Program Studi Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKK UMJ) berkolaborasi dengan Hanacaraka Training Center Indonesia mengadakan Pelatihan Basic Obstetric and Neonatal Life Support (BONELS) pada tanggal 3-8 Februari 2025 di Gedung FKK UMJ Cempaka Putih. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa kebidanan semester akhir dalam menangani situasi darurat obstetric dan neonatal.
Baca juga: Prodi Kebidanan FKK UMJ Gelar Pelatihan Resusitasi Neonatus
Dekan FKK UMJ, Dr. dr. Tri Ariguntar Wikaning Tyas, Sp.PK, dalam sambutannya menegaskan bahwa tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia berkaitan erat dengan kualitas layanan kesehatan.
“Peningkatan kualitas tenaga kesehatan, khususnya bidan, menjadi sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan bayi, termasuk dalam penanganan kegawatdaruratan. Oleh karena itu, mahasiswa kebidanan sangat membutuhkan pelatihan seperti ini sebagai bekal memasuki jenjang profesi,” ujarnya.

Pelatihan ini mengadopsi metode blended learning, yaitu mengombinasikan teori secara daring dan praktik langsung di laboratorium kebidanan FKK UMJ. Selain itu, para peserta juga mendapatkan pelatihan keterampilan dalam kondisi kebencanaan di lapangan kampus, yang didukung dengan kehadiran ambulans FKK.
Ketua Program Studi Sarjana Kebidanan FKK UMJ, Dr. Hirfa Turrahmi, S.Pd., SST., MKM, berharap agar mahasiswa mengimplementasikan secara maksimal ilmu yang mereka peroleh selama pelatihan.
“Sebagai tenaga kesehatan yang berada di tengah masyarakat, bidan sering menghadapi situasi darurat. Oleh karena itu, bidan perlu terus meningkatkan kompetensinya dalam menangani persalinan maupun kegawatdaruratan umum,” ujarnya.
Hirfa menambahkan bahwa pelatihan BONELS menjadi langkah strategis dalam menyiapkan lulusan kebidanan sebelum memasuki jenjang profesi. Dengan keterampilan yang lebih baik, bidan diharapkan dapat memberikan pertolongan yang cepat dan tepat dalam kondisi darurat, sehingga dapat menekan angka kematian ibu dan bayi.
“Institusi pendidikan dan lembaga pelatihan seperti ini diharapkan terus berkolaborasi untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang kompeten dan siap menghadapi berbagai tantangan di dunia kesehatan,” kata Hirfa.
Sebagai bentuk pengakuan atas keterampilan yang diperoleh, peserta mendapatkan 10 SKP yang diterbitkan oleh Direktur Mutu Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Editor : Dian Fauzalia