidikan karakter dapat diterapkan melalui beberapa metode, seperti:
- Pembiasaan: Membiasakan anak melakukan perbuatan baik dan terpuji.
- Pengajaran: Mengajarkan pemahaman mengenail nilai-nilai Islam serta akhlak yang baik.
- Teladan: Menjadi teladan yang baik bagi anak dengan menunjukkan perilaku yang baik dan terpuji secara nyata.
- Disiplin: Melatih anak untuk konsisten melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk.
Adapun tahapan usia yang tepat untuk memulai pendidikan karakter adalah:
- Usia dini (0-6 tahun): Pendidikan karakter dapat dimulai sejak usia dini dengan membiasakan anak melakukan perbuatan baik dan terpuji.
- Usia sekolah (7-12 tahun): Pendidikan karakter dapat dilanjutkan dengan pengajaran nilai-nilai Islam dan akhlak yang baik.
- Usia remaja (13-18 tahun): Pendidikan karakter dapat difokuskan pada pengembangan keterampilan dan karakter yang lebih mandiri.
Dengan demikian, pendidikan karakter sebaiknya dimulai sejak dini dan dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan untuk membentuk karakter yang baik dan kuat.
Tantangan dan Penguatan Pendidikan Karakter di Era Modern
Kesadaran akan pentingnya pendidikan karakter semakin meningkat, akan tetapi penerapan di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan. Pendidikan karakter idealnya bertumpu pada tiga pilar utama yaitu rumah, sekolah, dan masyarakat. Nyai Walidah menambahkan satu elemen penting lainnya, yakni mushola atau masjid sebagai basis spiritual pembentukan karakter.
Beberapa tantangan utama yang menghambat penguatan pendidikan karakter meliputi:
- Kurangnya Koordinasi
Keluarga dan sekolah seringkali belum memiliki visi dan pendekatan yang sejalan dalam menanamkan nilai-nilai moral pada anak. - Pengaruh Media Sosial
Media sosial bisa menjadi sumber informasi yang menyesatkan dan berdampak negatif terhadap moral anak jika tidak diawasi dengan bijak. - Kesenjangan Akses Teknologi
Ketimpangan akses terhadap teknologi menyebabkan sebagian anak tertinggal dalam mendapatkan pendidikan karakter yang berkualitas. - Minimnya Peran Orang Tua
Kesibukan orang tua sering membuat mereka kurang terlibat dalam pembentukan karakter anak. Padahal, peran orang tua sangat krusial melalui penanaman aqidah sejak dini, keteladanan dalam sikap dan perilaku, dan menjadikan Rasulullah SAW sebagai panutan utama, bukan tokoh fiktif seperti Superman atau Batman - Peran Guru
Guru perlu dibekali keterampilan dalam menerapkan disiplin positif dan komunikasi asertif untuk mendidik dengan cara yang efektif dan membangun. - Kebutuhan akan Penguatan Parenting
Diperlukan program parenting yang mengajarkan pola asuh positif dan mendukung kurikulum pendidikan yang menekankan nilai karakter.
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini telah menunjukkan banyak kemajuan. Penataan yang dilakukan boleh Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah telah menunjukan hasil yang baik. Akan tetapi masih terdapat berbagai tantangan seperti:
- Akses Pendidikan
Akses terhadap pendidikan yang berkualitas di Indonesia masih belum merata. Anak-anak yang tinggal di daerah terpencil dan pedalaman sering menghadapi berbagai hambatan, seperti keterbatasan infrastruktur, tingginya biaya pendidikan, serta minimnya fasilitas penunjang. Hal ini menyebabkan kesenjangan dalam memperoleh layanan pendidikan yang layak.
Di tengah tantangan tersebut, kehadiran mitra pembangunan seperti Muhammadiyah dan Aisyiyah memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan pendidikan nasional. Salah satu inisiatif penting adalah pendirian Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA), yang berawal dari semangat pendidikan ala Frobel. Hingga kini, Aisyiyah telah mengelola sekitar 20.866 satuan layanan PAUD di seluruh Indonesia, yang secara signifikan memperkuat kualitas pendidikan anak usia dini.
- Kualitas Pendidikan
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih belum merata. Terdapat ketimpangan kualitas antara sekolah di perkotaan dan pedesaan. Selain itu kualitas guru, kurikulum, dan sarana-prasarana menjadi faktor penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
- Infrastruktur Pendidikan
Infrastruktur pendidikan terutama di daerah terpencil, masih belum memadai. Kurangnya fasilitas penunjang seperti laboratorium, perpustakaan, dan ruang kelas yang cukup menjadi kendala yang serius. Keterbatasan akses internet dan teknologi di daerah terpencil juga menghambat penerapan metode pembelajaran berbasis digital.
- Tantangan Lainnya
Tangtangan lainnya yang tidak kalah penting adalah tingginya angka putus sekolah, terutama di kalangan laki-laki dan di daerah pedesaan. Kurikulum yang kurang relevan dengan kebutuhan dunia kerja, kesenjangan digital dan kesiapan guru dalam memanfaatkan teknologi.
Penguatan Karakter Melalui Tujuh Kebiasaan Hebat Anak Indonesia
Salah satu tantangan terbesar dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah penguatan pendidikan karakter. Sebagai solusinya Kemendikdasmen menerapkan Gerakan Tujuh Kebiasaan Hebat Anak Indonesia, yang meliputi: bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, serta tidur tepat waktu. Meskipun sederhana, kebiasaan-kebiasaan ini jika diinternalisasi dengan baik dapat membawa dampak besar bagi pembentukan karakter anak bangsa.
Gerakan ini bertujuan mencetak generasi yang tangguh, unggul, dan bertanggung jawab baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan sosialnya. Namun, berbagai tantangan struktural masih menghambat kemajuan pendidikan, di antaranya:
- Ketimpangan akses dan kualitas pendidikan antara kota dan desa
- Infrastruktur yang belum memadai
- Kualitas guru yang belum merata
- Keterbatasan sumber daya di daerah terpencil
Dalam Konsolidasi Nasional Kemendikdasmen, tantangan-tantangan tersebut telah diidentifikasi, dan sejumlah alternatif solusi telah dirumuskan sebagai acuan kebijakan dan implementasi di lapangan.
Salah satu transformasi nyata yang diharapkan dalam lima tahun ke depan di dunia pendidikan adalah tumbuhnya perubahan akhlak peserta didik yang berlandaskan pada kekuatan spiritual, emosional, dan intelektual. Hal ini sejalan dengan makna pendidikan sebagai sebuah proses pembelajaran yang tidak hanya membekali individu dengan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga membentuk karakter yang kokoh serta kemampuan beradaptasi dalam menghadapi dinamika zaman.
Penulis: Ariesta Dwi Utami