Kenapa Sampah Plastik Sulit Diurai?

Semua orang mungkin sudah tahu bahwa plastik adalah barang ajaib yang kehadirannya sangat membantu manusia tapi di sisi lain membawa bahaya. Plastik yang berakhir di tumpukan sampah nyatanya tidak betul-betul berakhir, melainkan kisahnya masih berlanjut dan membawa bahaya yang sangat serius. Pecahan plastik berupa mikroplastik menjadi polusi dan mencemari lingkungan yang berdampak pada biodiversitas, krisis iklim, hingga kesehatan manusia.

Kenapa ya plastik sulit diurai hingga jadi polusi yang mencemari lingkungan? Dosen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta Ir. Nurul Hidayati Fithriyah, S.T., M.Sc., Ph.D., menjelaskan dua alasan plastik sulit diurai.

Alasan pertama, plastik adalah benda asing bagi mikroorganisme. Untuk mengurai sampah dibutuhkan enzim dari bakteri atau mikroba sebagai mikroorganisme di dalam tanah atau perairan yang berfungsi mempercepat reaksi penguraian dari sampah menjadi senyawa atau unsur dasar yang bisa diserap dan tidak mengganggu fungsi dari tanah atau perairan. Sementara itu plastik adalah jenis bahan polimer sintetik yang senyawa dan strukturnya tidak dikenali oleh mikroorganisme baik yang ada di tanah maupun perairan. Jadi mikroorganisme kesulitan mengurai plastik karena tidak memiliki enzim yang cocok untuk mengurainya. Nurul mengatakan kemungkinan akan terurai tetap ada tapi membutuhkan waktu yang sangat lama.

Alasan kedua, terletak pada bahan sintetik pembentuk plastik yang terkenal dengan nama panggung polimer. Polimer adalah bahan yang strukturnya terdiri dari senyawa-senyawa dengan rantai yang sangat panjang. Polimer berasal dari dua kata yaitu poli berarti banyak dan mer berarti struktur berulang. Struktur berulang yang sangat banyak inilah yang mempersulit penguraian. Wakil Dekan I Fakultas Teknik UMJ ini menyebut panjangnya bisa mencapai  ratusan hingga  puluhan ribu monomer dalam satu molekul  polimer. Itu artinya dalam satu gram bahan plastik ada milyaran bahkan trilyunan monomer.

“Mungkin satu item plastik membutuhkan waktu penguraian di alam ratusan ribu hingga jutaan hari,” ungkap Nurul. Penggunaan plastik sekali pakai memang sangat tidak direkomendasikan. Maka dari itu muncul beragam alternatif untuk mengisi peran plastik misalnya penggunaan material lain yang lebih ramah lingkungan. Inovasi membuat plastik dari bahan alami yang mudah diurai banyak bermunculan yang dikenal dengan nama plastik biodegradable.

Sesuai dengan namanya, plastik ini mudah diurai oleh mikroorganisme karena terbuat dari bahan-bahan alami misalnya selulosa, kolagen, protein, polisakrida dan polimer-polimer alami lainnya. “Maka itu bisa langsung diuraikan oleh mikroorganisme di tanah atau di perairan umumnya jadi karbon dioksida (CO2) dll. sepenuhnya jadi tidak membentuk polutan mikroplastik,” katanya.

Namun, kita juga perlu hati-hati karena tidak semua plastik biodegradable dapat terurai langsung oleh mikroorganisme. Nurul mengatakan plastik biodegradable berpotensi menghasilkan mikroplastik apabila material pembuatnya tidak sepenuhnya berasal dari bahan alami. “Kalau bahannya mengandung polimer sintetik termasuk plastik oxo-biodegradable maka ada potensi terbentuk partikel mikroplastik,” ungkap Nurul.

Sebagai lembaga pendidikan, Fakultas Teknik UMJ yang saat ini memiliki 9 prodi turut menaruh perhatian pada dan berinovasi mengatasi permasalahan polusi plastik. Mahasiswa mengikuti mata kuliah Teknologi Pengolahan Air dan Limbah Industri serta Teknologi Polimer yang mempelajari berbagai macam jenis plastik dan tata cara pengolahan limbahnya, hingga dapat dijadikan obyek tugas akhir penelitian.

