Nandi Rahman: Perlunya terapkan putusan tarjih Muhammadiyah di kampus

Oleh :
Dinar Meidiana
Halaqah Tarjih LPP AIK UMJ
Drs. Nandi Rahman, M.Ag., dalam Halaqah Tarjih LPP AIK UMJ, di Masjid At-Taqwa, Jumat (27/09/2024). (Foto : KSU/Dinar Meidiana)

Civitas academica Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) mengikuti Halaqah Tarjih di Masjid At-Taqwa UMJ, Jumat (27/09/2024). Pengkajian yang berlangsung rutin ini memberikan pemahaman bagi civitas academica tentang pentingnya putusan tarjih Muhammadiyah di lingkungan kampus.

Ketua Lembaga Pengkajian dan Penerapan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (LPP AIK) UMJ Drs. Fakhrurazi, MA., menjelaskan bahwa civitas academica UMJ khususnya dosen perlu memfungsikan putusan tarjih.

Baca juga: Kajian Integrasi Ilmu LPP AIK UMJ, Taa’ruf Bumi Untuk Memuliakan Bumi

Menurutnya, sebagai kader persyarikatan, civitas academica UMJ dapat menggunakan putusan tarjih yang telah terhimpun dalam sebuah buku Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (HPTM) untuk kehidupan sehari-hari. “Semoga ini bermanfaat dan meningkatkan peran kita sebagai kader persyarikatan,” ungkapnya.

Halaqah Tarjih yang mengusung tema “Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah Sebagai Referensi Utama dalam Pengajaran AIK” menghadirkan Anggota Badan Pembina Harian (BPH) UMJ Drs. Nandi Rahman, M.Ag.

Sebagaimana tema Halaqah Tarjih, Nandi tegas mengatakan para dosen harus menggunakan putusan tarjih Muhammadiyah dalam pengajaran AIK maupun yang kaitannya dengan aturan syariah.

Ia memberikan beberapa contoh konkret di antaranya dalam bidang ilmu kedokteran dan kesehatan. “Contohnya masalah aborsi. Di HPTM sudah ada putusan tarjihnya. Sebaiknya putusan tarjih ini menjadi referensi pembelajaran di dalam kelas,” katanya.

Perkara lainnya ialah ibadah. Nandi menyadari banyak sekali perbedaan dalam pelaksanaan ritual ibadah. Ia memberikan pemahaman pada civitas academica agar senantiasa memiliki sikap toleransi ketika menemukan perbedaan itu di kehidupan sehari-hari.

Perbedaan yang kerap muncul ialah bacaan salat mulai dari ifititah hingga tahiyat akhir. Ada pula perbedaan tata cara salat. Nandi menilai hal itu sebagai perbedaan khilafiyah yang berarti tidak menjadi masalah apabila terdapat dalil kuat yang mendukung.

Namun, apabila ada aturan atau tata cara salat yang tidak didasari dengan dalil kuat maka tidak dianjurkan untuk diikuti.

“Beribadah ada tuntunan, bukan katanya. Selagi ibadah sesuai dengan ketentuan Rasul dan Al-Qur’an, boleh dilakukan. Hal seperti ini dosen dan mahasiswa harus mendapatkan pemahaman,” ungkapnya.  

Nandi menyarankan agar civitas academica terutama dosen dapat mempelajari lebih banyak tentang putusan tarjih. Terlebih perkara yang berkaitan dengan bidang keilmuan dan pembelajaran AIK di kampus.

“Mengkaji tarjih itu tidak pernah selezai, bahkan perzoalan yang timbul dalam aqidah dan ibadah,” katanya.

Halaqah Tarjih adalah program rutin LPP AIK UMJ yang berlangsung selama satu kali setiap bulan.

Editor : Dian Fauzalia