Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si mengunjungi lokasi bencana tanah bergerak yang melanda Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Minggu (11/05/2025).
Baca juga: Rektor UMJ Tegaskan Arah Baru HIPIIS di Rakernas 2025
Sebanyak 150 rumah warga yang mayoritas merupakan anggota Muhammadiyah mengalami kerusakan berat akibat bencana yang terjadi sejak 17 April 2025. Selain itu, satu bangunan pendidikan, yakni TK Aisyiyah, juga turut menjadi korban. Hingga kini, para pengungsi masih tinggal di tenda-tenda darurat dan mendapatkan dukungan logistik berupa makan dua kali sehari, layanan medis, serta pelayanan psikososial.
Dalam kunjungannya, Ma’mun menekankan pentingnya tidak hanya memberikan bantuan kemanusiaan, tetapi juga melakukan kajian akademis terhadap penyebab bencana.
“Kalau dalam perspektif politik, bencana adalah produk politik melalui kebijakan. Saya sering mencontohkan, ibaratnya, jika ada orang yang tertabrak mobil, kita jangan hanya menolong korbannya tetapi juga kejar yang menabraknya. Disini ada UMP dan UM Brebes, coba lakukan kajian secara serius yang menjadi penyebabnya,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar ketulusan Muhammadiyah dalam kerja-kerja kemanusiaan tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dalam kunjungan tersebut, turut hadir Dekan Fakultas Pertanian UMJ Dr. Ir. Sularno, M.Si., dan membawa bantuan dari RS Pondok Kopi, Lazismu UMJ, dan UMJ sendiri.
Ketua Pos Koordinator Muhammadiyah Tanggap Darurat, Abdul Mu’min, menyampaikan bahwa wilayah terdampak terjauh mencakup Dusun Cupang Bungur.
“Sejumlah elemen Muhammadiyah seperti PDM, PCM, Kokam, MDMC, dan Lazismu telah bergerak melalui semangat One Muhammadiyah One Response. Selain itu dari Muhammadiyah juga sedang membangun masjid di area hunian sementara,” ujarnya.
Sementara itu, mantan Ketua PCM Sirampog, H. Iswanto, mengapresiasi peran besar kader muda Muhammadiyah dalam respon cepat penanganan bencana.
“Sudah lebih dari 1500 personel Muhammadiyah terlibat. Di Mendala Sirampog ini yang terdampak paling luas, mencakup dua dusun dengan lima RW,” jelasnya.
Ia juga menyoroti dimensi spiritual dalam menyikapi bencana. Menurutnya, jika merujuk pada Al-Qur’an, segala bentuk kenikmatan berasal dari Allah SWT, sementara musibah kerap kali merupakan akibat dari perbuatan manusia sendiri.
“Bisa juga karena kesalahan ketaatan kita kepada Allah SWT, diberi kenikmatan malah kufur. Hutan-hutan lindung malah digunduli, pasir dan batu-batu digali. Sepuluh tahun dampak itu belum terasa, tetapi setelah empat puluh tahun akhirnya bencana itu datang,” tutupnya.
Editor : Dian Fauzalia