Penelitian limbah plastik yang pernah dilakukan oleh mahasiswa dan dosen Prodi S1 Teknik Kimia yaitu membuat bioplastik dari, atau menambahkan bahan alami ke dalam adonan plastik berupa rumput laut, pati kulit singkong, limbah cair industri tahu, limbah tongkol jagung, biji alpukat, dedak padi, minyak jelantah, kulit kacang tanah, kulit pisang, kitosan dari cangkang hewan laut dsb.. Penelitian tersebut untuk mengukur waktu penguraian (degradasi) limbah plastik oleh mikroba tanah yang berkisar antara  1 hingga  6 bulan. Selain itu terdapat penelitian tentang pengolahan limbah plastik menjadi karbon aktif sebagai adsorben penjerap limbah logam berat.

Di Prodi S2 Teknik Kimia terdapat riset penggunaan lilin lebah sebagai pelapis (coating). Produk riset ini dapat dikembangkan  untuk melapisi bahan ramah lingkungan agar kedap air sehingga dapat menggantikan fungsi plastik. Riset lain membuat bioplastik dari limbah air kelapa yang diolah menjadi nata de coco kemudian di olah  lanjut menjadi bioplastik. Hasil riset ini dapat dikembangkan dengan penambahan kitosan untuk meningkatkan kekuatan mekaniknya.

Bioplastik dari limbah nasi aking dan kulit pisang (Herawati & Yustinah, 2021) (kiri) dan Bioplastik dari rumput laut dan kitosan (Yustinah, dkk., 2019) (kanan).

Untuk penanggulangan masalah plastik,  mahasiswa dan dosen Prodi S1 Teknik Mesin membuat mesin pencacah sampah plastik yang menyiapkan umpan untuk insinerator maupun untuk proses daur ulang. Adapun di Prodi S1 Teknik Elektro telah dibuat sistem sensor pintar bertenaga surya untuk pemilahan sampah organik, anorganik logam, dan anorganik non-logam termasuk plastik, dengan tingkat keberhasilan masing-masing 93%, 99%, dan 87%.

Desain mesin pencacah plastik (Windarta, dkk., 2019) (kiri) dan rancangan sistem sensor pintar pemilah sampah (Almanda dkk., 2019) (kanan).

 

Menangani polusi plastik atau limbah-limbah lain dan polusi apa pun itu dapat menggunakan prinsip 5R yaitu Reduce, Reuse, Recycle, Recovery, dan Research. Reduce atau mengurangi limbah dari sumber utamanya yaitu penggunaan bahan plastik. Menurut Nurul cukup sulit melepaskan diri dari plastik sekaligus. Namun hal mudah yang bisa dilakukan adalah mulai mencari alternatif material lain yang sesuai dengan kebutuhan untuk menggantikan (replace) plastik, seperti tas belanja berbahan kain, mengganti pembungkus sayuran dan bumbu dapur dengan kertas bekas, dsb.

Reuse atau menggunakan kembali. Jadi kalau pun terpaksa harus menggunakan plastik,  gunakanlah kemasan plastik yang dapat digunakan kembali. Upaya reuse atau upcycle lainnya adalah mengolah limbah plastic menjadi sesuatu yang bernilai guna, bahkan dapat dijual. Contohnya seperti botol plastik bekas minuman dapat dibuat menjadi tempat pensil, pot tanaman, celengan dan sebagainya sesuai kreativitas dan kebutuhan kita.

Kedua unsur R tersebut di atas telah diterapkan dalam program KKN (Kuliah Kerja Nyata) oleh tim mahasiswa gabungan dari berbagai fakultas di UMJ, antara lain dengan mengedukasi masyarakat untuk mengganti plastik dengan anyaman bambu dan melatih pengolahan limbah plastik menjadi ecobrick dan bahan bakar.

Recycle atau daur ulang di mana sampah plastik dipilah dan disetor ke bank sampah untuk didaur ulang menjadi produk plastik  di industri terkait.

Recovery atau memperoleh kembali. Sering kali bahan plastik bercampur dengan bahan lain dalam satu produk atau kemasan. Maka komponen plastik perlu dipisahkan untuk dipakai kembali atau didaur ulang.

Research atau penelitian untuk mengatasi polusi plastik, seperti yang telah dilakukan di FT-UMJ dan lembaga penelitian lainnya, termasuk antara lain penguraian limbah plastik oleh mikro organisme atau serangga.

Plastik memang bahan yang sangat murah dan mudah dibentuk menjadi berbagai macam jenis barang, tapi banyak pula bahan yang lebih ramah lingkungan. Nurul menegaskan semua usaha mengatasi polusi plastik bisa dilakukan jika ada rasa peduli dan kemauan dalam diri manusia.

 

Kata Pakar Lainnya