Dosen FIP UMJ Bahas Polemik dan Upaya Tingkatkan Literasi di Indonesia

Dosen FIP UMJ Bahas Polemik dan Upaya Tingkatkan Literasi di Indonesia

8 September jadi momen penting bagi masyarakat dunia untuk memperingati Hari Literasi Internasional. Agenda ini ditetapkan The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai bentuk peringatan tentang pentingnya tingkat melek huruf bagi tiap individu.

Dilansir dari detik.com, di 2022, setidaknya satu dari tujuh orang dewasa berusia 15 tahun ke atas (765 juta) tidak memiliki keterampilan literasi dasar. Selain itu, jutaan anak berjuang untuk memperoleh tingkat kemahiran minimum dalam membaca, menulis, dan berhitung. Sementara sekitar 250 juta anak berusia 6-18 tahun tidak bersekolah.

Terkait hal tersebut dan dalam rangka memperingati Hari Literasi Internasional, Lutfi Syauki Faznur, M.Pd., Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UMJ yang mengampu Mata Kuliah Sastra dan Keterampilan Bahasa memberikan tanggapan.

Memaknai Hari Literasi Internasional

Hari Literasi Internasional 2024 mengusung tema “Promoting Multilingual Education: Literacy For Mutual Understanding And Peace”. Lutfi menganggap, sebaiknya masyarakat menafsirkan sebagai momentum untuk memperkuat literasi dalam konteks multibahasa dan keberagaman budaya.

“Hal tersebut dalam rangka upaya global untuk menciptakan pemahaman yang lebih baik antara berbagai kelompok melalui bahasa yang bisa menjadi jembatan menuju perdamaian dan harmoni,” jelasnya.

Menurut Dosen Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FIP UMJ ini, literasi multibahasa berperan penting membangun masyarakat inklusif yang saling menghargai dan memahami.

Polemik Literasi di Indonesia

Berdasarkan survei Programme for International Student Assessment (PISA), pada 2022 terkait literasi membaca, menunjukkan peringkat Indonesia naik lima posisi dari tahun 2018. Kendati demikian, skor menunjukkan penurunan. Indonesia masih menduduki 11 peringkat terbawah dari 81 negara yang terdata. Lutfi mengatakan, hal tersebut menjadi tantangan serius bagi Indonesia.

“Walaupun ada sedikit peningkatan dalam peringkat, penurunan skor menunjukkan bahwa literasi di Indonesia masih menghadapi kendala, baik dari segi infrastruktur pendidikan, metode pengajaran, maupun akses yang merata terhadap pendidikan,” ungkap Pengajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) di Pusat Bahasa UMJ itu.

Lutfi menambahkan, literasi yang rendah tidak hanya berdampak pada kemampuan individu untuk bersaing di era global, tetapi juga pada kualitas sumber daya manusia bangsa secara keseluruhan.

Upaya Meningkatkan Keterampilan Literasi di Indonesia

Pada kesempatan ini, Lutfi memberikan saran untuk pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk meningkatkan keterampilan literasi.

Pertama, meningkatkan akses terhadap pendidikan berkualitas. Dalam hal ini, pemerintah harus memperbaiki kualitas pendidikan, terutama di daerah tertinggal dan memastikan bahwa semua anak mendapatkan akses yang sama terhadap pendidikan.

Kedua, penguatan kurikulum literasi. Menurutnya, pemerintah perlu memperbarui kurikulum yang lebih menekankan pada literasi dasar dan literasi digital dengan metode pengajaran yang lebih menarik, serta relevan dengan perkembangan zaman.

Ketiga, keterlibatan masyarakat. Perlu ada dorongan bagi masyarakat agar ikut serta dalam berbagai kegiatan literasi, seperti taman baca atau program literasi berbasis komunitas.

Terakhir, penggunaan teknologi. Masyarakat dan generasi muda perlu memanfaatkan teknologi untuk mengakses bahan bacaan dan media pembelajaran.

Harapan untuk Generasi Emas 2045

Lutfi berharap, Indonesia memiliki generasi yang mampu membaca dan menulis secara konvensional, memiliki keterampilan literasi digital, finansial, dan multibahasa.

Menurutnya, Generasi Emas 2045 harus menjadi generasi yang berdaya saing global dan inovatif. Selain itu juga mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perkembangan teknologi dan informasi.

“Literasi harus menjadi fondasi bagi pencapaian tujuan pembangunan jangka panjang Indonesia di bidang ekonomi, sosial, dan budaya,” pungkas Lutfi.

Penulis: Qithfirul Fahmi

Editor: Dinar Meidiana

Kata Pakar Lainnya